HIDUPKATOLIK.com – Di pelosok-pelosok negeri, ada ribuan anak yang tak mendapat akses pada bahan bacaan yang memadai. Dengan menyediakan buku, itu berarti membantu mereka menggapai masa depan yang cerah.
Di masa-masa awal setelah lulus dari Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, masa depan Nila Tanzil sepertinya terlihat cerah. Sebagai lulusan terbaik, ada banyak tawaran karier menggiurkan yang dapat dipilihnya.
Benar saja, setelah bekerja Nila mampu mengumpulkan cukup uang untuk menggapai cita-citanya pendidikannya ke jenjang pascasarjana di Belanda. Lulus dari sana, karier cemerlang sudah menantinya.
Namun, perjumpaannya dengan dunia pendidikan, seketika mengubah jalan hidupnya. Nila tak lagi hanya fokus pada kariernya. Lewat Taman Bacaan Pelangi, ia berjuang menyediakan bahan bacaan bagi anak-anak di pelosok-pelosok Indonesia. Dalam relung-relung cerita hidupnya, ia selalu ingat nasehat sang ayah. “Papi bilang lebih baik jadi perempuan tak berparas cantik asal pandai, daripada sebaliknya. Harta bisa habis, tapi kalau kamu pintar, kamu akan dengan mudah membangun semuanya kembali,” ujarnya.
Literasi Anak
Pada awal 2009, Nila melakukan perjalanan ke Laos. Ia mampir di sebuah sekolah di balik kuil kecil di Kota Luang Prabang. Atas tawaran sekolah itu, Nila sempat tinggal selama dua minggu untuk mengajar bahasa Inggris. Di tahun yang sama, ia juga mengunjungi sekolah di Myanmar. Setelah bertanya kepada seorang guru apa yang dibutuhkan anak-anak di sekolah itu, Nila bergegas ke pasar dan membeli banyak pensil.
Kali lain di Kamboja, di meja kasir sebuah restoran, Nila melihat ada batu bata yang dipajang. Petugas kasir itu menjelaskan, mereka sedang mengumpulkan donasi untuk membangun sekolah. Nama-nama donatur kelak akan diukir pada batu bata. Pengalaman pengalaman dalam perjalanannya menggugah hatinya. Dalam hatinya, ia juga ingin melakukan sesuatu yang berarti dalam bidang pendidikan.
Tak lama setelah perjalanan itu, sebuah lembaga sosial tempat Nila bekerja menugaskannya ke Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Di sana, Nila melihat anak-anak menyusuri sungai untuk pergi ke sekolah yang ditempuh dua jam lamanya. Modal mereka hanya buku dan pensil yang ditaruh dalam kantong plastik. Tak jarang, mereka harus mendaki gunung tanpa alas kaki untuk tiba di sekolah.
Nila mendapati, anak-anak ini tidak mempunyai akses buku. Perpustakaan sekolah tidak menyediakan buku-buku yang menarik, kebanyakan hanya buku pelajaran. Tantangan ini membuat ia ingin menyediakan buku bacaan anak bagi mereka. “Saat itu pula, langsung timbul keinginan untuk berbuat sesuatu. Saya ingin mereka menjadi suka membaca, karena buku dapat menginspirasi mereka untuk berani bermimpi besar,” tutur Nila.
Perhatiannya untuk literasi bagi anak-anak ini tak tanggung-tanggung. Ia mendirikan Taman Bacaan Pelangi di Roe, kampung kecil di Flores Barat. Perpustakaan pertama itu dibuka di rumah seorang warga yang memiliki pekarangan luas pada November 2019. Nila membawa lebih dari 200 buku yang terdiri atas komik, komik sains, ensiklopedia anak, cerita rakyat, dan beragam dongeng. “Anak-anak di sana senang sekali. Begitu hari pertama dibuka, semua anak datang dan ketika melihat buku-buku yang ada di rak buku, mata mereka langsung berbinar-binar,” kenangnya.
Nila semakin ingin serius menggarap proyek sosialnya ini. Ia bahkan rela meninggalkan kariernya. Dengan dukungan dari relawan dan donatur dari berbagai belahan dunia, LSM, serta perusahaan yang kredibel, Taman Bacaan Pelangi pun kian berkembang.
Ratusan Perpustakaan
Tahun 2013, Taman Bacaan Pelangi telah terdaftar secara resmi sebagai sebuah yayasan dengan nama “Yayasan Pelangi Impian Bangsa”. Hingga saat ini, Taman Bacaan Pelangi telah mendirikan 112 perpustakaan anak-anak yang tersebar di desa-desa di 18 pulau yang termasuk dalam wilayah Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Kurang lebih 1.250-3.000 buku tersedia di setiap perpustakaan.
“Untuk menumbuhkan minat baca, anak harus distimulasi dengan berbagai cara, salah satunya dengan penyediaan buku bacaan yang sesuai, menarik; banyak gambar, warna, dan ilustrasinya,” kata Nila. Hingga kini, berbagai macam bantuan datang dari relasinya.
Nila mengatakan berdasarkan pantauan tim support monitoring Taman Bacaan Pelangi, kebiasaan membaca anak-anak benar meningkat. Jumlah buku yang dipinjam kian banyak dari waktu ke waktu. Kosakata anak lebih kaya. Wawasan pun lebih luas. Dampak paling nyata dari kehadiran perpustakaan tersebut, menurut Nila, antara lain kemampuan bahasa Indonesia anak meningkat, serta kemampuan dalam mengarang juga ikut membaik. “Cita-cita anak juga berubah, kalau dulu mungkin hanya punya cita-cita jadi guru atau pemuka agama, sekarang bermacam-macam. Ini menunjukkan buku memang memperluas cakrawala anak.”
Menjaga nyala Yayasan Pelangi Impian Bangsa, diakui Nila tidak mudah. Awalnya, perpustakaan-perpustakaan diadakan di rumah penduduk atau rumah adat. Akan tetapi, sejak 2014 yayasan memilih membangunnya di sekolah demi keberlanjutan. Menurut Nila, mendirikan perpustakaan itu mudah tetapi menjaganya agar tetap berkelanjutan adalah tantangan. Untuk niat ini, ia menjalin kerja sama dengan dinas pendidikan daerah agar kegiatan membaca di perpustakaan masuk dalam kurikulum.
“Supaya sustained, kami juga memberi pelatihan kepada para kepala sekolah, guru, dan pustakawan tentang sistem pengelolaan perpustakaan yang mampu menumbuhkan minat baca anak. Kami juga mengadvokasi ke kepala-kepala dinas (pendidikan) untuk mengadakan mata pelajaran Keperpustakaan di sekolah yang memiliki Taman Bacaan Pelangi. Pelajaran ini diberikan setiap satu jam setiap minggunya,” kata Nila.
Rupanya melakoni pekerjaan ini, membuat Nila merasa menemukan passion-nya, yaitu mengedukasi anak-anak Indonesia agar suka membaca dan mendapatkan inspirasi dari buku-buku yang dibacanya. Ia tak menyesal meninggalkan rutinitasnya dulu.
Ada satu hal yang selalu Nila cari saat dirinya membuka perpustakaan di daerah baru, yaitu semangat dan antusiasme anak-anak yang melihat buku sebagai benda mewah. Bagi Nila, kegembiraan anak-anak saat membaca buku bacaan menjadi pendorongnya untuk meninggalkan dunia koorporasi dan memfokuskan diri pada pendirian perpustakaan ramah anak di pelosok Indonesia Timur. Ia mengakui setiap kali melihat anak-anak membaca buku, seperti ada satu kebahagiaan di mata mereka.
Campur Tangan Tuhan
Sejak lama, Nila mencintai perjalanan dan selalu ingin melakukan sesuatu di bidang edukasi. Ia lantas menggabungkan keduanya. Pada 2013, ia menggagas “Travel Sparks”, agen perjalanan yang memadukan kegiatan wisata dengan kesempatan menjadi relawan di Taman Bacaan Pelangi.
Lewat agen perjalanan itu, wisatawan dapat berbagi dengan mendongeng atau bercerita tentang tempat asal mereka sambil menunjukkannya di peta. Biasanya, Nila juga meminta para wisatawan membawa foto-foto dari negara mereka untuk diperlihatkan kepada anak-anak. Kegiatan wisata yang ditawarkan Travel Sparks disesuaikan dengan preferensi wisatawan. “Untuk menghidupkan ekonomi lokal, saya selalu bekerja sama dengan warga setempat dalam penyediaan jasa, baik transportasi, akomodasi, atau pemandu wisata. Saya ingin mereka mendapatkan penghasilan lebih agar mereka bisa menyekolahkan anak-anak mereka dan membeli kebutuhan sekolahnya,” ujar Nila.
Inisiatif Nila menuai pengakuan oleh banyak pihak. Banyak penghargaan yang ia raih berkat karyanya. Baginya, apa yang telah ia wujudkan adalah terutama karena keberanian bermimpi dan kekuatan doa. “Nenek saya mengajarkan, jika menginginkan sesuatu, sewaktu berdoa, kita harus membayangkannya juga. Jadi, itulah yang saya lakukan,” ungkap umat Paroki Kristus Raja Pejompongan Jakarta ini.
Nila Tanzil
Lahir : Jakarta, 29 April 1976
Suami : Zack Petersen
Anak : Sienna Tanzil Petersen
Pendidikan :
– European Communication Studies, Universiteit van Amsterdam, Belanda (lulus 2004)
– Hubungan Internasional, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung (lulus 1998)
Penghargaan :
– Globe Asia’s 99 Most Inspiring Women 2019, Globe Asia
– 10 EY Entrepreneur of the Year 2016, Ernst Young
– 10 Iconic Women 2016, Senayan City
– 10 Inspiring Women 2015, Forbes Indonesia
– Sosok Merdeka 2014, Kapanlagi Network
– Nugra Jasadarma Pustaloka 2013, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
– Kartini Next Generation Award 2013: Inspiring Woman in ICT for Community Development, Kementerian Komunikasi dan Informatika
– Indonesia’s Inspiring Youth Women 2012 Award, Indosat
Fr Benediktus Yogie Wandono, SCJ
HIDUP NO.21 2019, 26 Mei 2019