Sekali Tertambat, Terikat Selamanya

536

HIDUPKATOLIK.com – Minggu, 10 Maret 2019 Minggu Prapaskah I Ul 26:4-10; Mzm 91:1-2, 10-11, 12-13, 14-15; Rm 10:8-13; Luk 4;1-13

“Sekali tertambat padaNya melalui baptisan, terikatlah selalu padaNya”

SEKALI hati kita tertambat pada Allah, maka terikatlah selamanya pada-Nya. Itulah salah satu butir harapan yang dilontarkan oleh bacaan-bacaan pada Hari Minggu Prapaskah I ini.

Berkaca pada pengalaman Yesus menghadapi godaan setan, sebagaimana kita simak dalam Injil Lukas 4:1-13, kita dapat melihat kembali pengalaman kita menghadapi godaan dan jatuh dalam dosa.

Pengalaman jatuh ke dalam dosa biasanya tidak terjadi secara mendadak, melainkan melalui proses yang mendahuluinya. Ada proses tarik ulur antara melakukan dan tidak melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah iman.

Terkadang proses ini cukup panjang waktunya, namun terkadang singkat saja. Setan selalu lihai mencari cara untuk masuk dalam hati dan pikiran manusia. Ia merasukinya bukan dengan cara-cara kasar dan seram menakutkan, melainkan dengan cara yang halus, lembut, tidak kentara, dan bahkan dengan cara-cara yang nampak sangat manusiawi dan masuk akal.

Setan sangat lihai mempengaruhi hati dan pikiran manusia. Ia masuk melalui cara dan pola pikir kita, sehingga kita tidak sadar bahwa sedikit demi sedikit telah dibelokkan sesuai dengan keinginannya.

Ia mengetahui celah lemah manusia yang dapat ditembusnya. Ia juga rela bersabar menunggu saat yang tepat. Akhir Injil hari ini mengungkapkan hal ini dengan sangat bagus: “Sesudah mengakhiri semua pencobaan itu, Iblis mundur dari Yesus, dan menunggu waktu yang baik.”

Dengan cara yang sangat halus dan sangat menjanjikan, tiga kali setan atau iblis mencobai Yesus melalui tiga penawaran berbeda: pertama, tawaran kenyamanan atau kemudahan dengan meminta Yesus menggunakan kemampuannya mengubah batu menjadi roti; kedua, tawaran kekuasaan dengan meminta Yesus menyembahnya; dan ketiga, tawaran ketenaran atau kehebatan dengan meminta Yesus menjatuhkan diri dari atas bubungan Bait Allah.

Ketiga hal ini pada dasarnya mengarah pada sikap dan sifat sombong dan egois, di mana manusia diarahkan untuk memusatkan perhatian hanya pada diri sendiri. Sebenarnya tidak ada masalah dan tidak ada kesulitan sedikitpun bagi Yesus untuk melakukan ketiga hal ini dari diriNya sendiri sebab diri-Nya memiliki kemampuan untuk itu semua.

Meskipun demikian, Yesus tidak ingin dan tidak mau melakukannya. Yesus sadar bahwa tawaran setan justru akan menjebloskan diri-Nya pada kesombongan. Kewaspadaan terhadap berbagai bujukan yang menyesatkan dan keteguhan pada pendirian yang baik, telah membuat Yesus menolak dan melawan segala macam godaan si jahat.

Belajar dari Yesus, kita pun diajak untuk melawan dan menolak segala macam bujukan setan. Untuk itu, keteguhan untuk selalu berpaut pada Tuhan mesti selalu dipertahankan. Sekali tertambat pada-Nya melalui baptisan, terikatlah selalu padaNya.

Selain itu juga perlu memupuk kepekaan dan kewaspadaan pada setiap gerak hati dan pikiran kita, sehingga semakin dimampukan untuk berdiskresi atau membedakan roh baik dari roh jahat.

Roh baik selalu mengingatkan dan mendorong kita untuk berbuat yang baik dan benar sesuai dengan kaidah iman; sedangkan roh jahat selalu membujuk kita untuk melakukan yang tidak baik dan menjauhkan kita dari Tuhan.

Masa Prapaskah ini menjadi momentum yang istimewa untuk kembali memurnikan hati dengan mengasah kepekaan terhadap bisikan Roh Kudus agar kita semakin tertambat dan terpikat pada Tuhan yang telah menebus kita (lih. Ul 26,4-20).

 

Mgr Robertus Rubiyatmoko
Uskup Agung Semarang

HIDUP NO.10 2019, 10 Maret 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini