Duduk Bersama Merayakan Cinta Ilahi

204
Karolin Margret Natasa, Ketua Umum Pemuda Katolik.
[Dok.HIDUP]

HIDUPKATOLIK.com – Beberapa imam Katolik berasal dari latar belakang keluarga Muslim. Kehadiran mereka sebagai bentuk partisipasi dalam mewujudkan toleransi.

Indonesia adalah negara yang besar dengan berbagai keragaman baik suku, ras maupun agama. Keragaman tersebut adalah kekayaan Indonesia yang terus dijaga dan dirawat dengan membangun toleransi. Begitu banyak potret toleransi di Indonesia yang menunjukkan bangsa yang adem. Beberapa contoh, Pemuda Ansor yang menjaga Perayaan Natal dan Paskah, Parkiran Masjid Istiqlal yang bisa digunakan saat Natal maupun Paskah.

Memasuki Lebaran, partisipasi ini juga terlihat dengan buka puasa bersama, membagi takjil hingga melakukan kunjungan antar komunitas. Perjumpaan terus menerus ini memberi pesan persaudaraan dan perdamaian tidak hanya ke pelosok negeri tapi keseluruh dunia.

Perayaan Cinta
Pastor Agustinus Heri Wibowo
Komisi HAK KWI

“Komisi Hubungan antar Agama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (HAK KWI) mendorong untuk terus menerus membangun toleransi. Sesama saudara, kita perlu memulainya dengan cara-cara yang sederhana, seperti mengirim ucapan dan mendoakan umat Muslim yang sedang menunaikan ibadah puasa, supaya mendapat pahala berlimpah.

Selain itu, membangun harapan bahwa bulan Ramadhan ini menjadi momentum untuk semakin membangun persaudaraan sejati, terlebih pasca pesta demokrasi. Sehingga, kita semua semakin rukun penuh cinta, sebagai sesama anak bangsa. Kepada umat Muslim saya haturkan selamat menunaikan Ibadah Puasa di bulan suci Ramadhan 1440 Hijriah, semoga mendapat pahala berlimpah. Menjadi warga negara yang rukun penuh cinta di NKRI.”

Warta Kedamaian
Michael Utama Purnama
Usahawan Katolik

“Gereja Katolik selalu menjalin relasi yang baik dengan agama yang lain di Indonesia termasuk Agama Islam. Wajah Islam Indonesia merupakan Islam yang ramah dan selalu menebarkan kedamaian. Itu jauh berbeda dari pandangan kaum ekstrimis. Sangat nyata bahwa tokoh-tokoh besar Islam baik dari Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, maupun Muhammadiyah sering duduk bersama untuk membangun jembatan.

Sebagai kelompok mayoritas, itu sangat baik sehingga tidak menimbulkan kesan silent mayority. Sebaliknya Gereja Katolik juga jangan tertutup menjadi silent minority dan itu terbukti dengan para pastor yang berasal dari keluarga Muslim. Mereka telah mencontohkan Paus Fransiskus yang berangkat ke Semanjung Arab, untuk mewartakan perdamaian ini. Di bulan Ramadhan ini, para pastor yang berasal dari keluarga Muslim punya kesempatan untuk duduk bersama. Kegiatan buka Puasa bersama dilakukan oleh di mana-mana merupakan ruang dialog untuk terus saling memahami.”

Hadiah
Justina Rostiawati
Ketua Predisium Pusat WKRI

“Dibandingkan dengan bulan Puasa di tahun-tahun sebelumnya, Ramadhan tahun ini lebih sepi dari berita tentang perusakan, penutupan rumah makan dan tempat-tempat hiburan. Tindakan perusakan dan penutupan masih tetap ada di sejumlah tempat, tetapi intensitas beritanya tidak seperti sebelumnya. Tahun ini berita lebih soal pesta demokrasi di mana lebih mempertajam perbedaan. Di tengah berita-berita itu, beberapa imam yang ditahbiskan dan berasal dari keluarga Muslim. Bagi saya ini adalah hadiah Gereja kepada umat Muslim yang merayakan Ramadhan.

Pelangi Toleransi
Pastor Mikael Endro Susanto
Pengurus Basolia Kota Bogor

“Sikap toleransi di negara kita ini perlu dijaga dan dirawat karena keunikan negara kita adalah Kebhinnekaan. Toleransi yang baik dan benar adalah bukan kita siap terima persamaan, melainkan bagaimana kita saling menerima perbedaan. Toleransi nyata adalah di bulan puasa ini kita belajar menghargai saudara-saudari kita yang berpuasa.

Rasa ikut bagian dalam memeriahkan hari kemenangan ini bisa diwujudkan dengan ragam kegiatan seperti buka Puasa bersama, bagi takjil, dan sebagainya. Mungkin hal-hal sederhana seperti ini bisa diwujudkan dalam keluarga-keluarga beda agama. Misal, para pastor yang berasal dari keluarga Muslim. Mereka bisa membangun toleransi dengan cara-cara seperti ini. Hal ini semakin meyakinkan kita bahwa toleransi seperti pelangi yang terdiri dari berbagai warna dan selalu menampakkan keindahan.”

Membangun Jembatan
Karolin Margret Natasa
Ketua Umum Pemuda Katolik

“Sejak Indonesia merdeka, bangsa ini telah hidup berdampingan baik suku, ras, dan agama. Maka kita bahu membahu untuk saling menjaga antar kelompok yang satu dengan yang lainnya. Itulah wajah Indonesia yang sesungguhnya. Dengan saling menjaga maka kita akan menjadi bangsa yang besar. Setiap agama memiliki hari besar masing-masing.

Itu adalah kesempatan yang tepat untuk saling menjaga dan menghormati. Penghormatan itu ditujukan dengan hadirnya para pastor dari keluarga kalangan Muslim. Ini sebuah pengalaman yang menggembirakan karena mereka membangun jembatan toleransi secara nyata dalam Gereja kecil yaitu keluarga.”

Toleransi Bersahabat
Eusebius Binsasi
Dirjen Bimas Katolik

“Ramadhan menjadi sebuah perayaan yang ditunggu-tunggu semua umat bukan saja yang beragama Muslim tetapi juga orang Katolik. Sebab pada momen ini orang Muslim mempererat hubungan dengan Allah SWT sementara orang Kristen mengungkapkan relasi dengan penghargaan. Toleransi yang dibangun hendaknya toleransi persahabatan antar keluarga baik yang beragama Muslim dan Katolik atau agama lainnya. Sebab dalam persahabatan kita hanya mengenal saling menghargai.

Willy Matrona/Yusti H. Wuarmanuk

HIDUP NO.23 2019, 9 Juni 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini