Bermisi Sesuai Konteks

196
Ignasius Jonan (memegang tongsis) bersama para uskup dan peserta Kongres Misi 2019 di Convention Center Hotel Mercure, Jakarta Utara, Jumat. 9/8.
[HIDUP/Hermina Wulohering]

HIDUPKATOLIK.com – Kongres Misi 2019 secara khusus mengerucutkan pembahasannya pada konteks bermisi Gereja yang sesuai dengan zaman.

Gereja Indonesia kembali menilik karya misinya. Bertepatan dengan peringatan 100 tahun dikeluarkannya Surat Apostolik Paus Benediktus XV tentang Misi, Maximum Illud, Komisi Karya Misioner Konferensi Waligereja Indonesia (KKM-KWI) menggelar KongresMisi 2019, Kamis-Minggu, 1-4/8, di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara.

Ketua KKM KWI, Mgr A.M. Sutrisnaatmaka MSF mengatakan, momen seabad Maximum IIlud ini, KKM mau menggugah kesadaran umat sebagai misionaris. “Melalui kongres ini, kita mau menyadarkan umat yang sudah dibaptis menjadi misionaris yang diutus,” ujarnya usai upacara pembukaan kongres, Kamis, 1/8

Maximum Illud memberi gambaran bagaimana Gereja Kristus yang ideal, yaitu Gereja yang tidak hanya berfokus untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Dalam salah satu sesi kongres, Wakil Ketua Komisi Karya Misioner KWI, Pastor Raymundus Sudhiarsa, SVD mengatakan, setiap orang yang dibaptis, tidak hanya dibaptis untuk dirinya sendiri, melainkan dibaptis untuk diutus. Karenanya gagasan misi menjadi unsur yang amat penting dalam Gereja.

Dengan mengambil tema “Dibaptis dan Diutus Menginjili Dunia”, Kongres Misi 2019 secara khusus mengerucutkan pembahasannya pada konteks bermisi Gereja yang sesuai dengan zaman. Secara umum misi dibagi dalam dua bagian yaitu misi ad-intra dan ad-exstra.

Sosiolog, Francisia Saveria Sika Ery Seda, mengatakan, relasi antarkelompok keagamaan dapat menjadi salah satu sarana bermisi. Ia juga menyebutkan bermisi harus menyesuaikan dengan konteks lokal. Akar masalah di beberapa daerah ada pada soal kemiskinan dan ketidakberdayaan. Sehingga, apabila Gereja mau berkiprah, perlu memperkuat kesejahteraan masyarakat lokal. “Kalau Gereja lokal bisa memperkuat SDM masyarakat lokal terutama di Indonesia Timur, itu sudah menjadi satu usaha yang luar biasa,” kata anggota ahli KKM KWI ini, Jumat, 2/8.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan. Dalam perutusan di era industri 4.0, Jonan mengatakan meski dogma Gereja tidak berubah seiring perubahan zaman dan generasi, namun model perutusan harus berubah. “Untuk perutusan ke generasi yang lebih muda, komunikasi verbal Gereja juga harus mengikuti zaman,” ujarnya. Jika gaya berkomunikasi tidak berubah, ia mengkhawatirkan Gereja akan menjadi sepi.

Kongres berskala nasional ini diikuti oleh semua keuskupan tanpa terkecuali dengan mengirimkan vikjen, imam dan awam dari KKM keuskupan, perwakilan OMK, dan pengusaha. Kongres juga dihadiri oleh dosen-dosen misiologi, pegiat media sosial Katolik, serta utusan-utusan kelompok awam misioner. Mgr Sutrisnaatmaka berharap, para peserta dapat melakukan perwujudan misi dalam berbagai macam bidang kehidupan. Ia menunggu berita rencana tindak lanjut para peserta kongres dilaksakan di masing-masing keuskupan.

Hermina Wulohering

HIDUP NO.32 2019, 11 Agustus 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini