Plorentina Dessy Elma Thyana : Menyalakan Lentera di Kampung Halaman

720
Plorentina Dessy Elma Thyana.
[NN/Dok.Pribadi]

HIDUPKATOLIK.com _ Usianya masih tergolong muda. Namun, ia punya misi mulia bagi anak-anak di kampungnya.

Sekelompok anak kecil menyusuri hutan di Desa Tahak, Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Dipandu pendamping, mereka diajak mengenal dedaunan, batang, akar, dan buah yang bisa digunakan sebagai obat-obatan dan sayuran. Anak-anak itu merupakan murid Sakolah Adat Arus Kualan yang didirikan oleh Plorentina Dessy Elma Thyana.

Ibarat kura-kura keluar dari tempurung. Begitulah yang dirasakan Dessy ketika pertama kali bersekolah di kota kabupaten. Dessy menuntut ilmu di SMP Katolik St Agustinus Ketapang Kalimantan Barat dan tinggal di asrama. Inilah kali pertama sulung dari empat bersaudara ini melihat jalan yang beraspal.

Tak hanya itu, Dessy juga belajar beradaptasi dengan teman-temannya yang berasal dari kota. Ia pun mengaku sempat mengalami culture shock. Untunglah ia berhasil melewati masamasa remajanya itu dan melanjutkan kuliah di jurusan Sastra Inggris Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) Pontianak, Kalimantan Barat.

Belajar dari Pengalaman
Dessy belajar dari pengalaman masa lalunya. Ia tak ingin adik-adik di kampungnya mengalami hal serupa dengan yang dialaminya. Sewaktu liburan semester kuliah, Dessy mengumpulkan anak-anak adat suku Dayak di rumahnya yang terletak di Dusun Balai Berkuak, Desa Balai Pinang, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

Beragam kegiatan diadakannya seperti latihan menari, pidato, berpuisi, menyiapkan mereka mengikuti lomba cerdas cermat. Kreativitas anak-anak desa disalurkan dengan membuat aneka kerajinan dan makanan tradisional Dayak. “Mereka sangat gembira ketika saya ajak bermain permainan tradisional seperti concong barambeh, pangkak gasing, tongkat Dayak, dan seimangimang/ rotang segulung. Selain itu, saya kenalkan mereka dengan cerita rakyat suku Dayak,” ujar buah hati pasangan Julianus dan Kristina Yuliamara ini.

Alumna SMAN 1 Simpang Hulu ini sering diminta membantu mengajar di SD kampungnya. Sebelum sekolah usai, ia mengumumkan kegiatan yang akan diadakannya sepulang sekolah. Anak-anak yang berminat boleh bergabung. Kegiatan yang awalnya hanya untuk mengisi liburan semester terus berlanjut. Dukungan keluarga pun mengalir. Orangtua dan salah satu adiknya membantu melatih anak-anak tersebut.

Kegiatan unik ini juga menarik anak-anak muda untuk bergabung menjadi relawan pengajar. Tahun 2017, Dessy bertemu dengan Modesta Wisa, salah satu pendiri Sakolah Adat Samabue dari Kabupaten Landak pada acara kongres pertama Internasional Dayak di Rumah Radakng, Pontianak.

Kedua aktivis pendidikan ini kemudian berdiskusi mengenai pendidikan nonformal bagi anak-anak Desa Tahak. Pendidikan ini penting sebagai bekal anak-anak menghadapi era modernisasi. Sakolah Adat memfasilitasi mereka untuk belajar pengetahuan umum dan literasi di samping pengetahuan-pengetahuan adat seperti permainan, tarian, musik, makanan, obat-obatan tradisional suku Dayak. Sakolah Adat Arus Kualan resmi dibuka pada 3 September 2018. Pengagum Butet Manurung pendiri Sakola Rimba ini dipercaya menjadi ketua Sakolah Adat yang kini mempunyai 85 siswa ini.

Kebahagiaan seorang guru jika melihat murid-muridnya berhasil. Begitu pula yang dirasakan Dessy ketika anak didiknya mampu meraih juara di perlombaan tingkat kecamatan dan kabupaten. “Ketika kita bisa mentransfer semangat kita untuk menguatkan orang yang rapuh, tak berdaya, atau bisa merangkul tangan mereka untuk berjalan hingga mendapat kekuatan untuk bangkit, di situ kita akan merasa kalau kehidupan kita sangat berarti bagi sesama,” ujar peraih penghargaan pemimpin muda dari Tribal Government of Philipines 2018 ini.

Utusan Tuhan
Dari perjumpaan dengan murid-muridnya yang polos, gadis yang fokus memperjuangkan hak-hak masyarakat adat ini belajar arti kesederhanaan dan rasa persaudaraan sebagai sesama ciptaan Tuhan. Dessy meyakini, Tuhan mengutus anak-anak untuk dirinya. Dari mereka, ia mendapat pelajaran penting: kesederhanaan, semangat hidup, dan memiliki impian besar.

Dessy kerap membagikan pengalaman hidupnya dan orang-orang sukses lain kepada anak-anak. Salah satu pengalaman yang diceritakannya adalah ketika ia lolos dari cengkeraman malaikat maut saat SMP. Ketika hendak pulang ke sekolah setelah liburan Dessy diantar ibunya menggunakan motor. Mereka mendapat kecelakaan. Ibunya hanya mengalami luka kecil. Malangnya Dessy mengalami cedera parah di kepala.

Tengkorak kepala Dessy dan bibirnya sobek. Ia pun dirujuk di rumah sakit di ibu kota provinsi. Kondisinya kritis. Harapan sembuh tipis. Ia pun sempat didoakan oleh seorang suster dan mendapat komuni kudus di rumah sakit.

Malam setelah didoakan, ibunya tidur sedangkan ayahnya keluar ruangan rumah sakit. Ada beberapa orang di ruangan itu yang tidak tidur. Mereka adalah keluarga pasien lain yang seruangan dengannya. Tiba-tiba Dessy seakan mendapat kekuatan untuk bangun. “Hebatnya, saya bisa bangun sendiri tanpa bantuan orang lain. Orang-orang di ruangan kaget dan membangunkan ibu saya. Ibu saya susah dibangunkan. Ternyata dia juga bermimpi mendengar percikan air dan melihat sosok yang putih bercahaya. Setelah kejadian itu saya pulih dan kembali sekolah ke kampung (kecamatan) sampai SMA,” cerita kelahiran Balai Semandang, Ketapang, Kalimantan Barat ini penuh syukur.

Berkaca dari pengalaman hidupnya, Dessy berulang kali menekankan kepada murid-muridnya agar memandang diri sebagai pribadi yang istimewa.”Semua akan baik-baik saja ketika kamu menyerahkan pergumulan dan perjuanganmu sepenuhnya di dalam Tuhan Yesus,” himbau umat Paroki St. Martinus Balai Berkuak, Ketapang. Kalimantan Barat.

Kesempatan Berkarya
Di mata Dessy, pelayanan yang tulus bersumber dari hati yang rendah hati dan sederhana. Penggemar aktor laga Jacky Chan ini bersyukur memiliki kesempatan untuk berkarya. Manusia, menurut Dessy, memiliki kesempatan hidup yang sama di muka bumi ini. Maka, waktu yang Tuhan berikan hendaknya menjadi kesempatan bagi manusia untuk menjadi saluran berkat-Nya untuk sesama.

Dalam waktu dekat ini Dessy dan rekan-rekannya berencana mendirikan tempat belajar bagi anak-anak Sakolah Adat yang dilengkapi buku-buku dan tempat belajar. Sekolah impian itu akan dibangun dengan bambu dan kayu, serta jauh dari keramaian. Sekarang kegiatan sekolah masih menggunakan rumahnya.

Terinspirasi dari film Laskar Pelangi, ia juga ingin mendirikan Sakolah Adat di pelosok desa lainnya. Dessy ingin terus menyalakan pelita bagi anak-anak adat suku Dayak.

Ivonne Suryanto

HIDUP NO.12 2019, 24 Maret 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini