HIDUPKATOLIK.com – Yes. 58:1-9a; Mzm. 51:3-4,5-6a,18-19; Mat.9:14-15
BAGI Nabi Yesaya, berpuasa bukanlah satu sisipan dalam saat kehidupan sehari-hari. Puasa juga bukan merupakan kesempatan untuk meraih pahala dan menuntut Allah mengabulkan permohonan.
Puasa yang sejati itu satu perjumpaan aktif dengan Allah Pengasih melalui perhatian kepada saudara-saudara yang berkekurangan dan membutuhkan bantuan.
Berpuasa yang dikehendaki Allah ialah: “supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!” (Yes. 58:6-7).
Dalam alur kenabian itulah, gaya puasa yang baru dari Yesus dan murid-murid-Nya. “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka?” (Mat. 9:15). Jawaban Yesus kepada murid-murid Yohanes ini merupakan satu cara untuk mengungkapkan bahwa berpuasa itu bukan soal penyangkalan untuk makan.
Berpuasa tidak dapat dipandang hanya dalam aspek negatifnya saja. Puasa yang sejati adalah penyangkalan diri untuk dapat lebih merasakan kerinduan akan Tuhan, sang mempelai sejati.
Berpuasa yang sejati adalah merasa lapar dan haus akan sabda-Nya yang melahirkan
solidaritas dan persekutuan.
Romo Vitus Rubianto Solichin SX
Dosen Kitab Suci STF Driyarkara Jakarta, Doktor Teologi Kitab Suci dari Universitas Gregoriana, Roma