HIDUPKATOLIK.com – Sebuah panggilan telepon dari Negeri Jiran amat mengejutkan Gabriel. Padahal mereka belum lama berbagi kabar lewat WhatsApp.
Pasangan suami-istri (pasutri) Gabriel Chanfarry Hadylaw dan Barbara Dwi Guntari tak bisa melupakan kenangan bersama Bapa Suci Yohanes Paulus II. Pada Oktober 1989, Paus asal Polandia itu datang ke Indonesia. Paus sempat merayakan Misa di Gelora Senayan (kini, Gelora Bung Karno), Jakarta Pusat. Gabriel dan Guntari hadir di sana bersama ribuan umat.
Menurut Guntari, banyak umat yang hadir membawa benda-benda rohani, seperti rosario, kalung salib, dan sebagainya. Mereka ingin benda-benda rohani tersebut diberkati oleh penerus takhta St Petrus. Saat itu, kata Guntari melanjutkan, dirinya dan sang suami sama sekali tak membawa benda-benda rohani.
Tiba-tiba, pasutri yang baru sekitar 15 bulan menikah itu mendapat ide. Guntari yang saat itu sedang hamil muda, langsung memegang rahimnya. Ia dan suami memohon berkat kepada Tuhan lewat tangan imam-Nya, Paus Yohanes Paulus II. “Karena kami tak membawa apa-apa (benda rohani) untuk diberkati (Paus), ya sudah kami meminta berkat untuk anak yang masih di dalam kandungan,” ujar Guntari saat ditemui di kediamannya, di Jakarta Barat, Kamis, 2/5.
Bayi Tabung
Gabriel dan Guntari mengaku sempat merasa gelisah karena tak kunjung mendapat momongan. Doa-doa yang mereka rapalkan seakan tak dikabulkan Tuhan. Pasutri ini juga sempat berkonsultasi kepada dokter kandungan. Dokter justru menyarankan agar mereka mengikuti program bayi tabung.
Anjuran tersebut tak mereka realisasikan. Sebab, selang beberapa waktu kemudian, Guntari berbadan dua. Gabriel dan sang istri gembira dengan peristiwa tersebut. Setelah lama menanti, Tuhan mengabulkan doa-doa mereka. Sukacita itu kian bertambah ketika Paus Yohanes Paulus II memberkati calon anak sulung mereka usai Misa.
Gabriel dan Guntari yakin, berkat Yohanes Paulus II, turut membantu persalinan putra sulung mereka, Ignatius Chandra Raditya. Chandra, panggilannya, lahir di RS Elisabet Semarang, Jawa Tengah, 7 April 1980.
Tak hanya memiliki tubuh yang sehat, Chandra juga peduli dengan keadaan sesama di sekitarnya. Keutamaan itu menurut Guntari terlihat sejak kecil. Ketika melihat ada teman yang tak memiliki sepatu, ia memberikan sepatunya. Padahal, sepatu tersebut adalah pemberian saudaranya.
Sang adik, Julius Chandra Baskara, juga mengakui, kakak pertamanya itu amat perhatian kepada kedua adiknya. “Ia selalu menanyakan kepada adik-adiknya sudah makan atau belum; apakah uang mereka masih cukup atau tidak?,” ungkap Julius. “Bahkan, dialah yang menjemput dan mengantar saya ke asrama,” tambahnya.
Tsunami Iman
Sabtu, 1 April 2015, sekitar pukul 19.00 WIB, telepon genggam Gabriel berdering. Panggilan itu dari anak keduanya, Margaretha Chandra Mentari, yang berdomisili di Malaysia. “Pa, sudah dapat kabar? Mas Chandra pass away,” kenang Gabriel, mengulang kabar duka yang diterima dari putrinya itu.
Gabriel hening sesaat. Sempat ada rasa tak percaya dengan musibah yang merundung keluarganya. Bukan karena meragukan berita yang disampaikan putrinya, tapi karena tak menyangka kejadian itu berlangsung cepat. Sebab, ia dan Chandra belum lama bertukar kabar lewat WhatsApp. “Tuhan yang memberi, Tuhan pula yang mengambil,” ungkap Gabriel, singkat, begitu menerima kabar duka dari putrinya.
Chandra meninggal karena kecelakaan. Motor yang dikendarainya menabrak pembatas jalan di sekitar wilayah Susur Masuk R & R Perasing Lebuh Raya, Pantai Timur Fasa 2, Terengganu, Malaysia. “Motor tak ada yang rusak. Ia hanya lecet kecil di kaki. Tapi, karena benturan itu langsung mengenai batang otak, Mas Chandra langsung meninggal,” ujar Gabriel.
Bagi Gabriel, peristiwa yang dialami keluarganya kala itu seperti tsunami iman. Ia tak menyangka Tuhan mengambil putra sulungnya yang amat perhatian kepada keluarga. Gabriel juga tak mengira, Tuhan justru mengambil anaknya yang belum lama lulus kuliah pun sedang menanjak.
Menurut Gabriel, pada Jumat malam, sehari sebelum kejadian, putranya berhasil melampaui target penjualan produk. Lulusan UCSI University Kuala Lumpur, Malaysia itu meraih 400 ribu US Dollar dalam menjual produk Microsoft.
Guntari tak bisa menahan kesedihan teramat dalam atas kepergian putranya. Kelopak matanya basah oleh air mata begitu mendengar kabar duka itu. Air mata itu terus mengiringi langkahnya mulai dari menjemput jenazah si sulung di Malaysia hingga mengantar ke rumah keabadian. “Saya sempat marah kepada Tuhan. Mengapa Dia mengambil anak saya? Apakah saya kurang berdoa kepada-Nya selama ini?,” tanya Guntari, retoris.
Guntari juga menceritakan, sebetulnya Chandra sudah berencana kembali ke Indonesia jelang ulang tahunnya. Selain ingin merayakan ulang tahun bersama orangtua, Chandra hendak mengurus surat izin mengemudi internasional. Rencana Chandra untuk pulang ke Indonesia terwujud. Namun dalam kondisi tubuh yang telah dingin. Ia kembali ke Tanah Air untuk selamanya.
Menghidupi Keutamaan
Tiba di Malaysia, Gabriel dan Guntari melihat tubuh anak sulungnya disemayamkan di Gereja St Ignatius. Banyak umat melayat dan mendoakannya. Selain itu, segala kebutuhan Gabriel dan Guntari selama di Negeri Jiran juga terakomodir secara amat baik. Teman-teman Chandra, kata Gabriel, memperhatikan mereka selama di sana. Ada teman Chandra datang kepada Gabriel. Orang itu mengatakan, Chandra telah membantunya sehingga mendapatkan pekerjaan. Chandra menolak, ketika ia hendak membalas budi kepadanya. “Sekarang, izinkan kami membalas kebaikannya,” ujar Gabriel, mengutip pernyataan seorang teman Chandra.
Proses pemulangan jenazah Chandra berlangsung lancar. Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia banyak membantu. Selain itu kebaikan juga mereka rasakan dari umat lingkungan. Selama Gabriel dan Guntari di Malaysia, umat mempersiapkan segala keperluan di rumah. Mereka juga bersyukur untuk dukungan keluarga, terutama Pastor B. Hari Susanto –Pastor Mabes TNI AU, Stasi Santo Agustinus Halim Perdana kusuma, Keuskupan Agung Jakarta. Pastor Hari selalu ada dan menguatkan mereka saat menghadapi “tsunami” iman seperti ini.
Chandra memang telah tiada. Namun, bagi Gabriel, keutamaan yang dimilikinya, seperti perhatian terhadap sesama tetap hidup di hati keluarga dan orang-orang terdekatnya. Keutamaan itulah yang hendak diwariskan oleh Gabriel dan Guntari melalui Ignatian Chandra Foundation. Mereka berencana untuk memperhatikan dan membantu pendidikan anak-anak tak mampu. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, dan Tuhan memiliki rencana di balik tiap peristiwa.
Yanuari Marwanto
HIDUP NO.20 2019, 19 Mei 2019