Pastor Pertama dari Asmat

2092
Mgr Aloysius Murwito OFM saat menahbiskan Pastor Moses Amiset. [Dok. Pribadi]

HIDUPKATOLIK.com – Pastor Moses Amiset menjadi imam pertama dari Asmat setelah 66 tahun Gereja Katolik masuk di Asmat.

HUJAN lebat membasahi tanah lumpur Asmat. Dalam situasi dingin pagi hari, umat Katolik dari berbagai wilayah berjuang melawan alam Asmat menuju lapangan Yos Sudaro Agats, Papua.

Dengan menggunakan busana adat Asmat, sesekali terdengar pekikan suara sahut menyahut. Mereka menari bergembira di lapangan kebanggan masyarakat Agats tersebut. 

Di tengah kerumunan umat yang bergembira, tampak sosok Diakon Moses Amiset. Dia adalah putra Asmat yang ditahbiskan imam bersama tiga frater yang ditahbiskan diakon di Gereja Katedral Salib Suci Agats, Sabtu, 2/2. 

Mereka adalah Fr. Innocentius Nurmalay, Fr. Cornelis Laritembun, Fr. Laurensius Kupea. Uskup Keuskupan Agats Mgr Aloysius Murwito OFM yang bertindak selaku penahbis dalam pengantar Perayaan Ekaristi mengingatkan umat agar tetap ada dan mendukung para imam.

“Jangan menambah beban para imam. Kita harus membantu mereka. Menjadi imam itu berat, maka kalau bisa ringankan beban mereka. Kita mendoakan mereka agar setia hingga akhir hayat,” ungkapnya.

Tahbisan kali ini menjadi perayaan istimewa karena Moses adalah imam pertama yang berasal dari Asmat. Niko Ndepi, tetua adat Asmat dalam acara adat penyerahan Diakon Moses di hadapan Gereja Katedral Agats mengatakan Moses adalah aset Gereja karena ia memulai panggilan sebagai putera Asmat.

“Dia membuka pintu gerbang panggilan di tanah lumpur ini,” ujar Niko sambil menyerahkan Moses kepada Bunda Gereja melalui Mgr Aloysius. Mgr Aloysius menambahkan, hari ini kita merayakan empat puluh hari setelah Yesus lahir.

Dalam Hukum Taurat, saat usia empat puluh hari, seorang anak dipersembahkan kepada Allah. Maria dan Yosep membawa Yesus untuk dipersembahkan kepada Allah. “Maka, pada hari ini kita merayakan Tuhan Yesus yang dipersembahkan kepada Allah,” tuturnya. 

Berangkat dari moto tahbisan Pastor Moses, “Jangan Takut, Aku Menyertaimu”, Mgr Aloysius mengatakan moto ini memiliki dua aspek yaitu “jangan takut” dan “penyertaan Allah”.

Bagi Mgr Aloysius, panggilan ini tidak gampang untuk dihayati dengan setia. Karena cara hidup imam itu khusus dibandingkan dengan cara hidup kebanyakan orang yaitu tidak menikah, tidak melekat pada materi, taat kepada uskup dan Gereja serta keputusan otoritas Gereja. 

Harus ada kerelaan untuk melepaskan kebebasan diri sendiri dan tidak menjadi orang yang semaunya saja. “Perjumpaan dengan Tuhan Allah harus diperbarui terus-menerus setiap hari. Perjumpaan dengan Allah menjadi sebuah kunci penting untuk pastor, diakon dan setiap orang yang mau melayani Tuhan Allah dan sesama secara utuh,” tegas Mgr Aloysius.

Ketua Panitia Pentahbisan Emerikus Sarkol di akhir perayaan mengatakan, sejarah Gereja Katolik di tanah Asmat dimulai sejak tanggal 3 Februari 1953 saat Pastor Zegward MSC membaptis salah satu perempuan dari Suwruw.

Selanjutnya, pada tahun 1958, misionaris MSC menyerahkan daerah misi Asmat kepada misionaris OSC. Imam pertama yang ditahbiskan di Katedral Agats adalah Pastor Aloysius Setitit OSC pada tanggal 9 April 1983.

Ia menambahkan bahwa pada tahun 2003, Gereja Katolik merayakan 50 tahun Gereja Katolik di Asmat. Selang 16 tahun kemudian, 2019, lahirlah imam Asmat pertama Pastor Moses Amiset. “Kita lihat bahwa sudah 66 tahun Gereja Katolik masuk di Asmat baru tahun ini ada seorang imam. Ini adalah karya Roh Kudus,” tegasnya.

Pastor Moses Amiset lahir di Pau, Distrik Akat, Asmat, 5 Maret 1982 dari pasutri Rafael Jeunam dan Yohana Sanam (keduanya telah meninggal). Pada saat lahir, orang tuanya menyematkan Curuces, “jago perang, berjalan sendirian dan pulang membawa kepala manusia”. Kini Pastor Moses siap “membawa kepala manusia” lewat karya pelayanannya.


Aloysius Refra (Asmat)
HIDUP NO.7 2019, 17 Februari 2019

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini