Terluka untuk Pulih

534

HIDUPKATOLIK.comMinggu, 8 April 2019, Minggu Paskah II Kis 5:12-16; Mzm 118:2-4, 22-24, 25-27a; Why 1:9-11a, 12-13, 17-19; Yoh 20:19-31

“Segala luka, penderitaan, dosa, keraguan, bahkan kematianmu; bawalah ke dalam luka-luka Kristus yang dapat menjawab, membuktikan, menyembuhkan, dan membangkitkan
hidupmu.”

ALLAH sendiri yang mau berbagi kasih, pe­ngampunan, dan teladan hidup, dengan berkali­kali mengunjungi para murid yang sangat ketakutan oleh orang-­orang Yahudi saat itu, tiga
kali mengunjungi dan tiga kali pula mengatakan, “Damai sejahtera bagi kamu”.

Tuhan Yesus tidak mau hanya berhenti di sini, Ia menghendaki kepada para murid­Nya untuk membagikan damai, kasih, pengampunan Allah, tidak hanya dinikmati oleh diri sendiri, kelompok para rasul, dan bangsanya sendiri, tetapi supaya dibagikan dan di wartakan kepada semua mahluk.

Tuhan sungguh memberi kepercayaan kepada para murid yang bersatu dan bersama-­sama, tidak seperti Thomas yang sering meninggalkan kelompok para murid. Thomas perlu menyadari pula bahwa mewartakan kabar gembira tidak mungkin tanpa persatuan dan persaudaraan.

Sehingga ia juga tidak mau berbagi dengan yang lain untuk bersatu dalam pengalaman bahagia bersama murid ketika berjumpa dengan Kristus, ini disebabkan karena rasionalitas (akal) yang begitu mengalahkan imannya.

Thomas tidak hanya meragukan kebangkitan Yesus karena rasionya, tetapi juga tidak mau kecewa dan terluka dua kali karena harapan dan cara berpikir akalnya, bahwa Mesias adalah tidak mati dan kalah.

Demikian juga dengan manusia ciptaan Allah pada umumnya dari dahulu sampai sekarang, yang tidak percaya pada kebersamaan atau persatuan, karena memandang diri sendiri hebat dan sebagai pusat orientasi melalui nalarnya, mampu memikirkan semua, sehingga menjadi egois dan tidak mengenal kehendak Allah (yang sebenarnya akal pun diberi oleh Allah).

Ada tiga hal penting dalam renungan ini, yakni pertama, rasio manusia tidak mampu menjawab misteri keselamatan Allah yang Agung. Manusia diberi akal oleh Allah supaya manusia bisa mempertanggungjawabkan imannya secara benar, karena manusia diciptakan secara sempurna dibandingkan mahluk lainnya.

Manusia beriman bukan hanya usaha pribadi melalui akalnya untuk menjawab wahyu Allah, tetapi campur tangan serta rahmat Allah sendiri, dan bukan dari jasa manusia. Artinya tidak semua sebab akan berakibat yang sama, atau tidak semua kebenaran dapat dibuktikan hanya dengan indera kita.

Percaya adalah membebaskan perhitungan manusiawi, sedangkan beriman membebaskan perhitungan akal dan indera.

Misalnya, kalau kita sudah dipercaya oleh orang lain, maka kita dibebaskan dari aturan­aturan yang ada, apalagi kalau Allah yang selalu memberi kepercayaan kepada kita sebagai murid­Nya; Apa yang akan kita balaskan kepada­Nya, kalau bukan untuk mengimani­Nya?

Kedua, Keraguan Thomas karena rasionalitasnya, justru menjadikan dia dapat lebih mengenal kebenaran sejati dari Allah. Dengan kata lain, kekecewaan akan rasio Thomas, terbukti disembuhkan oleh luka-­luka Kristus ketika Thomas disuruh memasukan jarinya, baik ke lambung maupun telapak tangan Yesus Kristus.

Dengan demikian jalan kebenaran Allah berbeda dengan kebenaran manusia yang hanya mengandalkan akal. Justru keselamatan dan kebenaran Allah sering diperoleh lewat luka, penderitaan, keprihatinan, bahkan kematian, dan teladan hidup Kristus sendiri.

Segala luka-­lukamu, penderitaanmu, dosa-­dosamu, keraguanmu, bahkan kematianmu; bawalah ke dalam luka-­luka Kristus yang dapat menjawab, membuktikan, menyembuhkan, dan membangkitkan hidupmu. “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan­Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukan ke dalam lambung­Ku, dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.”

Ketiga, kita semua dapat berbagi keselamatan dan damai Kristus dengan persatuan, kebersamaan, persaudaraan, dan kerja sama dengan Roh Kudus, untuk saling memperkaya, melengkapi, dan menyempurnakan bukan hanya dengan kekuatan
atau akal manusia belaka.

Maka, Kristus sungguh mengingatkan Thomas dan kita semua agar “Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya.”

 

Mgr Christophorus Tri Harsono
Uskup Purwokerto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini