Simphony Kasih Choir : Melayani Lewat Nada

247
Anggota Simphony Kasih Choir bersama Uskup Agung Semarang, Mgr Robertus Rubiyatmoko.
[NN/Dok.Pribadi]

HIDUPKATOLIK.com – Simphony Kasih Choir lahir dari kerinduan untuk bermadah, melambungkan keagungan Tuhan. Kini mereka mewarta lewat nada-nada dalam rajutan kasih persaudaraan.

Dalam suatu kesempatan, ada satu keluarga yang membutuhkan pelayanan paduan suara mereka untuk pemberkatan pernikahan di Paroki Kristus Raja Alam Semesta Ungaran, Jawa Tengah. Saat itu, beberapa orang tergerak untuk memberikan pelayanan pada keluarga tersebut.

Bagi beberapa orang itu, dunia tarik suara bukan lagi hal baru. Sebelumnya, mereka tergabung dalam Simphony Kasih Choir. Kelompok kor ini awalnya adalah umat Lingkungan St. Lukas, Paroki Ungaran. Namun seiring berjalannya waktu, mereka tercerai berai ke beberapa lingkungan karena berpindah domisili.

Mereka amat memegang keyakinan, bahwa kuasa kasih Tuhan menghendaki mereka kembali bersatu dalam nada dan karya. Alhasil, mereka lalu berkumpul dan melayani lagi. Sejak itu, Simphony Kasih Choir rutin melayani. Salah satu penggerak, Margareta Fefi Nugrahini mengungkapkan, “Roh berkarya mempertemukan kami bersebelas dan menyatukan kami. Kami disatukan tidak hanya karena suara namun juga hati dan niat kami untuk bermadah”.

Persembahan Hidup
Fefi, begitu akrab disapa menambahkan, tahun 2006 pertama kali mereka berkarya dalam Ibadat Syukur Midodareni. Saat itu, kelompok ini bernama Kidung Nirwana. Kemudian, pada 2008 mereka mengubah nama menjadi Simphony Kasih, mengambil nama dari seorang bayi mungil dari pasangan Arief dan Fefi, yang tiap kali berlatih selalu mengikuti Ibundanya.

Perjalanan Paduan suara ini tidaklah mulus. Di era pertama Desember 2008, karena keterbatasan waktu, mereka putuskan untuk off dalam pelayanan. Di awal tahun 2012, kembali mereka dipersatukan dalam tugas pelayanan Misa pemberkatan pernikahan. Dari saat itu hingga kini, mereka exist dalam pelayanan Misa di gereja, Misa Syukur untuk keluarga, pernikahan, dan mendoakan arwah.

Simphony Kasih Choir dalam karyanya memiliki visi bernyanyi dengan rendah hati untuk memuliakan yang Maha Tinggi, sebab menyanyi dengan baik sama dengan berdoa dua kali (Qui Bene Cantat, Bis Orat). Hal itu mereka usahakan dan wujudkan sesuai dengan misinya, yakni sesuai kemampuan dan talenta yang Tuhan berikan, mereka hendak memberikan persembahan hidup dalam pujian dan nada.

Paduan suara ini ingin memuji Tuhan dengan sepenuh hati dan membuka hati tiap insan saat bersatu dalam doa agar lebih dapat merasakan kelembutan kasih Tuhan. Lagu yang dipersembahkan mampu mewarnai suasana liturgi dengan paduan nada dan tidak monoton. Simphony Kasih Choir ingin mengubah suatu madah sederhana menjadi sesuatu yang menceriakan.

Dengan membawa lagu dengan baik, Simphony Kasih Choir menghantar umat untuk semakin mencintai lagu liturgis. Fefi menjelaskan, semangat utama kelompok paduan suara ini adalah memberikan pelayanan bagi umat yang membutuhkan layanan. Dalam pewartaan lewat nada, paduan suara ini menyematkan moto “Magnificat Anima Mea Dominum”, ‘Pujilah Tuhan Hai Jiwaku’.

Ke Luar Gereja
Simphony Kasih Choir tidak hanya berkarya di ruang gereja saja. Mereka juga melakukan pelayanan di luar gereja. Fefi menerangkan, kelompok paduan suaranya pernah menyanyi untuk penggalangan dana bagi Yayasan Rumah Aira. Yayasan yang membantu mendampingi wanita dan anak yang terinfeksi virus HIV AIDS ini bermimpi mempunyai sebuah rumah bagi penderita HIV AIDS.

Untuk tujuan ini, Simphony Kasih Choir lalu menyiapkan sebuah album berisi lagu-lagu yang mereka nyanyikan. Mereka menjual album itu dan hasilnya akan digunakan untuk pembangunan rumah bagi penderita HIV AIDS itu. “Spontan, saya melontarkan kita bisa bantu dengan merekam suara kita dan dijual. Siapa tahu laku dan bisa untuk membantu,” tutur Fefi.

Saat ide itu disampaikan ke pihak yayasan, mereka menyambut dengan suka cita. Semua anggota sangat antusias. Fefi merefleksikan, kesempatan ini adalah petunjuk dari Tuhan untuk mengembangkan talenta. “Jika Tuhan menunjukkan jalan, meski kami tidak berpengalaman, kami pasti mampu,” ujarnya

Dalam pengalaman itu, Fefi dan tim tergerak untuk membantu misi mulia ini. Fefi tergerak untuk berbuat sesuatu. Ia dan kawan-kawannya terkesan dengan pendiri Yayasan Rumah Aira, Magdalena, yang dengan kasih mau memperhatikan penderita virus HIV AIDS. Menurutnya, Magdalena adalah sosok yang kuat, karena mampu bertahan dalam karyanya melayani para penderita HIV/AIDS. “Kami hanya berpikir tak satu pun menghendaki hidup dengan terinfeksi virus yang mematikan ini. Mereka dikucilkan, dihindari banyak orang, bahkan ditolak keluarga maupun masyarakat. Pengalaman inilah yang memacu kamu untuk mewujudkan album rohani yang,” kata Fefi.

Dari bulan Agustus 2017, mereka mulai diperkenalkan dengan tim Rumah Aira. Dari perkenalan tersebut, mereka diberi gambaran segala kegiatan Rumah Aira. Simphony Kasih Choir lalu tampil mengisi acara di Zumba Party di PRPP Jawa Tengah yang diadakan oleh Rumah Aira.

Dari kerjasama dengan Yayasan Rumah Aira itu, Simphony Kasih Choir telah belajar banyak hal. Fefi menjelaskan, mereka kadang merasakan suatu tekanan dan rintangan. Dengan anggota yang tidak terlalu banyak, tentu saja menjalankan sebuah project yang besar cukup sulit. Akan tetapi mereka dapat menjalankannya dengan ringan langkah.
“Bagi kami ini pengalaman yang sangat asyik, hanya satu semangat ayo selesaikan kita bisa. Puji Tuhan beberapa pencipta lagu pun dengan senang hati menyumbangkan karyanya,” ujarnya.

Album berjudul “Senandung untuk Aira” itu pun akhirnya selesai. Kerja keras ini mendapat tanggapan positif dari Uskup Agung Semarang, Mgr Robertus Rubiyatmoko dan Vikaris Episkopal Semarang Pastor A.G Luhur Prihadi. Mereka lalu diberi rekomendasi untuk penggalangan dana di beberapa gereja. Dalam kegiatannya, mereka juga mendapat pendampingan dari Pastor Francis Suyamta.

Bergerak Melayani
Saat ini anggota Simphony Kasih Choir terdiri dari beragam latar belakang. Fefi menjelaskan, sebagian anggota kelompok paduan suara ada yang bekerja dan sebagian lain merupakan anak-anak yang masih sekolah atau kuliah. Dengan formasi ini maka butuh waktu yang banyak untuk terus berlatih dan mengembangkan kemampuan bernyanyi.

Fefi mengakui, meskipun secara vocal dan skill mereka bukan dari golongan yang istimewa, namun karena satu hati, satu visi misi, niat, dan semangat, mereka akhirnya mampu membangun sebuah kelompok paduan suara yang berkualitas. Ia berharap, semangat ini akan semakin besar sehingga Simphony Kasih Choir dapat terus melayani.

Simphony Kasih Choir terbuka bagi siapa saja yang mau belajar dan diarahkan. Fefi mengakui, dalam paduan suara ini, mereka bersatu memuji Tuhan. “Kami percaya Roh Kudus pun selalu hadir dan melengkapi segala kekurangan kami,” pungkas Fefi.

Fr. Nicolaus Heru Andrianto

HIDUP NO.05 2019, 3 Februari 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini