Tidak hanya di darat, perpaduan tradisi Katolik dan adat Lamalera tidak hanya hadir pada Misa Lefa tetapi pada keseluruhan cara dan praktik melaut masyarakat Lamalera. Hal ini seperti diceritakan beberapa juru tikam paus (lamafa) tentang kisah mereka ketika melaut. Mereka menuturkan bahwa ketika ikan paus sangat sulit untuk dilumpuhkan dan para nelayan sudah kehabisan akal maka lamafa akan membubuhkan tanda salib pada bagian kepala ikan paus.
Tidak hanya itu, sesaat setelah ikan paus ditikam, dan selama ikan itu masih hidup dan memberikan perlawanan atau memberontak, para nelayan akan menyerukan kalimat, hir kae..hir kae.., diikuti dengan menyebut Gereja atau nama santo pelindung seseorang. Frasa hir kae bisa diartikan sebagai “makanlah atau ambillah”. Misalnya, pemilik perahu
mempunyai nama baptis Santo Petrus, maka para nelayan akan berteriak, “Petrus hir kae.” Juga kalimat, Gereja hir kae, Ema Mria (Bunda Maria) hir kae.
Selain itu, para nelayan juga akan menyebut nama baptis pastor Paroki Lamalera, seperti Leonardus hir kae. Jika paus masih memberontak, maka para nelayan biasa meneriakan kalimat berikut, “O…Ema Mria e, gate dimega, levo rae malu mara, levo garo (Bunda Maria e, ikat yang kuat, kampung sedang mengalami kelaparan, kampung makanlah).”
Misa Lefa diakhiri dengan ritual Tenna Fule. Ini merupakan upacara pelepasan perahu pertama untuk membertitahu kepada Ina Lefa dan para leluhur bahwa masyarakat Lamalera telah siap untuk mendapatkan hadiah dan berkat darinya.
Ritual ini juga dilakukan sebagai tanda dimulainya musim lefa nuang. Tenna Fule dilakukan dengan menerjunkan salah satu perahu ke tengah laut untuk mencari paus. Jika ditemukan ikan paus, perahu tersebut akan kembali dan memberitahu perahu lain untuk segera turun ke laut. Tradisi ini sekaligus memberi pesan kepada Ina Lefa bahwa para nelayan dan alat-alat melaut telah disucikan dan untuk mengambil anugerah atau berkat dari laut, yakni ikan paus.
Identitas Masyarakat
Hingga sekarang inkulturasi antara tradisi Katolik dengan adat masyarakat Lamalera tetap terjaga secara baik. Kepercayaan kepada yang Empunya laut, yang hadir dalam sebutan Ina Lefa menjadi kekuatan bagi terpeliharanya seluruh ritus lefa nuang Lamalera. Masyarakat Lamalera akan selalu patuh pada tradisi ini dan hingga kapanpun tetap melakukannya.
Syair adat berikut menjadi dasar dan kekuatan bagi pelaksanaan tradisi lefa nuang Lamalera: Inaté amaté genâ ola, ola kaé todé tai (Nenek-moyang sudah mewariskan hal ini, karena itu harus kita jalankan). Mewariskan tradisi lefa nuang bagi masyarkat Lamalera adalah sebuah keharusan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa tradisi melaut dan berburu paus Lamalera adalah identitas masyarakat lokal Lamalera sendiri.
Tidak hanya itu, kehadiran agama Katolik semakin menguatkan iman mereka kepada wujud tertinggi yang telah mereka percaya dan imani selama ini, yakni kehadirnya Ina Lefa yang selalu memberi berkat dan melindungi anak-anak-Nya hingga kini.
Agustinus Rajamuda Dasion
HIDUP NO.28 2019, 14 Juli 2019