Inkulturasi Batak
Terdapat empat paroki di Pulau Samosir. Keempatnya masuk dalam wilayah pastoral Keuskupan Agung Medan (KAM). Dari keempatnya, Paroki Pangururan punya jumlah umat paling banyak.
Paroki ini juga memiliki jumlah stasi terbanyak dengan 64 stasi. Gereja St Mikael Pangururan sebagai pusat pastoral paroki ini, terletak di pusat Kota Pangururan, tepat di pinggir Danau Toba.
Kemeriahan Natal di Paroki Pangururan tidak saja tergambar dari kemeriahan Marliturgi di setiap gereja stasi. Misa Malam Natal di Gereja St Mikael dibuat dengan nuansa inkulturasi budaya Batak. Misa disampaikan dalam bahasa Batak Toba dengan lagu-lagu yang juga berbahasa Batak.
Pastor Herman Nainggolan OFMCap yang memimpin Misa malam itu menjelaskan, dengan cara ini, Natal dapat menjadi semakin dekat dengan umat yang hampir semuanya dari Suku Batak Toba. Misa dalam bahasa Batak, lanjut Pastor Nainggolan adalah usaha agar umat dapat mengalami Natal kali ini, sebuah perayaan yang dekat dengan kehidupan umat di Paroki Pangururan.
Dosen Antropologi di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi St Yohanes Pematang Siantar ini mengungkapkan, Natal dan tahun baru juga menjadi saat di mana banyak orang perantau yang pulang ke kampung halaman mereka di Pulau Samosir.
Pastor Herman mengungkapkan, tujuan mereka pulang tidak saja untuk merayakan Natal dan tahun baru bersama keluarga, namun juga untuk berziarah ke makam leluhur mereka. “Para perantau itu datang ke Pulau Samosir sekaligus untuk berziarah ke tugu leluhur mereka,” ujarnya.
Saat menyampaikan khotbah dalam Misa Malam Natal, Pastor Herman menyampaikan bahwa peristiwa kelahiran Yesus menjadi kesempatan bagi setiap umat untuk mengalami kasih Allah. Natal telah dipersatukan setiap umat dengan Allah di dalam iman.
Melalui Yesus setiap orang memperoleh keselamatan. Ia melanjutkan, keselamatan yang diperoleh manusia bukan semata karena kuasa manusiawi belaka, keselamatan ini diperoleh sepenuhnya karena kuasa Allah sendiri. “Dia amat mencintai kita dalam setiap kondisi kita, dalam suka, dalam duka, dalam kondisi apapun yang kita alami di dunia ini, Ia tetap mencintai kita,” ucapnya.
Alunan Musik Gondang juga mengiringi Misa Natal Malam dan Misa Natal Pagi yang kedua di Gereja St Mikael Pangururan. Pastor Markus Manurung OFMCap yang memimpin Misa Natal Pagi mengungkapkan, Natal adalah sebuah undangan.
Peristiwa pemberitahuan Allah tentang Kelahiran Yesus kepada para gembala jelas menujukkan undangan itu. Allah memilih mengundang para gembala untuk hadir di Bethlehem.
Situasi para gembala hanya sekelompok orang yang menjauh dari Yerusalem. Mereka juga menjauhkan diri dari keramaian. Mereka adalah kelompok orang yang dipandang hina, miskin, tak terpandang. Namun, lanjut Pastor Markus, justru kelompok semacam ini yang menerima undangan untuk berjumpa dengan Tuhan yang baru saja Lahir ke dunia.
“Mereka terkejut, mereka heran, mereka bertanya-tanya, mengapa kepada mereka disampaikan berita kelahiran di Bethlehem,” tuturnya. Pastor Markus menjelaskan, para gembala datang ke Bethlehem dengan satu pengharapan dan keyakinan.
Sebagai umat beriman, lanjutnya, setiap orang diundang untuk merayakan kelahiran di hari Natal. “Bagi saya merayakan Sang Juru Selamat tidak cukup hanya ikut Misa di Gereja, namun, kita yang selama ini menjauh dari Tuhan, ingin datang dan melahirkan putra secara nyata dalam hidup kita,” ungkap Ketua Pastoral Sosial Ekonomi Keuskupan Agung Medan ini.