YAOUNDÉ, Kamerun, HIDUPKATOLIK.com – Para Uskup di Republik Malawi, Afrika bagian Selatan mendambakan bantuan, pasca banjir yang menghancurkan dan mempengaruhi kondisi negara itu.
Dalam pernyataan yang disampaikan, “Kami sangat prihatin sebagai lembaga yang bekerja terutama dengan masyarakat pedesaan, yang paling terkena dampak adalah orang-orang miskin Malawi, dimana beberapa di antaranya telah berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.”
Selanjutnya Para Uskup Malawi memohon simpati, “sementara kami berjuang bersama untuk menanggapi bencana yang menimpa kami, kami mengimbau semua orang Katolik dan orang-orang yang berkehendak baik, lembaga donor dan mitra pembangunan internasional di Malawi untuk menyisihkan sedikit yang mungkin mereka miliki untuk mendukung saudara-saudari kita yang terjebak dalam kondisi bencana ini,” dikutip dari pernyataan dari para Uskup, tertanggal 9/3.
“Ini tentang kehidupan manusia, martabat, dan hak asasi manusia. Ini tentang alasan mengapa kita ada sebagai sebuah gereja, berdiri untuk mereka yang membutuhkan. Hati kita sangat berat untuk kehilangan nyawa manusia dalam keadaan yang begitu menghancurkan; kita berada di tengah krisis,” lanjut pernyataan itu.
Banjir dahsyat telah melanda Afrika Selatan, menewaskan ratusan orang di Malawi, Afrika Selatan dan Mozambik dan membuat ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Lembaga bantuan dan pengembangan Gereja Katolik di negara itu, CADECOM (Officials Catholic Development Commission in Malawi) telah mengevaluasi dampak kerusakan yang telah ditimbulkan sebagai berikut:
“Ada kebutuhan akan bantuan kemanusiaan yang mendesak karena rumah tangga yang terkena dampak sangat membutuhkan campur tangan untuk penyelamatan jiwa seperti makanan, tempat tinggal, air dan kebutuhan sanitasi.
Banyak yang ditampung di kamp-kamp evakuasi, sekolah, dan gereja, sehingga turut mengganggu proses belajar-mengajar. Sejauh ini telah didirikan sebanyak 187 kamp dan orang-orang ini mengandalkan simpatisan/para penolong untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Dengan kepadatan yang terjadi di kamp-kamp tersebut, kemungkinan terjadinya penyakit yang ditularkan melalui air sangat tinggi, maka intervensi berupa penyediaan air bersih dan sanitasi sangat diperlukan.
Masalah perlindungan juga sangat dibutuhkan karena mereka yang terpinggirkan cenderung dikesampingkan,” demikian pernyataan tertulis dari Koordinator Nasional untuk CADECOM, Chimwemwe Phiri.
Dikutip dari pernyataan Phiri kepada Crux, “bagaimanapun, tantangan terbesar adalah bahwa kita memiliki populasi tak terhitung yang terperangkap di perairan, yang sangat membutuhkan dukungan.”
Lembaga Caritas memohon $280.000 (sekitar 3,9 milyar rupiah) untuk membantu orang-orang yang menderita dampak banjir. Menurut perusahaan utilitas utama negara itu, EGENCO (Perusahaan Pembangkit Listrik, Malawi Limited), disebutkan bahwa 80 persen pasokan listrik Malawi telah terganggu.
Caritas Afrika merupakan lembaga yuridis publik yang didedikasikan untuk pelayanan orang miskin dan mempromosikan amal dan keadilan. Caritas Internationalis adalah perserikatan dari 164 organisasi bantuan bencana, pembangunan dan pelayanan sosial yang beroperasi di lebih dari 200 negara dan teritori di seluruh penjuru dunia.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterez mengatakan dia “sangat sedih” dengan hilangnya nyawa dan kerusakan yang signifikan pada rumah-rumah dan hilangnya mata pencaharian masyarakat, sebagai konsekuensi yang terjadi akibat banjir.
Maka, kata Phiri, “Gereja sejak itu membuka sekolah dan gereja, yang saat ini digunakan sebagai tempat perlindungan sementara. Di tingkat nasional, CADECOM telah mengadakan pertemuan dengan mitra Caritas Internationalis –Trócaire dan Catholic Relief Services– di negara untuk saling berkolaborasi dalam upaya memobilisasi sumber daya untuk mendukung masyarakat yang terkena dampak bencana.”
Situs web Caritas mengatakan, badan amal itu akan memberikan perlengkapan rumah tangga dengan peralatan memasak, barang-barang kebersihan, penyimpanan air, dan alat-alat penyaringan dan membantu melindungi mereka dari hujan lebat di masa depan.”
Selain itu, lembaga tersebut juga akan bekerja untuk mengatasi konsekuensi lebih lanjut dari banjir dengan memastikan orang tetap memiliki kemah di tempat yang lebih tinggi sampai musim hujan berakhir pada bulan April.
Mereka juga akan bekerja untuk membatasi wabah penyakit yang ditularkan melalui air dengan tidak hanya menyediakan tablet klorin tetapi juga meningkatkan kesadaran sejak dini apabila ditemukan adanya tanda-tanda penyakit tersebut. ”
Phiri juga mengatakan bahwa Malawi telah menghadapi bencana serupa di masa lalu, yaitu peristiwa banjir di tahun 2015 ketika 15 distrik terkena dampak. Tercatat 106 orang tewas, 172 hilang, dan 230.000 mengungsi.
“Lembaga Pengevaluasi Kebutuhan Paska Bencana pada tahun 2015 mengindikasikan bahwa kerusakan dan kerugian adalah senilai $ 335 juta sementara biaya pemulihan diproyeksikan sebesar $ 494 juta. Sementara situasinya belum mencapai pada tingkat itu, cuaca yang terus berlangsung mengindikasikan akan lebih banyak banjir terjadi dalam beberapa hari mendatang, yang kemungkinan besar berpotensi menciptakan lebih banyak kehancuran ekonomi,” katanya kepada Crux.
The Association of Member Episcopal Conferences in Eastern Africa (AMECEA, Perkumpulan Anggota Konferensi Episkopal di Afrika Timur), organisasi Uskup Katolik regional setempat, telah menyatakan solidaritasnya setelah banjir yang menghancurkan itu.
“Saya berdoa untuk membesarkan hati bagi semua yang terlibat dalam operasi penyelamatan dan bantuan kemanusiaan agar mereka tidak bosan mendukung saudara-saudari mereka yang paling membutuhkan selama masa sulit ini,” tutur Uskupi Solwezi, Zambia dan ketua AMECEA, Charles Kasonde.
“Saya juga berdoa agar mitra kita dan orang-orang yang berkehendak baik yang selalu melakukan perjalanan bersama kita di saat-saat baik dan buruk dapat memenuhi panggilan itu,” katanya.
Dikutip dari media antaranews.com, Rabu (13/3/2019), jumlah korban tewas dalam bencana banjir di wilayah selatan Malawi meningkat menjadi 56 orang. Hampir 83.000 orang dipindahkan sejak badai mulai menerjang seminggu yang lalu, hingga menyebabkan tanggul sungai jebol, menenggelamkan rumah-rumah penduduk, memutus aliran listrik, dan pasokan air bersih di sejumlah tempat.
Juru bicara Departemen Penanggulangan Bencana Chipiliro Khamula mengatakan bahwa korban meninggal tercatat 56 jiwa pada Selasa, dan 577 orang lainnya mengalami luka-luka.
Pada saat ini Malawi berada dalam keadaan siaga menghadapi hujan yang lebih deras dan banjir pada Kamis, ketika badai diperkirakan menyapu ke Beira di negara tetangga Mozambique, menurut Departemen Perubahan Iklim dan Layanan Meteorologi.
Sumber: cruxnow.com (19/03/2019)/ antaranews.com (13 Maret 2019 22:30 WIB)
Penerjemah: Antonius Bilandoro