Matteo Pio Colella : Jangan Takut, Kamu Akan Sembuh

1346
Matteo Pio Colella.
[diregiovani.it]

HIDUPKATOLIK.com – Bocah tujuh tahun itu terserang penyakit mematikan. Tak ada harapan hidup baginya. Tiba-tiba, mukjizat datang.

Kini, bocah itu telah berusia 27 tahun. Namanya Matteo Pio Colella. Nama “Pio” ia sematkan sebagai kenangan akan mukjizat yang diterima atas perantaraan doa Padre Pio atau Santo Pio Pietrelcina.

Saat ini, Colella sedang menjalani serangkaian syuting untuk film dokumenter bertajuk El Misterio del Padre Pío. Kesaksian Colella menjadi salah satu “aktor” penting dalam film yang digarap oleh José María Zavala. Bahkan, seluruh kru film mesti menyambangi Colella yang kini bermukim di Madrid, Spanyol.

“Awalnya, aku merasa tidak enak badan,” cerita Colella. “Aku pun minta izin kepada ibu, agar aku tidak sekolah hari itu. Malam harinya, ketika ibu menghampiriku untuk mengucapkan selamat malam, aku sudah tidak mengenali wajah ibuku. Ibuku khawatir sekali, dan segera membawaku ke rumah sakit,” papar Colella seperti dikutip dari catholicnewsagency.com, akhir tahun lalu.

Ziarah Derita
Kamis yang menggigil di Italia. Tahun 2000 baru berjalan 20 hari. Hari itu, Colella memulai peziarahan derita. Sekarang pukul 20:30 waktu Italia. Ibunda Colella, Maria Lucia, baru saja tiba di rumah. Ia mendapati anaknya demam tinggi. Ia mengira, itu gejala flu biasa; mudah diobati.

Malam kian kelam. Demam Colella tak kunjung reda. Ketika Maria Lucia hendak mengucapkan selamat malam, tatapan mata Colella kosong. Maria Lucia panik. Ayah Colella, Antonio, mencoba menenangkan suasana. Ia memanggil temannya, seorang dokter anak.

Tapi, Maria Lucia masih panik, seolah bahaya sedang mengancam nyawa Colella. Ia mendekati Colella dan memberikan ciuman di leher kiri. Ia menurunkan kerah piyama kecil yang dikenakan Colella. Ada tanda seperti memar berwarna ungu kemerahan di leher Colella. “Itu seperti pendarahan!” ujar Maria Lucia.

Maria Lucia dan suami segera melarikan Colella ke rumah sakit. Lima belas menit berlalu. Sekarang sudah pukul 21:00. Maria Lucia merasakan ada sesuatu yang buruk sedang terjadi. Tanda seperti memar di leher Colella kian meluas dengan cepat. Mata Antonio dan tim dokter tak bisa menyembunyikan kekhawatiran yang mendalam.

Colella masih sadar. Ia haus. Setelah minum, Colella menatap sang ayah, dan berkata, “Ayah, saat besar nanti, saya ingin menjadi orang kaya, sehingga saya bisa memberikan semuanya kepada orang miskin.” Sang ayah hanya bisa menitikan air mata.

Colella dibawa ke ruang perawatan intensif. Maria Lucia menatap sang putra dengan mata putus asa. Ia tak tega tubuh mungil Colella tersiksa oleh derita sakit. Malam itu berlalu perlahan. Maria Lucia dan suaminya tetap setia berjaga. Hati mereka gundah menanti kabar dari tim dokter.

Hari itu, Colella divonis mengidap meningitis fulminan akut, yang disebabkan oleh bakteri. Penyakit itu telah menjalar hingga ke ginjal dan saluran pernapasan. Bahkan, tim dokter dari Casa Sollievo della Sofferenza menyatakan bahwa darahnya bisa segera membeku. Casa Sollievo della Sofferenza adalah rumah sakit yang didirikan Padre Pio di dekat biaranya di San Giovanni Rotondo, Italia.

Mimpi Padre Pio
Hari berikutnya, Colella mengalami koma. Kondisi kesehatannya menurun secara drastis. Tim dokter sudah mulai angkat tangan. Hidupnya tinggal menghitung hari. Dokter mengatakan, dalam beberapa hari nyawa Colella berada di ujung tanduk.

Sang bunda, Maria Lucia takut bukan kepalang. Ia bingung dengan kenyataan di depan matanya. Dalam kekalutan, ia menumpahkan doa di makam Padre Pio, yang tak jauh dari rumah sakit. Melalui perantaraan Padre Pio, Maria Lucia mohon agar Yesus menyembuhkan putranya.

“Doa adalah senjata yang kuat, kunci yang membuka hati Tuhan,” ucap Colella mengutip pesan Padre Pio. Doa pula yang membuahkan harapan di mata ibundanya. Ibunya terus berdoa memohon belas kasih Allah demi kesehatan Colella.

Hari-hari sang bunda diisi dengan doa di makam Padre Pio. Sementara sang ayah menjagai Colella yang kian tak berdaya sembari terus memilin bulir-bulir Rosario.

Ternyata, segendang sepenarian. Ketika sang bunda dan ayah berdoa melalui perantaraan Padre Pio, siswa kelas dua Sekolah Francesco Forgione ini juga bersua Padre Pio dalam mimpi. “Selama tak sadarkan diri,” Colella bercerita, “Aku melihat Padre Pio dalam mimpi. Dia di sebelah kananku, sementara ada tiga malaikat di sebelah kiriku. Satu malaikat bersayap emas, dan dua lainnya bersayap putih. Padre Pio berkata, ‘Jangan takut, karena kamu akan segera sembuh’.”

Tapi dari mata medis, Colella tak bakal selamat. Diagnosa medis mengatakan bahwa organ-organ utamanya akan segera hancur, seperti sistem saraf, hati, darah, kulit, sistem kardiovaskular, pernapasan, pencernaan, endokrin, dan urin. Tak ada lagi harapan hidup bagi Colella. Ia masih koma.

Namun, kondisi berbalik. Setelah melalui berbagai upaya medis, kesehatan Colella justru menunjukkan harapan. Puncaknya pada Minggu, 6 Februari 2000, secara mengejutkan Colella siuman dari koma. “Saya bangkit seperti Lazarus,” ujarnya.

Tim dokter pun terkejut, lantaran kondisi Colella di luar prediksi medis. Jantungnya yang tak berdetak beberapa hari dan edema paru akut tidak menimbulkan cedera permanen apapun. Hal ini sungguh bertentangan dengan analisa tim medis.

Colella pun dipindahkan ke ruang perawatan biasa. “Bahkan saya diizinkan menonton televisi dan membawa mainan Play Station. Mungkin saya pasien pertama yang diizinkan bermain Play Station di rumah sakit itu,” tuturnya diiiringi tawa. “Tak hanya itu, para dokter yang merawat pun saya tantangan bermain Play Station,” imbuhnya.

Setelah sebulan lebih berbaring di ranjang pesakitan, Colella diizinkan pulang ke rumah, pada 26 Februari 2000. Satu bulan berikutnya, ia menjalani terapi. Setelah itu, ia sudah bisa berangkat sekolah dan beraktivitas seperti biasa.

Ibunda dan sang ayah amat bersukacita melihat kondisi Colella yang kian sehat. Beberapa koleganya mengatakan bahwa Colella mengalami mukjizat berkat perantaraan doa Padre Pio. Dan memang benar, kesembuhan Colella dinyatakan tak bisa dijelaskan secara ilmiah.

Mukjizat kesembuhan yang dialami Colella itu menjadi jalan lapang bagi Padre Pio masuk dalam jajaran para santo. Dua tahun berselang, Vatikan mengesahkan dekrit mukjizat tersebut. Imam Ordo Saudara Dina Kapusin ini pun dikanonisasi pada 16 Juni 2002 oleh Paus Yohanes Paulus II.“Saya sangat berterima kasih atas doa dari Santo Pio. Dia seorang yang suci. Bagi saya, Santo Pio adalah seorang kakek, tempat saya mencurahkan pikiran dan perasaan dalam doa,” ucap Colella.

Motor Devosi
Meski telah dinyatakan sebagai mukjizat, namun masih banyak orang yang tak percaya dengan mukjizat kesembuhan Colella. “Bagi sains, kesembuhan saya memang tak bisa dijelaskan, tetapi ada penjelasan lain yang tidak bisa kita pahami,” tegasnya.

Sebagai ungkapan syukur, Colella selalu berbagi kisah mukjizat kesembuhannya kepada banyak orang. Ia juga menjadi motor penggerak devosi kepada Santo Pio, lantaran ziarah deritanya telah berakhir bahagia.

Y. Prayogo

HIDUP NO.21 2019, 26 Mei 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini