Ketika Yesus Lahir di Samosir

984
Anak-anak di Stasi St Stepanus Paroki St Mikael Pangururan, Samosir saat acara Marliturgi. [HIDUP/Antonius E. Sugiyanto]

HIDUPKATOLIK.com – Pada Natal di Pulau Samosir umat diajak menanggapi undangan Allah untuk melihat bayi Yesus yang dilahirkan di dalam kesederhanaan.

TANGGAL 25 Desember 2018 malam, udara di sekitar Danau Sidihoni, Samosir, Sumatera Utara terasa dingin menusuk. Hujan yang di sore hari mengguyur Pulau Samosir masih menyisakan butiran-­butiran air di pepohonan. 

Sesekali, titik­-titik air itu masih menetes dari ujung daun cemara yang banyak tumbuh di sekitar danau. Tak banyak rumah yang berdiri di sepanjang jalan menuju danau itu. Namun, dari kerlip lampu warna-­warni yang menghiasi beberapa rumah, seketika melahirkan suasana Natal di perkampungan di sekitar danau yang terletak di tengah Pulau Samosir itu.

Suasana Natal itu terasa sederhana terpancar. Sama sederhananya dengan setiap orang yang tinggal di kampung­-kampung itu. Kesederhanaan itu masih berlanjut. Meski beberapa bagian jalan masih basah dengan air hujan, hal itu tidak menyurutkan semangat anak­-anak Sekolah Minggu di Stasi St Stephanus Paroki St Mikael Pangururan yang malam itu akan tampil dalam “Marliturgi”.

Malam itu, mereka mengenakan pakaian terbaik yang mereka punya. Saat rangkaian Marliturgi dimulai, mereka mulai menampilkan ragam­-ragam profesi manusia. 

Natal untuk Anak
Marliturgi akhirnya menjadi bukti, bahwa Natal di Samosir memang menjadi milik anak­anak malam itu. Tradisi ini sangat kental dipengaruhi Gereja­-gereja Protestan. Pastor Elio Sihombing OFMCap mengatakan, Marliturgi menjadi puncak dari perayaan Natal bagi anak­-anak.

Di sini, mereka merayakan kelahiran Yesus ke dunia. Namun, Marliturgi nyatanya tidak sekadar perayaan yang berisi pesta. Di sini, anak­anak belajar tentang nilai­-nilai kebaikan. Hal itu tampak dalam “Liturgi Profesi” yang mereka bawakan.

Di sana menjadi nyata bahwa setiap peran manusia memiliki tempatnya dalam kehidupan bersama. Setiap orang dilahirkan dengan peran tertentu yang menjadi panggilannya. Dengan itu, Tuhan menghendaki setiap orang untuk dapat hidup sepenuhnya. 

Pastor Elio menjelaskan, Marliturgi menjadi kesempatan berkumpul semua bagi semua anggota Gereja di stasi­-stasi. Orangtua datang mengantar anak-­anak mereka yang terlibat dalam Marliturgi. Ia mengakui, ada beberapa umat yang meski di hari biasa tidak jarang ke gereja, mereka akan datang pada saat Marliturgi.

“Mereka datang ke gereja untuk mengantar anak mereka. Anak­anak juga bahagia kalau mereka datang bersama kedua orangtuanya,” ungkap imam dari Ordo Kapusin (Ordo Fratrum Minorum Capuccinorum/ OFMCap) itu.

Di saat Marliturgi ini juga, semua elemen baik pengurus maupun umat biasa di setiap stasi dapat bertemu dan merayakan Natal. Pastor Elio menjelaskan, dengan ini, dapat tercipta kebersamaan di antara umat di stasi-­stasi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini