Pastoral Lain di Tengah Umat

336

Niat itu ternyata tak butuh waktu lama untuk benar-benar terwujud. Inisiatif mendirikan taman baca ini menuai perhatian. Bantuan buku berdatangan dari dalam dan luar Pulau Flores. Saat ini, hampir 99 persen buku yang ada berasal dari para donatur.

Meski berdiri di desa, komposisi kepengurusan Kompak Le Nuk dibuat serius. Ini menjadi bukti keseriusan Pater Wilfrid dan para tokoh di desa untuk menggarap proyek sosial ini. Mantapnya niat ini salah satunya karena pemanfaatnya jelas. “Fokus kita adalah anak-anak sekolah mulai PAUD hingga SMA,” ujar Pater Wilfrid.

Setelah dibuka, Kompak Le Nuk langsung diserbu anak-anak. Setiap sore, anak-anak “menyerbu” Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kompak Le Nuk. Pastor Wilfrid mengatakan, kegemaran dan minat baca anak-anak di desa ini betul muncul ketika ada fasilitasnya.

Mengubah Mindset
Irama hidup anak-anak di kampung mengikuti irama alam. Sore hari waktu mereka lebih longgar. Setelah membantu orangtua, mereka datang ke taman baca. Khusus hari Minggu, taman baca ini menjadi lebih ramai dan buka sejak pagi. Yang datang bukan hanya anak-anak tetapi juga orang dewasa dari kampung tetangga yang selesai mengikuti Misa di gereja paroki yang sama.

Pada Hari Pendidikan Nasional tahun 2017 lalu, Pater Wilfrid menjadi salah satu pegiat literasi inspiratif yang mendapat undangan dari Presiden Joko Widodo untuk sharing literasi di daerah pinggiran. Salah satu poin yang dihasilkan dari pertemuan itu adalah adanya gerakan kirim buku gratis melalui Pos Indonesia setiap tanggal 17.

Kompak Le Nuk menjadi salah satu TBM yang tercantum sebagai penerima donasi buku. Dengan begitu, koleksi bacaan di Kompak Le Nuk kini mencapai sekitar 4000 eksemplar.

Memasuki tahun keempatnya, Kompak Le Nuk telah menginisiasi dan berbagi literasi. Sebanyak 26 simpul literasi lahir berkat inisiatif Kompak Le Nuk yang tersebar di lima kabupaten lain di Pulau Flores dan Pulau Sumba. Simpul-simpul literasi ini kemudian dibuat berbasis paroki, desa, dan sekolah demi mendukung gerakan literasi sekolah. Pastor Wilfrid menjelaskan, biasanya, paroki atau desa yang menginginkan kehadiran Le Nuk, membuat surat permohonan. “Biasanya saya minta sertakan siapa calon pengurusnya, sehingga ada yang mendampingi. Jangan sampai buku-buku itu mubazir, hanya ditumpuk begitu saja,” kata Pater Wilfrid.

Hingga saat ini, para pengurus taman-taman baca Kompak Le Nuk adalah sukarelawan, tanpa imbalan apapun. Mereka adalah warga desa setempat yang mempunyai kepedulian sama dengan Pater Wilfrid. Ia ingin membaca dapat menjadi budaya masyarakat, yang selama ini ia sebut lebih lekat dengan tradisi lisan. Meskipun bisa dikatakan sebagai budaya baru bagi masyarakat di kampung, tetapi Pater Wilfrid berpikir, ketika ini ditawarkan sejak kecil, bukan tidak mungkin kelak menjadi budaya untuk seluruh masyarakat.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini