HIDUPKATOLIK.com – Melalui arisan, paroki ini merajut persaudaraan dengan semua orang. Arisan menjadi sarana menampilkan wajah Gereja yang terbuka dan penuh sukacita.
Sore yang ramai jelang bedug Mahgrib. Orang berlalu lalang mencari kudapan untuk berbuka puasa. Pun di Wisma Serayu yang berada di kompleks Gereja St Maria Immakulata Banyumas, Keuskupan Purwokerto. Orang berbondong-bondong memasuki kompleks yang tak jauh dari Sungai Serayu, salah satu penanda alam Banyumas. Mereka berasal dari aneka agama; Katolik, Kristen, Islam, Buddha, dan Konghucu.
Di dalam Wisma Serayu, seorang ustad sedang berceramah. “Mari kita bersyukur, melalui kegiatan ini, kita bisa bersilaturahmi antarumat beragama di Banyumas,” ujar sang ustad. “Inilah budaya Indonesia! Ayo kita isi bulan Ramadhan ini dengan memperbanyak silaturahmi dengan semua orang! Allahumma, Amin! Sekarang, mau buka puasa atau buka arisan dulu?” pungkas sang ustad.
Ceramah tersebut mengawali pembukaan Arisan Banyumas periode 2019-2022 dengan tema “Mari Kita Terus Merajut Kebersamaan”, Jumat, 10/5. Arisan ini diprakarsai Paroki Banyumas. Arisan periode ini, diikuti sekitar 2500 peserta. Padahal jika menilik data umat Paroki Banyumas hanya sekitar 500 jiwa yang tersebar di tiga Lingkungan dan satu Stasi. Arisan yang dimulai pada 2013 ini selalu diminati warga non Katolik. “Arisan periode lalu diikuti sekitar 1800 peserta. Dan periode ini melebihi target kami,” ujar Pastor Paroki Banyumas, Romo Nikolaus Ola OMI.
Iuran arisan ini sebesar Rp 100.000. Pengundian arisan ini berlangsung setiap tiga bulan sekali. Pada setiap pengundian, para peserta juga dimanjakan dengan aneka doorprize dan souvenir.
Arisan memang menjadi salah satu upaya paroki yang berdiri pada awal Mei 1992 ini untuk menggalang dana abadi paroki. Namun di balik itu ada tujuan dan nilai yang hendak diwartakan melalui kegiatan ini.
Gereja Terbuka
Romo Niko, demikian ia kerap disapa, menga takan, walaupun Paroki Banyumas adalah “paroki kecil”, tapi berani tampil beda. “Melalui arisan ini, kami bisa merajut dan merangkul semua orang. Ada orang Islam, Buddha, Kristen dan Konghucu yang ikut dalam arisan ini. Inilah karya Roh Kudus yang menyatukan. Arisan telah membuka sekat-sekat pembeda,” ujar imam Oblat Maria Imakulata (OMI) ini.
Imam kelahiran Lembata, Nusa Tenggara Timur ini melanjutkan, melalui arisan, kebaikan Gereja diwartakan. Pintu-pintu Gereja semakin terbuka untuk merajut persaudaraan dengan semua orang, sehingga tidak ada orang yang sungkan melangkahkan kaki masuk ke gereja. “Arisan menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan Gereja dengan warga masyarakat, serta mengenalkan wajah Gereja yang terbuka bagi siapapun,” katanya.
Selain itu, arisan juga menjadi sarana pastoral, tidak hanya bagi umat, tapi juga untuk masyarakat. “Ini merupakan pastoral melalui kesaksian hidup dan perjumpaan dengan perbedaan,” ujar imam yang berkarya di Paroki Banyumas sejak November 2015. Paling tidak, selama tiga tahun ke depan, para peserta arisan dapat bertemu 12 kali dalam acara pengundian. “Kami bisa bersalaman, menyapa, mengenal, dan berbincang dalam suasana kebersamaan dan sukacita,” imbuhnya.
Keterbukaan Gereja terhadap perbedaan itu pun terbukti. Tak jarang acara-acara kelurahan atau kecamatan digelar di Wisma Serayu. “Masyarakat semakin tidak sungkan datang ke gereja,” ujar Romo Niko.
Pelayanan kesehatan untuk orang lanjut usia yang digelar tiap minggu kedua dalam bulan, juga kian ramai diikuti warga sekitar gereja. Selain pelayanan kesehatan di gereja, juga ada kunjungan pastoral kesehatan ke rumah-rumah. Dan hampir sebagian besar yang dikunjungi adalah umat Islam.
Melalui arisan dan beragam kegiatan itu, ujar Romo Niko, “Kami ingin mewujudkan seruan Paus Fransiskus agar Gereja keluar dari kemampanan dan terbuka terhadap semua orang.”
Y. Prayogo
HIDUP NO.25 2019, 23 Juni 2019