Problem Asisten Rumah Tangga

255

HIDUPJAKARTA.com – Pengasuh budiman, saya sedih sekaligus kasihan dengan asisten rumah tangga (ART) saya. Sebab, keluarganya di kampung selalu meminta ART saya untuk mengirim uang atau barang-barang. Terakhir, keluarga ART saya meminta untuk dibelikan handphone –sesuai spesifikasi yang diinginkan. Ternyata, harga hp itu di atas gajinya sebulan.

Saya jengkel karena terkesan ART saya dimanfaatin atau menjadi sapi perah keluarganya. Tapi, pada saat bersama, saya pun bingung karena ART saya menuruti semua permintaan keluarganya. Entah ART saya itu terlalu baik atau lugu. Saya kasihan karena ia belum bisa menabung. Bahkan, ia sempat beberapa kali meminjam uang kami untuk memenuhi permintaan keluarganya. Kira-kira apa yang harus saya lakukan?

Ananda Vidya, Jakarta

ART sudah menjadi kebutuhan yang tak terelakkan bagi keluarga kelas menengah ke atas, terutama yang tinggal di kota besar. Keberadaannya menjadi sangat penting. Khususnya jika suami-istri bekerja dan ada anak yang membutuhkan layanan dan pengawasan selama orangtuanya bekerja.

ART juga membantu untuk menyelesaikan pekerjaan rutin rumah tangga dan menjaga rumah. Namun demikian, problem ART memang tidak mudah, kadang sampai “makan hati”. Umumnya masalah bersumber dari diri ART sendiri, mulai dari tak terampil, ceroboh, suka ngobrol dengan ART tetangga, pacaran, bersikap lancang, tak jujur, sulit berhemat, ingkar janji, hingga membantah atau melawan perintah majikan.

Sebaliknya, ketika majikan sudah mendapatkan ART yang “cocok”, pekerjaannya memuaskan maka seringkali “tutup mata” terhadap kekurangan ART dan mudah mengalah agar ART betah bekerja di rumah kita. Namun, sikap mengalah tuan rumah seringkali dimanfaatkan baik oleh ART maupun keluarga ART sehingga terjadi kasus di atas.

Memang ada risiko yang harus ditanggung ketika mempekerjakan orang luar di rumah kita. Kita tak terlalu paham mengenai latar belakang, model pendidikan, dan pola pikir keluarganya, pengalaman kerja ART itu sendiri dan motifnya bekerja sebagai ART.

Pemahaman mengenai motif atau dorongan untuk bekerja perlu diketahui karena dapat menjawab mengapa ART begitu patuh dan ingin menyenangkan hati dan berkorban untuk keluarganya. Apakah keputusan bekerja didasarkan atas keinginan sendiri atau lebih didasarkan atas keinginan orang lain dan untuk memenuhi kebutuhan diri atau kebutuhan keluarganya?

Pertanyaan ini saya ajukan dengan menimbang bahwa keluarganya sering meminta untuk dikirimi uang, dibelikan barang-barang, dan terakhir hp dengan spek khusus pula. Sementara, dari pihak ART pun tak kuasa untuk menolaknya. Pada akhirnya, Ibu merasa kondisi ini tak fair dan kasihan kepada ART yang telah bekerja keras namun hasil kerjanya diminta oleh keluarganya.

Kondisi ini memunculkan konflik pada diri ibu, di satu sisi tak terima dan ingin menolak permintaan keluarganya, namun di sisi lain takut kalau keinginannya tak dituruti, ART akan diminta keluar kerja oleh keluarganya atau menjadikannya tak kerasan. Lama kelamaan konflik ini akan menguras energi pikiran dan emosi Ibu.

Ada tiga alternatif saran dari saya, yaitu bersikap tegas, mengalah, atau kompromi. Bersikap tegas artinya ibu harus membuat aturan yang tegas mengenai hak dan kewajiban ART, misal menerima gaji penuh sebulan sekali atau dibagi menjadi dua minggu sekali dan ART harus bisa mengaturnya sendiri.

Bersikap mengalah contohnya adalah membiarkan dan “menutup mata” agar ART tetap betah dan diizinkan keluarganya untuk tetap bekerja di rumah Ibu. Sementara bersikap kompromi artinya Ibu dan ART perlu melihat situasi, kalau memang kondisinya darurat Ibu bisa memenuhi permintaan mereka, namun kalau tidak maka bisa ditunda atau dicicil.

Penyebab kejadian yang Ibu alami karena Ibu kurang tegas kepada ART. Keluarga ART sadar, Ibu sayang dengan anak mereka. Dan mereka memanfaatkan hal ini. ART pun tak kuasa menolak keinginan keluarganya karena beragam alasan. Oleh karenanya, Ibu harus buat aturan yang lebih tegas terkait dengan hak ART. Misal, gaji akan diberikan sebulan sekali dan ART diminta untuk bisa mengelolanya dengan baik.

Ajak dan ajarkan ART untuk menabung. Ajarkan dia juga untuk membuat skala prioritas kebutuhan. Terakhir, ajarkan ART untuk menghargai hasil jerih payahnya sendiri. Ketegasan sikap ART terhadap keluarganya, maupun Ibu terhadap ART dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Semoga membantu.

Praharesti Eriany

HIDUP NO.25 2019, 23 Juni 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini