Rumah Retret Ngison Nando Kalianda : Merawat Keheningan

4213
Beberapa peziarah berdoa di depan Gua Maria di Rumah Retret Ngison Nando, Kalianda, Lampung Selatan.
[HIDUP/Antonius E. Sugiyanto]

HIDUPKATOLIK.com – Ngison Nando Kalianda (NNK) patut dijadikan tempat menimba inspirasi iman. Lebih dari itu NNK mengantar orang untuk berjumpa dengan Sang Tujuan Peziarahan.

Gedung menjulang megah ini tampak dari sisi Jalan Lintas Sumatera tepatnya di Kalianda Lampung Selatan, Lampung. Pada pintu masuk tempat itu tertulis Rumah Khalwat Ngison Nando Kalianda. Udara sejuk terasa sejak memasuki gerbang rumah itu. Pohon-pohon yang rindang tumbuh di sepanjang jalan.

Suasana begitu sunyi menapaki gerbang rumah ini. Peziarah yang masuk akan menjumpai beberapa rumah panggung dan kapel kecil. Selain menjadi rumah bagi rekan karya, sebutan bagi karyawan-karyawati, terdapat sebuah rumah panggung lain yang diperuntukkan bagi pengunjung.

Sepintas, bangunan megah ini memang tampak seperti hotel. Akan tetapi, Rumah Retret Ngison Nando ini merupakan “ladang karya” bagi para Suster Hati Kudus (HK). Di sinilah setiap orang dapat berziarah, menimba semangat rohani dan berdoa. Dalam kesunyiannya, rumah retret ini mengundang siapa saja yang datang untuk mengalami perjumpaan dengan Allah.

Ladang Karya
Ngison Nando bukanlah sekadar sebuah nama. Ditilik dari namanya itu, kata “Ngison” mempunyai arti ‘dingin, sejuk, adem, memberi kesejukan’. Sedangkan “Nando” merupakan akronim dari “nur asih nafas doa”. “Nando” juga diambil dari nama seorang pastor yang pernah melayani di tempat ini. Ia adalah Pastor Ferdi Nando Pecoraro MEP. Semasa hidupnya, ia sungguh terlibat dalam upaya mewujudkan Rumah Retret Ngison Nando. Keterlibatannya itu tampak dalam dorongan, motivasi, sumbangan ide, dan wawasan ke depan atau visi.

Buah tangan dan pikirannya itu merupakan salah satu bentuk sumbangan pelayanan Kongregasi HK dalam partisipasinya membangun bangsa, masyarakat dan Gereja di era perkembangan perubahan yang tajam. Pastor Nando tidak pernah tinggal diam. Tanpa tedengaling, ia terjun langsung ke lapangan. Baginya, Rumah Retret Ngison Nando merupakan tempat nostalgia. Ia sungguh terlibat dalam upaya menjadikan tempat ini sebagai sarana menjalin persaudaraan dan keselamatan bagi sesama.

Rumah Retret Ngison Nando diberkati oleh Uskup Keuskupan Tanjungkarang, Mgr Andreas Henrisoesanta pada 21 April 2003. Empat bulan kemudian tepatnya 2 Agustus 2003, Bupati Lampung Selatan Zulkifli Anwar meresmikan gedung ini. Selain untuk retret, tempat ini juga acapkali dipakai untuk tempat rekoleksi dan aneka pertemuan, baik kaum muda, umat pada umumnya, para petugas pastoral, biarawan atau biarawati. Para peziarah tidak hanya berasal dari Lampung saja, melainkan juga dari seputaran Jawa.

Pimpinan Karya Rumah Retret Ngison Nando, Suster Bernarda HK mengungkapkan, rumah retret ini dibangun menurut visi Pastor Nando. Rumah ini terbuka bagi segala lapisan usia. Rumah ini juga dikhususkan bagi mereka yang mengalami disabilitas. Tidak mengherankan jika setiap tangga dirancang sedemikian rupa, untuk mereka yang menggunakan kursi roda.

Model seperti ini mau menunjukkan bahwa kesetaraan dalam pelayanan sangatlah penting. Setiap orang di mata Tuhan begitu sama karena semua adalah Imago Dei (Citra Allah). Oleh karena itu, hal yang utama adalah membangun keseimbangan, keselarasan hidup, rohani dan kemanusiaan bersama yang lain.

Lebih lanjut, Suster Bernarda mengatakan, setiap orang yang bekerjasama dengan Suster-Suster Belaskasih dari Hati Yesus yang Mahakudus, melayani sesama berlandaskan hati yang berbelas kasih dan bertumpu pada kasih dan kerahiman Tuhan. “Fasilitas di tempat ini sangat membantu mereka yang ingin menyepi dan bertemu Tuhan. Anggaplah ini rumah dan keluarga sendiri,” ujarnya.

Sebagai ladang karya, komunitas yang terletak di Jalan Soekarno Hatta (Samping Kodim) Lampung Selatan ini juga memiliki karya pastoral di perkebunan. Beberapa jenis tanaman buah-buahan dikembangkan secara organik di sini. Hasil dari kebun, selain saja untuk dikonsumsi sendiri, juga dinikmati oleh para peziarah yang datang ke Rumah Retret Ngison Nando. “Tanaman organik ini dipelihara sebagai bentuk dukungan dan perhatian terhadap lingkungan. Wujud kecintaan akan Tuhan tidak hanya berdoa tetapi juga bagaimana merawat dan menjaga keutuhan ciptaan Tuhan,” ujarnya.

Selain menjalankan agenda di dalam komunitas yang begitu padat, para suster juga menjalankan kegiatan bakti sosial di luar biara. Sebagaimana diakui Suster Bernarda, setiap bulan para suster komunitas ini juga mempunyai agenda kunjungan pastoral ke penjara. “Mereka mengalami kesepian di dalam penjara. Banyak dari mereka yang kehilangan harapan. Sebagai orang Kristiani kita wajib memberi perhatian dan merangkul mereka,” terangnya.

Dapur Panggilan
Sebagai rumah doa, siapa saja boleh datang dan menimba semangat iman, khususnya bagi para biarawan-biarawati. Secara khusus, hidup dalam doa menjadi misi tempat ini. Suster Bernarda menjelaskan, biasanya selain para peziarah yang berkunjung, Rumah Retret Ngison Nando kerap dipakai untuk pengembangan iman anak-anak usia sekolah. Dalam setahun, ribuan pengunjung juga tercatat di agenda tempat ini.

Suster Bernarda melanjutkan, Rumah Retret Ngison Nando memiliki berbagai fasilitas yang memadai untuk pengembangan kehidupan rohani. Sebagai tempat retret disediakan kapel, ruang devosi, Gua Maria, Taman Jalan Salib, dan Makam Yesus. Semuanya dipersiapkan sebagai sarana untuk perjumpaan dengan Allah. Tak jarang ada juga peziarah yang mengisahkan kesaksian imannya pernah berziarah ke tempat ini. “Dulu pernah ada kesaksian pasangan yang belum memiliki keturunan. Dalam perjalanan waktu, doa mereka terkabul dan ketika datang mereka membawa serta anaknya berziarah,” kenang Suster Bernarda.

Semua orang yang bekerja di Rumah Retret Ngison Nando harus berlandaskan hidup doa. Suster Bernarda menjelaskan, mereka yang membantu karya ini, kami sapa sebagai “rekan karya” dan menjadi satu keluarga. Untuk memulai karya hariannya, bahkan setiap hari para rekan karya akan mengadakan ibadat bersama di depan Gua Maria, kadang juga refleksi, sekaligus mereka belajar untuk membagikan pengalaman rohani mereka selama berkarya.

Tak jarang, beberapa yang pernah menjadi rekan karya di Suster Bernarda bahkan ada yang terpanggil sebagai suster atau calon imam. Hal ini menjadi kegembiraan tersendiri bagi kami. “Bagi mereka yang tidak terpanggil sebagai kaum religius, ketika kelak mereka hidup berkeluarga mereka bisa mengajarkan nilai-nilai hidup rohani yang pernah ditimba dari NNK kepada anak-anak mereka” pungkasnya.

Fr. Nicolaus Heru Andrianto

HIDUP NO.01 2019, 6 Januari 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini