HIDUPKATOLIK.com – Selain sebagai oase rohani di tengah kebisingan Jakarta, sejak beberapa tahun terakhir ini, Samadi mengemban misi baru sebagai Pusat Pastoral Keuskupan Agung Jakarta (KAJ).
Saban hari melakukan aktivitas seperti sekolah dan bekerja cukup melelahkan bagi banyak warga Jakarta. Belum lagi harus menghadapi kemacetan akut dan kebisingan Ibu Kota ini.
Namun, suasana yang terbangun di kompleks Pusat Pastoral KAJ Samadi Klender, Jakarta Timur rasanya menjadi anomali. Masih berada di Metropolitan Jakarta, suasana di sini terasa asri dan tenang. Saat kaki menginjak Wisma Samadi, kicau burung-burung yang hinggap di rimbunan pepohonan, seketika menyambut.
Sejak beberapa tahun belakangan ini, Wisma Samadi banyak berbenah. Harapannya, umat KAJ tak perlu lagi jauh-jauh ke luar Jakarta untuk menemukan tempat tenang bagi kegiatan retret atau rekoleksi.
Tak hanya itu. Tempat ini kini menjadi Pusat Pastoral KAJ (disingkat Puspas). Dengan perluasan fungsi ini, Samadi diharapkan mampu mengakomodasi kebutuhan pastoral umat KAJ.
Oase Jakarta
Direktur Pusat Pastoral Samadi, Pastor Yustinus Ardianto mengungkapkan, renovasi yang baru saja selesai dikerjakan bertujuan meningkatkan fasilitas wisma yang terletak di wilayah Timur Jakarta ini. “Spiritualitas yang belakangan ini sedang kami bangun di Samadi ini, selain sebagai oase rohani di tengah kebisingan Jakarta, juga menjadi Puspas KAJ” ujar Pastor Yus, sapaan Pastor Yustinus Ardianto.
KAJ membangun Rumah Samadi, sebutan awal, pada 22 Agustus 1960. Tujuannya adalah sebagai sarana pembinaan agama dan sosial dengan asas iman Katolik. Sejarah Samadi lambat laun bergeser dari yang tadinya untuk tempat kaderisasi yang di dalamnya ada rumah bersalin, balkesmas, kemudian berfokus pada rumah retret, dan sampai hari ini menjadi pusat pastoral.
“Samadi” bukanlah sekadar nama. Pertama kali, masyarakat menyebut wisma ini “semedi”, yang artinya meditasi, merenung. Kemudian, Pastor Loegmann SJ yang ketika itu bertanggungjawab mengelola, menamai tempat ini sebagai “Wisma Samadi”. Samadi sendiri adalah singkatan dari “Santa Maria Dipamarga”. Kata “dipa” berarti ‘obor’. Sedangkan “marga” bermakna ‘jalan’. Dengan nama ini, Wisma Samadi diharapkan menjadi jalan keselamatan bagi umat.
Wajah Wisma Samadi yang sekarang sangatlah jauh berbeda dari aslinya. Ignatius Ngadiono, pemelihara kebun yang bekerja sejak tahun 1968, mengungkapkan, tanah seluas kira-kira 2,3 hektar tersebut dirasa gersang. Saat ini kondisinya berubah, seiring dengan pohon-pohon di pekarang wisma yang semakin besar, maka suasana pun menjadi semakin teduh. “Kalau sekarang sudah hijau royo-royo,” candanya.
Sebelumnya, Wisma Samadi terdiri dari balkesmas, rumah bersalin, sekolah dan rumah retret. Masyarakat sekitar sempat tidak setuju dengan hadirnya wisma. Namun karena adanya unsur pelayanan kesehatan dan pendidikan, warga setempat mulai menoleransi. “Untuk membuat pembuangan air saja kami dulu harus ke persidangan empat kali,” kenang Ngadiono.
Di tempat ini, para suster dari Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Carolus Borromeus (CB) juga ikut mengelola. Mereka bertugas merawat para imam sepuh yang berkarya di KAJ. Hingga pada tahun 1989, rumah bersalin diambil alih oleh Rumah Sakit St Carolus Jakarta Sejak itu, pelayanan Samadi berfokus pada rumah retret.
Hidup-mati karyawan wisma ada di jumlah tamu yang datang. Ngadiono, Antonius Jumono, dan Marius Winarso paham betul saat minim pengunjung Samadi. Winarso mengingat, tahun 1990-an, pengurus wisma bahkan menjual mobil yang sebenarnya untuk doorprize, untuk membiayai upah para karyawan.
Tahun 2007, terjadi pergantian para suster pengelola. Saat itu, Suster-suster Ordo Santo Fransiskus (OSF) ikut berkarya. Salah satunya, Suster Natalia Tukinah. Suster Natalia mengingat, saat ia datang kondisi wisma lumayan mencekam. “Apalagi posisi kamar mandi ada di luar kamar tidur sehingga dulu anak-anak pada takut ke kamar mandi,” tuturnya.
Beberapa tahun lalu, Pastor Albertus Sandhyoko Rahardjo SJ yang saat itu menjabat sebagai direktur Samadi mencetuskan perombakan wisma. Mulai dilakukan renovasi Kampus I, II dan III secara bertahap.
Penggalangan dana pun dilakukan dengan berkeliling dari paroki ke paroki KAJ. “Pastor Sandhyoko sosialisasi ke paroki-paroki, mengenalkan bahwa keuskupan memiliki aset yakni rumat retret,” imbuhnya.
Pelayanan Komplit
Semenjak renovasi, Samadi semakin berkembang. Pastor Yus mengisahkan beberapa tarekat yang pernah mengelola wisma ini, yaitu Serikat Jesus (SJ), Serikat Sabda Allah/Societas Verbi Divini/SVD, Kongregasi Hati Tak Bernoda Maria (CICM), dan sekarang imam Diosesan KAJ.
“Ketika peralihan ke saya, Bapak Uskup Agung Jakarta, Mgr Ignatius Suharyo menjadikan Samadi sebagai Puspas KAJ. Konsepnya simple, segalanya ada di sini dan bisa dilakukan di sini. Namanya Puspas, jadi kegiatan pastoral KAJ pusatnya, ya di Samadi. Maka retretnya tetap jalan, kaderisasi juga jalan, dan ditambah berbagai macam pembekalan,” terang Pastor Yus.
Berangkat dari konsep itu, Pastor Yus sedikit-sedikit mengubah fungsi wisma sesuai dengan kebutuhan umat. Seperti mengubah kapel di lantai atas yang kurang terjamah menjadi auditorium, beberapa ruang kegiatan menjadi kedap suara, menjaga keasrian halaman dan menambah kolam ikan sebagai simbol oase. “Harapannya orang datang ke sini bisa menikmati ketenangan,” ujarnya.
Tak berhenti di situ, Pastor Yus mengusung beberapa program ‘unggulan’ seperti Leadership Training untuk sekolah, OMK, dan perusahaan. Thematic Course yang terdiri dari Public Speaking, Sex Education dll. Pembekalan Pelayanan Pastoral Paroki, dan Pastoral Renewal Program untuk imam dan biarawan/wati terdiri dari Spiritualitas, Theologi Update, dll. “Dulu kami yang nunggu tamu datang, sekarang justru kami yang proaktif dengan menawarkan program ke bidang-bidang komisi yang ada di keuskupan,” jelas Pastor Yus yang didukung 24 orang anggota tim Puspas.
Berdaya Pikat
Sebagai rumah retret, Samadi termasuk ramai peminat. Hal ini dirasakan oleh Thomas Djimin, bagian keamanan sejak tahun 1975. “Saya susah mengatur parkiran beberapa tahun terakhir ini,” ujarnya. Saking banyaknya kelompok-kelompok yang datang, para karyawan sampai tidak bisa mengambil sisa jatah cutinya.
Dengan fasilitas yang memadai dan harga yang terjangkau, Samadi tidak hanya menjadi daya tarik umat Katolik saja, tetapi juga non Katolik.
Pastor Yus dan Suster Natalia sepakat, sejauh yang dilakukan adalah kegiatan rohani dan pembinaan spiritual, pasti Samadi mempersilahkan.
Pastor Yus, Suster Natalia, dan para karyawan Samadi bertekad mempertahankan apa yang sudah dibangun ini terus bertumbuh. Mereka pun berharap umat KAJ memakai Puspas Samadi ini semaksimal mungkin. Dan, semoga semakin banyak orang mencecap segarnya air kehidupan rohani yang mengalir di Puspas KAJ, Samadi.
Karina Chrisyantia
HIDUP NO.29 2019, 21 Juli 2019