Narasi Guru Mencari Keadilan

282

HIDUPKATOLIK.com – Tiga puluh tahun lebih Fransisca Tri Susanti Koban mendedikasikan hidupnya sebagai guru di sebuah lembaga pendidikan di Jakarta. Tentu ini rentang waktu yang tidak pendek lagi. Selain sebagai pengajar, ia pun pernah juga meduduki jabatan fungsional yakni sebagai wakil kepala sekolah.

Walau bagi seorang Fransisca, yang paling menyenangkan adalah menjadi guru kelas bagi anak-anak yang diampunya. Konon, ia telah memutuskan untuk mengabdikan seluruh hidupnya untuk dunia pendidikan di sekolah, di mana ia menimba ilmu semasa kecilnya.

Tetapi, nasib kurang beruntung menimpa Fransisca. Selain kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), ia pun digugat oleh yayasan yang mengkaryakannya ke meja hijau dengan tuduhan, antara lain memprovokasi teman-teman guru dan karyawan lain untuk menentang kebijakan yayasan.

Fransisca boleh menarik nafas panjang walau hanya ‘sedetik’ saja. Oleh pengadilan, semua tuduhan terhadap dirinya dinyatakan tidak terbukti. Akan tetapi, sidang pengadilan mengabulkan permohonan yayasan untuk tetap mem-PHK Fransisca. Fransisca meradang dan mengajukan banding.

Kisah Fransisca memang sudah bergulir sejak tahun 2017 lalu. Sebelum ia digugat ke meja hijau, ia sudah menyambangi pihak terkait untuk meminta bantuan mencari solusi atau sekadar memediasi untuk menemukan jalan terbaik yang adil bagi dirinya maupun yayasan. Namun, ia seperti berhadapan dengan tembok dan membenturkan kepala sendiri. Kendati demikian, ia pantang menyerah.

Narasi Fransisca tentu menjadi bagian dari perhatian dan keprihatinan kita. Kendati bukan kasus pertama yang terjadi di lingkungan yayasan-yayasan pendidikan yang berlebel Katolik, kasus Fransisca ini mengingatkan semua pihak akan panggilan visi dan misi kekatolikan.

Di sana terpampang semangat yang harus diusung semua pihak yang tidak perlu dipaparkan satu per satu di sini. Tentu saja, semua orang atau pihak punya hak yang sama untuk membawa kasus seperti ini ke meja hijau.

Namun, rasanya masih terbuka jalan atau alternatif lain untuk menyelesaikan atau mencari solusi yang adil bagi semua pihak yang berkonflik. Mendapatkan keadilan adalah hak semua orang. Tanpa kecuali.

Dalam konteks ini, baik bagi Fransisca maupun bagi yayasan, keadilan harus ditegakkan biar pun langit runtuh. Prinsip itu berlaku bagi semua orang.

Ke depan, kita berharap, tidak terulang lagi peristiwa pilu seperti dialami Fransisca. Masih terbuka banyak kemungkinan untuk menyelesaikan perkara hubungan kerja industrial.

Dan, di atas semua legal-formal itu, sebagai lembaga yang bernafaskan kekatolikan, hendaknya tetap mengedepankan semangat persaudaraan, dialog, dan komunikasi yang jujur dari semua pihak. Menjauhkan diri untuk memanfaatkan kekuasaan secara sewenang-wenang hanya untuk kepentingan pribadi atau pihak tertentu. Apalagi, harus mengorbankan orang lain, yang kecil, lemah, dan tak mampu bersuara.

HIDUP NO.31 2019, 4 Agustus 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini