HIDUPKATOLIK.com – Sir. 5:1-8; Mzm. 1:1-2.3.4.6; Mrk. 9:41-50
KARAKTER inklusif pada Mrk. 9:40, hanya efektif bila dipraktikkan. “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya” (ay.41).
Pada kebanyakan budaya Timur, termasuk di Palestina zaman Yesus, memberi minum merupakan kesantunan dasar. Budaya semacam itu juga ada di beberapa wilayah Nusantara.
Pada ay. 42-48, praktik dan gerak inklusivitas Injili ini harus dilanjutkan melalui sikap yang lebih tajam, yaitu perintah untuk tidak “menyesatkan siapapun” (Yun. skandalizó: ‘memasang jerat di jalan, sehingga orang lain jatuh’), terutama mereka yang kecil dan minoritas (Yun. tōn mikrōn).
Hukumannya sangat radikal dan berat! Dewasa ini, khususnya menjelang Pemilu 2019, banyak jerat berupa hoax dipasang di mana-mana, terutama melalui media sosial (medsos).
Menurut penelitian, di Indonesia, 74,62 persen pengguna medsos adalah kelompok berstrata sosial-ekonomi menengah ke bawah (April, 2017). Maka, dalam konteks ini, tanpa kompromi, seharusnya mereka yang selalu menyesatkan itu, “dibuang ke dalam laut” (ay.42).
Sebuah ungkapan untuk menyatakan, “harus dihabisi total agar tidak menyebabkan sesuatu yang lebih fatal” (R.T.France, 2002). Hoax itu melawan Kristus, “jalan dan kebenaran dan hidup” (Yoh. 14:6), inti, pusat, dan acuan kekristenan. “Pangeran Hoax” adalah iblis.
Wajar, perlu tindakan keras dan radikal untuk mengabisi hoax sampai ke akar-akarnya, seperti yang terjadi dalam pengusiran setan di Injil.
Henricus Witdarmono
M.A. Rel. Stud. Katholieke Universiteit te Leuven, Belgia
HIDUP NO.8 2019, 24 Februari 2019