Paus Fransiskus: Migran adalah Salib Kemanusiaan

162

HIDUPKATOLIK— hari kedua di Bulgaria, Paus Fransiskus mengunjungi pusat pengungsi di pagi hari. Paus mengucapkan terima kasih kepada anak-anak dan keluarga atas kegembiraan mereka meskipun sedang didera kepedihan akibat meninggalkan rumah serta kesulitan berintegrasi dengan budaya lain.

Sesaat ketika tiba di pusat pengungsi Vrazhdebna, Bapa Suci langsung disambut oleh nyanyian dari anak-anak. Paus langsung melihat fasilitas bagi migran di pusat pengungsi tersebut sebelum menyapa sekitar 50 migran dan pengungsi satu per satu, serta sejumlah sukarelawan dari organisasi amal Caritas Kepausan.

Paus secara spontan mengatakan migrasi adalah jalan yang menyakitkan karena tidaklah mudah meninggalkan tanah kelahiran dan masuk ke dalam tanah orang lain. “Hari ini, pengalaman para migran dan pengungsi adalah sedikit salib, salib untuk kemanusiaan, dan salib dari begitu banyak orang yang menderita,” ujarnya sembari berterima kasih kepada anak-anak dan keluarga atas kegembiraan dan niat baik mereka menempuh “jalan yang menyakitkan” ini karena seringkali mereka menghadapi kesulitan yang jauh lebih besar ketika tiba di negara lain.

Usai menutup pidatonya, Bapa Suci juga meminta mereka untuk mendoakannya. Kemudian sebagai kenangan, Paus diberikan kumpulan gambar dari anak-anak yang tinggal di pusat pengungsi.

Saat ini, pusat pengungsi ini menampung sekitar 20 hingga 25 keluarga. Sekolah yang ditinggalkan dan digunakan untuk menampung migran dan pengungsi dalam perjalanan menuju negara lain di Eropa dijadikan sebuah kamp yang dibuka pada bulan September 2013. Kamp kemudian ditutup sementara untuk renovasi agar sesuai dengan standar Uni Eropa pada bulan November 2018. Kamp kemudian dibuka kembali sekitar dua bulan lalu.

Kunjungan Paus Fransiskus ke pusat pengungsian dikemas tidak hanya membawa makna pastoral tetapi juga politis.  Hal ini terlihat ketika Paus mengadakan audiensi pribadi dengan Perdana Menteri Bulgaria, Boyko Borisov, yang merupakan pemerintah koalisi kanan mencakup tiga partai nasionalis anti migran sehari setelahnya.

Bulgaria untuk sementara waktu menjadi titik masuk utama imigrasi ilegal ke Uni Eropa (UE). Namun, mereka menutup perbatasan mereka dengan Turki dalam upaya menutup rute Balkan ke UE.

Sentimen anti-imigrasi telah menyebar ke seluruh Eropa sejak krisis meledak pada tahun 2015. Gelombang sentimen tersebut kembali menjadi sorotan dengan animo pemilihan Parlemen Eropa 23-26 Mei mendatang. Jajak pendapat menunjukkan dukungan luas bagi kandidat anti-imigran.

Setelah pertemuannya dengan Borisov, Paus Fransiskus, yang telah lama mengadvokasi hak-hak migran dan pengungsi, memberikan pidato publik kepada otoritas pemerintah untuk mendesak mereka menjadi jembatan antar budaya, termasuk dengan migran.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini