Cemasi dan Lawan Radikalisme

121

Peserta bertanya kepada Yanuar Nugroho (berdiri, tengah) dalam Rapat Pleno, Rabu, 21/8.

[HIDUP/Karina Chrisyantia]


Menanggapi seruan Yanuar, para wakil Kerawam Keuskupan berembuk dalam regio masing-masing mengenai aksi nyata yang harus dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif. Semua perwakilan sepakat perlu mengambil gerakan langsung ke akar rumput untuk memotong rantai radikalisme yang kian meradang. Kumpulan organisasi masyarakat Katolik yaitu Vox Point, ISKA, FMKI, PMKRI, Pemuda Katolik, dan WKRI juga setuju menolak bungkam terhadap gerak intoleransi dan radikalisme. Mereka menyadari, diam dan memilih posisi aman akan banyak menimbulkan kerugian. Maka, mereka mendesak agar pastor paroki sebagai ujung tombak wajah Gereja agar aktif membangun relasi dengan masyarakat sekitar.

Penguatan Forum Kerukunan Umat Beragama juga mutlak diperkuat dengan membuat diskusi dan program bersama secara rutin. Mereka juga mendorong agar orang muda Katolik (OMK) maju menjadi pemeran utama dalam berdialog dengan orang muda lintas agama. Keaktifan OMK dapat dimulai dengan menyebarkan konten positif di media sosial untuk melawan ujaran kebencian dan berita palsu. Hal Ini harus menjadi sarana prioritas guna menebar virus cinta damai dalam kemajemukan. Tidak hanya itu, penguatan peran WKRI dalam menjalin relasi dengan perempuan lintas agama harus terus diupayakan. Kebutuhan ini diperlukan melihat pergeseran tren terorisme yang semula dimainkan kaum pria, kini diambil alih perempuan. Karenanya, penguatan peran perempuan dalam mencegah intoleransi dan radikalisme agar tak menjadi aksi terorisme amat krusial. Dari perempuanlah sebuah nilai diwariskan. Perempuan adalah gerbang anak mengenal cinta damai dan persatuan.

Peran ormas Katolik memang memang menjadi salah satu potensi Kerawam. Selain ormas dan hierarki Gereja, dalam pleno regional, disebutkan para politisi, anggota TNI/Polri, dan wartawan Katolik juga menjadi tumpuan Gereja dalam melawan radikalisme. Anggota legislatif Katolik didorong berperang bersama melawan radikalisme melalui pembuatan kebijakan. Hampir semua regional juga mengungkapkan komitmen untuk mendukung para politisi Katolik yang berkompeten atau politisi non-Katolik yang moderat di keuskupan/ regio masing-masing maju dalam pilkada tahun 2020 mendatang.

Kesadaran umat Katolik dalam melawan radikalisme, menurut Adrianus Meliala, harus terus dibangun. Anggota Ombudsman dan Wakil Ketua Kerawam KWI ini menyerukan umat Katolik agar tidak bermental trenggiling, yang membungkus dirinya ketika diserang. “Jangan-jangan, selama ini, kita berlindung di gereja masing-masing, mendaraskan doa, dan merasa sudah beres. Itu tidak cukup!” tegasnya. Umat harus berpartisipasi mulai dari ranah RT/RW hingga DPR guna meminimalisir kebijakan anti Pancasila. Umat Katolik tidak boleh lantas merasa aman dan menjadi pasif karena ‘berada dalam Gereja’. “Jangan sampai jika ada masalah yang timbul, dengan mudah berkata ‘Ah, nanti juga lewat.’ Tapi, ujung-ujungnya, musuh sudah di depan dan kita menyesal.”

Tegas dan Arif
Ketua Komisi Kerawam KWI, Mgr. Vincentius Sensi Potokota, mengatakan rapat kerja bertema Gereja Katolik Merawat Keindonesiaan menjadi persembahan indah di waktu yang pas, dalam kondisi bangsa seperti saat ini. “Keindonesiaan adalah karunia ilahi yang mahal dan patut selalu disyukuri. Keindonesiaan adalah wajah riil cita-cita kemerdekaan. Keindonesiaan mengandung pesan yang tidak berujung dari segi waktu, untuk kita, ahli waris dalam perawatan dan kemanfaatannya.”

Mgr. Sensi berharap Rapat Pleno menjadi seperti pusat gempa di permukaan kulit bumi Indonesia. “Goncangannya akan lebih terasa dan tampak melalui perutusan dan kesaksian. Kecintaan kita akan Indonesia lebih tampak dalam gerakan dan rencana tiga tahun ke depan,” ujar Uskup Agung Ende ini. Gerakan Kerawam bukan hanya tampak dengan tegas, tetapi juga harus arif.

Mgr. Sensi juga meminta kesungguhan komitmen dalam merawat keindonesiaan dan berharap Rapat Pleno benar-benar mewarnai pastoral Kerawam dengan semangat baru dan secara khusus mewujudkan cinta terhadap Indonesia.

Felicia Permata Hanggu, Hermina Wulohering, Karina Chrisyantia

HIDUP NO.35 2019, 1 September 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini