Lima tahun sudah Gunawan menggeluti urban farming. Produksinya tidak mengecewakan, namun ia mengakui belum banyak untung yang bisa ia raup. “Untung memang tak seberapa tapi setidaknya bisa menutupi ongkos-ongkos produksi dan gaji pegawai bisa kita bayar.”
Gunawan memiliki tiga pegawai di kebunnya. Sekali penjualan, kuantitasnya mencapai sekitar 500 sampai 600 Kg. Ia mengatakan, keunggulan berkebun hidroponik adalah panennya bisa diatur kapan saja. “Mau setiap hari, ya setiap hari kita semai, cukup menyesuaikan dengan lubang yang ada. Beda dengan organik.”
Saat ini, Gunawan mengunjungi kebunnya dua kali seminggu. Ia yakin urban farming memiliki masa depan yang cerah. Mengutip penelitian Mckensey, Gunawan menyebutkan pada tahun 2030, 60 persen populasi dunia akan tinggal di wilayah perkotaan. “Tanah akan semakin sulit akibatnya akan semakin susah dalam memenuhi kebutuhan makanan,” ujarnya. Ia mengatakan urban farming adalah usaha yang bisa dilakukan di perkotaan dengan transportasi yang tidak terlalu mahal. Berkebun sayur secara hidroponik juga tidak menghamburkan air, karena instalasi air berputar dengan sirkulasi yang dirancang sangat memaksimalkan kegunaan air.
Ilmu hidroponik yang dimiliki Gunawan, baik dari pengalamannya maupun hasil belajar dari orang lain, tidak ia simpan sendiri. Ilmunya ia sebarluaskan dengan memberikan pelatihan terkait urban farming ke beberapa komunitas. Dengan membagikan ilmu yang ia miliki, ia berharap lebih banyak orang terutama di wilayah perkotaan yang mau mencoba urban farming yang akhirnya akan menghijaukan bumi.
Gunawan kini lebih suka menyebut dirinya sebagai urban farmer meski tanpa pendidikan khusus yang amat serius. Semua yang kini ia lakukan berangkat dari minat, kemauan keras, dan pantang menyerah.
Gunawan Antono
• Lahir : Jakarta, 14 Juni 1955
• Istri : Luna Mariyunani
• Anak-Anak : Shirley Antono, Juan Antono, Teddy Antono
Pendidikan :
• SD Regina Pacis Jakarta (lulus 1985)
• SMP Regina Pacis Jakarta (lulus 1988)
• SMA Kolese Kanisius Jakarta (lulus 1971)
• Sarjana Teknik Mesin, Institut Teknologi Bandung (lulus 1977)
Hermina Wulohering
HIDUP NO.20 2019, 19 Mei 2019