HIDUPKATOLIK.com – Merangkai bunga untuk perayaan Ekaristi di Gereja tidak bisa dilakukan sembarangan. Untuk menentukan jenis dan warna bunga, seseorang harus mengerti kalender liturgi. Hal ini diyakini salah satunya oleh Lidia. Umat Paroki Bunda Maria Cirebon ini meyakini, tanpa mengikuti panduan ini, maka sebuah rangkaian bunga kurang mampu mengungkapkan makna liturgi yang dirayakan.
Lidia menuturkan, pada masa Prapaskah, ia memajang altar hanya dengan tanaman di pot. Pada Minggu Palma, semua hiasan dari daun Palem. Pada Jumat Agung, tak ada bunga, tapi ranting yang kering. Kamis Putih semua berwarna putih bersih. Pilihan-pilihan semacam ini ingin mengungkapkan arti sesuai dengan liturgi yang dirayakan.
Kelahiran Cirebon 15 Oktober 1973 ini telah menjadi perangkai bunga altar di Gereja Bunda Maria Cirebon sejak tahun 1996. Setiap kali merangkai bunga, ia berusaha agar rangkaiannya selalu berbeda tiap minggu. Untuk itu, ia dan kawan-kawan selalu belajar, berdiskusi, dan ikut kursus. Ini ia lakukan untuk menciptakan suasana altar yang indah. “Suasana altar harus menarik, nyaman dipandang, agar memudahkan untuk berdoa,” begitu ungkapnya.
Yohanes Muryadi
HIDUP NO.20 2019, 19 Mei 2019