Penggolongan Dosa

1578
[katolisitas.org]

HIDUPKATOLIK.com – Manusia mudah jatuh ke dalam dosa. Di dalam Gereja Katolik ada penggolongan dosa berat dan dosa ringan. Mengapa Gereja mengkategorikan dosa seperti itu?

Melati, Jakarta

Tentu pertama-tama kita perlu bertanya apa itu dosa. Dosa adalah penolakan akan tawaran kasih Allah, menyingkir dari-Nya, mengingkari kehendak-Nya, saat manusia menjauhkan arah hidupnya dari Allah. Manusia menjauhkan diri dari kesatuan komunikatif dengan Allah. Manusia berpaling, berbalik dari Allah. Dosa, dengan demikian, hanya bisa dimengerti di dalam konteks dan realitas hubungan antara Allah dengan manusia. Maka dosa adalah suatu “pemberontakan” atau penodaan akan Allah. Di dalamnya ada ketidaksetiaan, penyelewengan atas rahmat kebebasan yang dianugerahkan Allah kepada umat manusia. Mazmur Daud pun mengungkapkan, “Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat” (Mzm 51:6).

Dosa ada karena kehendak manusia, dari kebebasan dalam dirinya. Roh jahat memang menggoda manusia, dia tahu bagaimana membujuk manusia dan menggiring manusia sehingga jatuh dalam dosa. Akan tetapi manusialah yang memutuskan untuk melakukan dosa. Maka menyalahkan yang lain, pun roh jahat dan apalagi Allah, atas dosa, bukanlah suatu sikap tepat, sebab dosa adalah pilihan bebas dan putusan personal pribadi kita manusia. Bukan pula kebebasan dan kehendak itu yang salah, sebab Allah yang mengaruniakannya, namun ketidaksanggupan manusia untuk menjaga keluhuran martabatnya, sehingga menyelewengkannya, tidak dipakai untuk memuji, menghormati dan mengabdi Allah melainkan untuk menjauh dari-Nya, menyatakan ketidaksetiaan kepada-Nya, itulah yang mendatangkan dosa.

Namun dosa satu dengan dosa lain tidaklah sama. Surat Yohanes menyebutkan adanya dosa yang mendatangkan maut (lih 1 Yoh 5:16-17). Dari sini dan kemudian dalam perjalanan tradisi Gereja berkembang pengertian tentang dosa berat dan dosa ringan. Memang pada awalnya Gereja tidak sibuk membuat rumusan akan apa itu dosa berat – dosa ringan. Dokumen-dokumen awal Gereja lebih menyebutkan apa saja yang bisa disebut sebagai dosa berat. Akan tetapi, pengertian akan pembedaan itu sudah lama ada, bahkan Konsili Trente, dalam dekrit yang disahkan di tahun 1547, mengeluarkan kecaman keras kepada mereka yang menolak mengakui adanya dosa berat.

Katekismus Gereja Katolik menyebutkan, dosa berat adalah pelanggaran berat terhadap kehendak dan tatanan Allah, sehingga kasih di rusak di dalam hati manusia. Manusia memalingkan diri dari Allah, dan menggantikan Dia dengan sesuatu yang lain, yang tentunya lebih rendah. Dosa berat merusak prinsip dasar hidup, yakni kasih. Semuanya itu dilakukan secara sadar, tahu dan mau. Katekismus menyebutkan Sepuluh Perintah Allah menyajikan kepada kita daftar akan hal itu: membunuh, berzinah, mencuri, bersaksi dusta.

Ajakan untuk segera mengaku dosa disarankan di sini. Rahmat telah dinodai, maka perlu kembali kepada Allah, sumber rahmat tersebut. Memang dosa berat memisahkan manusia dari rahmat, sebab dosa tersebut melukai jiwa. Kalau tidak hati-hati orang yang melakukannya bisa membiarkan diri dituntun, bahkan dikuasai oleh roh jahat, sehingga menjauhkan dirinya dari Kerajaan Allah, masuk ke dalam hukuman abadi.

Sedangkan dosa ringan dikatakan sebagai pelanggaran akan kasih, yang masih tetap ada, namun kasih itu dilukai. Objek atau materi dosa bukanlah sesuatu yang berat, atau dilakukan tanpa suatu kesadaran ataupun kemauan penuh. Akan tetapi, dosa ringan bisa memperlemah kebajikan kasih, karena adanya suatu kecenderungan tak teratur, sehingga membuat hidup seseorang bisa menjadi kendor, malahan memburuk, sehingga kalau tidak hati-hati, apalagi jika sudah semakin sering dilakukan, seakan menjadi kebiasaan, bisa mengarah untuk melakukan dosa berat.

Dengan mengajarkan semua itu, Gereja pertama-tama hendak menunjukkan bahwa dosa itu nyata dan ada, terkena pada siapa saja. Lepas dari semua itu, akhirnya, kita diingatkan akan panggilan dasar kita, panggilan akan kesucian, dan dosa menghambat serta menodai panggilan tersebut.

T. Krispurwana Cahyadi SJ

HIDUP NO.16 2019, 21 April 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini