Pastor Letkol Yos Bintoro : Kian Merekatkan Ikatan Persatuan

742
Pastor Letkol Yos Bintoro.
[Dok. Marchella A. Vieba]

HIDUPKATOLIK.com – Indonesia memberikan ruang pada orang Katolik untuk menunjukkan semangat kekatolikannya, termasuk tentara/polisi dari kalangan Katolik.

International Military Pilgrimage (PMI) di Lourdes, Perancis, tahun 2017 mengusung tema: Dona Nobis Pacem (Berilah Kami Damai). Meskipun seluruh rangkaian kegiatan berlangsung mulai tanggal 16 sampai 23 Mei, namun pertemuan puncaknya berlangsung selama tiga hari (19-21 Mei) di mana PMI mengundang perwakilan dari Ordinariatus Castrensis (OC) di lebih dari 40 negara untuk dapat hadir mengikuti perayaan ini. Dari Asia hadir Filipina dan Indonesia. Filipina diwakili oleh atase perta hanan dari Kedutaan Besar Filipina yang berada di Madrid, Spanyol. Sedangkan dari Indonesia Uskup TNI-POLRI, Ordi nariatus Castrensis Indonesia (OCI), Mgr Ignatius Suharyo mengutus Pastor Hari Susanto dan Pastor Letkol TNI AU Yoseph Maria Marcelinus Bintoro atau akrab disapa Pastor Yos Bintoro.

Suasana pertemuan pun sangat hidup karena tidak sekadar berbau spiritual. Hampir semua wakil negara Eropa menyuguhkan permaian musik dari satuan korps musik maupun orkestra yang dapat dinikmati selama kegiatan berlangsung, baik yang disiapkan dalam rangka kegiatan resmi seremonial maupun secara sporadis; semacam pasar festival di beberapa lokasi dan jalan sekitar Kota Lourdes.

Apa sesungguhnya refleksi yang bisa dibawa dari pertemuan tersebut? Dan bagaimana visi OCI ke depannya? Berikut petikan wawancara dengan Wakil Uskup Militer Indonesia, Pastor Yos Bintoro.

Bagaimana pengalaman Pastor mengikuti PMI 2017 lalu?

Perjalanan ziarah ke Lourdes bersama lebih dari perwakilan militer dari 40 negara membangkitkan sisi emosional saya. Ketika saya masih kecil, saya dicap sebagai anak pesakitan akibat banyak sakit yang saya terima. Ibu saya sampai berikhtiar untuk mengadakan ziarah ke Lourdes dengan menggunakan uang sendiri hanya untuk berdoa bagi kesembuhan saya. Tekad ibu saya berbuah manis. Ibu saya mengikuti ziarah rohani ke Eropa dan diam-diam naik kereta seorang diri ke Lourdes karena grupnya tidak mengadakan ziarah ke sana. Sesampainya di sana, ibu saya berjalan sambil berlutut sampai ke gua Maria untuk berdoa bagi saya. Perjuangannya tidak sia-sia. Saya sembuh sembari bertumbuh besar juga panggilan saya untuk menjadi seorang imam.

Selain itu, mengikuti PMI membawa saya kepada refleksi bahwa Gereja bak sebuah Rumah Sakit. Latar belakang PMI yang lahir akibat trauma dan frutasi pasca perang membawa saya pada permenungan, panggilan Gereja dalam pelayanan militer adalah untuk merawat jiwa agar sungguh mengalami penyembuhan yang bukan hanya sekadar persoalan fisik akibat perang, melainkan juga mengalami pemuliahan hati dan keutuhan kemanusiaan menghidupi panggilan Allah dalam persahabatan dengan sesama manusia untuk memperjuangkan perdamaian dunia.

Bagaimana Pastor melihat karya militer di Indonesia dibandingkan dengan yang lain?

Karya Gereja di Indonesia hebat. Saya bersyukur karya di Indonesia bisa melangkah dalam kesadaran bersama Gereja secara universal. Indonesia sangat menghidupi dan menghargai pluralitas, di mana Gereja Katolik sebagai kelompok yang kecil, tetapi memberi warna pada pendidikan, kesehatan, dan kualitas manusia di Indonesia, meskipun kita bukan pemeran utama. Indonesia sungguh memberikan ruang pada orang-orang Katolik untuk menunjukkan semangat kekatolikannya untuk membangun negeri dan masyarakat Indonesia yang inklusif.

Itulah kekayaan yang tiada taranya. Yang bahkan negara-negara Eropa tidak akur atau terpecah-pecah. Mereka tidak memiliki ideologi yang menyatukan mereka. Nah, Indonesia adalah suatu yang negara kepulauan, satu sama lain membutuhkan. Satu sama lain saling tergantung sehingga muncul lingua franca, dulu namanya Melayu. Ini kuat sampai sekarang.

Kita heterogen. The miniature of Indonesia terjadi di tentara dan polisinya. Mereka sudah terbiasa bertoleransi mengingatkan untuk ibadah masing-masing. Bangsa kita mendapat apresiasi tinggi ketika pasukan berkegiatan di luar karena kita mampu menunjukkan kerendahan hati dan mudah beradaptasi dengan masyarakat sekitar.

Apa misi Pastor usai mengikuti PMI?

Sebagai perwira Sapta Marga yang pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara, saya memiliki misi diplomasi pertahanan Republik Indonesia selaku militer aktif membina persahabatan dengan anggota militer negara-negara sahabat, sekaligus menjadikan per jumpaan itu sebagai Air Diplomacy yang tetap membawa martabat bangsa dan TNI dengan memanfaatkan status keikutsertaan de legasi Indonesia dalam pertemuan tersebut sebagai tamu kehormatan dengan kategori VIP yang diberikan oleh Letnan Jenderal Jean Francois Ermeneux selaku Commissaire General PMI.

Prinsip iman Katolik menegaskan, mengedepankan, dan mengupayakan perdamaian dengan cara diplomasi sebagaimana digariskan Ajaran Sosial Gereja Pacem in Terris (Paus Yohanes XXIII, 1963). Kebanggaan semakin terasakan saat Sang Saka Merah Putih dikibarkan di depan Basilika Bunda Ratu Rosari, ikon Kota Lourdes dan di monumen peringatan pahlawan tak dikenal semasa PD II di alun-alun kota. Sebuah misi pastoral yang membanggakan Per Patriam ad Ecclesiam, lewat mengharumkan nama bangsa menghidupkan pang gilan menggereja.

Bagaimana OCI berperan dalam karyanya untuk Indonesia ke depan?

Bangsa Indonesia dalam kurun waktu lima tahun belakangan ini sedang mengalami babak belur akibat penyebaran berita palsu (hoaks). Menurut data, sekitar 45% masyarakat Indonesia percaya dan mengubah mereka menjadi “zombie” yang menumpulkan kemampuan bernalar dengan logika. Hal demikian membuat orang Indonesia tidak mampu bertahan sehingga persepsi mereka dengan gampang termanipulasi. Melihat hal itu, OCI memiliki misi khusus di abad digital ini.

Sejatinya tentara memiliki tugas untuk merekatkan persatuan bangsa sehingga tugas untuk menyatukan ikatan kebangsaan dalam persatuan Indonesia dalam wadah NKRI menjadi tugas tentara yang sekarang mulai dikenal secara profesional di kalangan militer dengan nama operasi non-kinetis. Operasi ini adalah salah satu kegiatan Pusat Pembinaan Mental (Pusbintal) TNI, di mana saya ikut membidani hadirnya implementasi tugas inovatif ini. Secara konkret operasi non-kinetis menitikberatkan pada pembinaan kebangsaan, ideologi Pancasila, tradisi kejuangan, dan pendekatan psikologi pada personil dan keluarga besar TNI/Polri.

Marchella A. Vieba

HIDUP NO.25 2019, 23 Juni 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini