Paroki Santo Andreas Kedoya : Cara Hidup Murah Hati

512
Patung St Andreas di kompleks Gereja Paroki Kedoya.
[HIDUP Felicia Permata Hanggu]

HIDUPKATOLIK.com – Murah hati telah menjadi keutaman hidup orang Kristen. Tetapi, paroki ini secara khusus memilih menjadi kan nya sebagai cara hidup, bukan hanya aksi spontan semata.

Jantung seorang bapak berdebar kencang. Ia harus mengambil keputusan besar di dalam hidupnya: memilih perusahaan atau gereja. Umat Paroki Santo Andreas Kedoya ini terpanggil untuk memberikan bantuan atas pembangunan Gereja. Ia baru saja membangun usahanya. Hanya sejumlah uang yang ada di tangannya dan itu digunakan untuk membayar gaji karyawan. Di dalam kekalutan ia berdoa kepada Tuhan, “Tuhan, ini uang sebetulnya untuk mengaji karyawan, tapi saya ingin sekali ikut berpartisipasi pada pembangunan rumahmu dan saya serahkan ini semua. Perusahaan ini milikmu, saya percaya Engkau akan menjaga perusahaan itu untuk kemudian bisa tetap hidup.”

Sesudah itu, ia menyerahkannya kepada pastor paroki. Selang beberapa hari, suatu proyek baru tiba. Proyek itu membawa keuntungan besar pada perusahaan. Uang yang tadinya diserahkan untuk pembangunan gereja, kini telah kembali lebih dari dua kali lipat.

Itulah kisah kecil yang dibagikan oleh Pastor Paroki Kedoya, Celcius Mayabunbun MSC. Kisah ini menceritakan bagaimana Paroki Kedoya memiliki panggilan untuk mewartakan secara khusus semangat memiliki cara hidup murah hati kepada umatnya. Hal ini semakin tampak ketika memasuki halaman depan di mana patung St Andreas berdiri gagah dengan monumen bertuliskan, “Kamu harus memberi mereka makan” (Luk 9:13). Spiritualitas murah hati ini yang terus menerus digaungkan sebab rezeki adalah pemberian Tuhan. Ibarat hak, rezeki adalah hak pribadi untuk digunakan sekaligus mengandung sebagian hak orang lain yang perlu diberikan. Oleh karena itu, umat selalu diingatkan untuk memberi dengan sukacita.

Simbol lima roti dan dua ikan yang menghiasi halaman paroki juga turut mengingatkan bahwa jangan takut untuk memberi karena semua akan dicukupkan. Memberi tidak hanya melalu materi, tetapi dengan membagi pengetahuan, ketrampilan, waktu, dan telinga untuk mendengar, dan mulut untuk membagikan nasihat dan semangat. “Tidak ada satu pun yang akan berkurang ketika kita rela untuk berbagi dengan tulus. Umat diharap tidak hanya punya misi kebaikan tetapi dijadikan sebagai suatu cara hidup bermurah hati,” tutur Pastor Celcius.

Oleh karena itu, Paroki Kedoya sedang mengembangkan semangat yang tidak hanya berusaha memberikan ikan, tetapi juga kail. Upaya itu diterapkan dengan menggerakan seluruh umat dengan memberikan tanggung jawab kepada Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) bekerjasama dengan Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) cabang Kedoya untuk memberikan pelatihan membuat kue. Pelatihan ini tidak hanya dirancang untuk umat sendiri tetapi juga menjangkau masyarakat luas yang tidak mampu. Selain diberikan pelatih yang mumpuni, mereka juga dibantu untuk memasarkan produk hasil pelatihannya baik dengan memberikan tempat untuk berjualan dan memberikan jaringan penjualan. “Program ini dibuat sedemikian rupa sampai mereka bisa mendapatkan penghasilan dari usaha itu. Kita berharap sesudah itu mereka bisa mandiri,” ungkap pastor yang sudah melayani sejak 2015 ini.

Tidak hanya berhenti disitu, bagian dari semangat murah hati ini tercermin dari gereja yang selalu ingin terbuka untuk umat paroki manapun yang mau datang mencari dana. Hampir seluruh paroki di tiap keuskupan yang ada di Indonesia telah datang dan merasakan kesempatan mencari dana di paroki ini. Bahkan sebelum Keuskupan Agung Jakarta (KAJ ) menerapkan aturan hanya diperbolehkan mencari dana enam bulan saja, Paroki Kedoya telah membuka pintunya sepanjang tahun bagi mereka yang membutuhkan.

Pada minggu tertentu, paroki membuka kesempatan kepada siapa saja yang ingin menjual hasil pertanian mereka. Demi menunjang aksi semangat murah hati ini, pastor paroki mendorong untuk berkomitmen dalam hidup doa. Salah satunya menerapkan adorasi jam kudus pada hari Kamis menjelang Jumat Pertama di mana renungan tentang murah hati terus diingatkan. “Hidup doa dan Perayaan Ekaristi harus menjadi sesuatu cara yang dihidupi karena dari sinilah mengalir segala sesuatu yang baik yang kemudian bisa menjadi cara hidup,” pungkasnya.

Felicia Permata Hanggu

HIDUP NO.20 2019, 19 Mei 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini