Yovita Sri Endang Wahyuningsih : Cinta dalam Tata Kecantikan

316
Yovita Sri Endang Wahyuningsih.
[HIDUP/Hermina Wulohering]

HIDUPKATOLIK.com – Ia mengamalkan cinta kasih Kristiani dengan melatih banyak anak muda belajar tata rias. Baginya, cinta kasih tidak hanya di mulut, tetapi diamalkan.

Belasan tahun, Yovita Sri Endang Wahyuningsih bekerja untuk salah satu Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Sudah menjadi pemandangan yang lazim baginya di mana perempuan-perempuan harus bekerja keluar negeri demi menafkahi keluarga. Rasa iba muncul dalam benaknya. Ia sangat ingin membantu kaum perempuan agar dapat bekerja tanpa harus berpisah jauh dari keluarga. Setidaknya dengan membuka jalan yang bisa mencegah para perempuan menjadi TKI.

Suatu malam, dalam doanya, Yovita meminta Tuhan memberikan petunjuk agar ia dapat berbuat sesuatu. “Tuhan, saya ingin mengabdikan hidup saya untuk-Mu. Demikian doa saya waktu itu,” kenangnya. Keesokan harinya ia tiba-tiba saja pergi ke sebuah tempat kursus kecantikan untuk mendaftarkan dirinya.

Dengan modal uang di tangan dan dengan meminjam sebagian di koperasi, ia mengikuti kursus tata kecantikan mulai dari tingkat dasar, terampil, hingga mahir. Tidak tanggung-tanggung, Yovita mengikuti kursus untuk tata kecantikan rambut, kulit, dan sembilan kategori rias pengantin. Ia juga mengikuti ujian kompetensi untuk memperoleh sertifikat Tenaga Pendidik dan Penguji Praktik (TP3).

Belajar untuk Berbagi
Latar belakang pendidikan Yovita memang jauh dari dunia kecantikan. Ia adalah lulusan Sekolah Tinggi Pertanian. Namun, tujuannya satu, ia ingin membantu orang lain dengan melakukan sesuatu yang bisa direalisasikan. Ia juga meyakini, ini adalah jawaban Tuhan atas doanya. Ia bertekat, dengan ilmu yang ia dapatkan dari kursus kecantikan itu, ia akan membaginya untuk sesama.

Tahun 2009, Yovita mengundurkan diri dari pekerjaannya dan membuka Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Ayuningtyas. Nama itu ia ambil dari nama putrinya. Semua persyaratan untuk membuka LKP ia penuhi. Ia pun mendaftarkan LPK-nya ke notaris sampai dipatenkan di Kementerian Hukum dan HAM.

Saat mulai menerima murid, Yovita menggratiskan biaya pendidikan LKP kecantikan yang didirikannya. Ia mengkhususkan menerima murid dari mereka yang kurang beruntung. Tempat kursusnya masih di sekitar rumahnya di bilangan Condet, Jakarta Timur. Ia memang ingin merangkul masyarakat di lingkungannya. “Informasi kursus gratis itu disiarkan di kelurahan,” kata Yovita saat ditemui bulan Desember lalu.

Banyak dari masyarakat setempat yang menaruh minat. Namun, demi efektivitas dan alasan sumber daya, Yovita harus menyeleksi calon peserta kursusnya. Jumlah kelas terbatas untuk 20 orang dengan rentang usia 17-40 tahun. Mereka yang dipilih, selain adalah yang benar-benar membutuhkan, harus membawa Surat Keterangan Tidak Mampu.

Usaha salon kecantikan memang tak pernah kehilangan pesonanya. Menurut Yovita yang juga mempunyai usaha salon ini, bisnis salon kecantikan bukan sekadar usaha pangkas rambut semata. Lebih dari itu, salon dapat melayani segala yang berkaitan dengan kecantikan dan perawatan tubuh, seperti creambath, rias wajah, manicure, pedicure, body spa, dan perawatan tubuh lainnya.

Selain itu, usaha salon kecantikan juga dapat memanfaatkan momen-momen tertentu seperti wisuda, pernikahan, hingga peringatan hari-hari nasional seperti Hari Kartini dan Hari Kemerdekaan. Yovita sungguh melihat peluang ini. Ia juga berharap, anak-anak didiknya mampu melihat peluang dalam bidang ini setelah lulus. “Saya mau mereka berhasil, saya berharap dengan bekal pendidikan di LPK, mereka dapat mandiri secara ekonomi,” ujarnya.

Melatih Hidup Mandiri
Setelah karyanya berjalan, Yovita berusaha menjalin relasi dengan lembaga lain. Sebagai permulaan, ia pun mengajukan block grant kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dari kerja sama ini, para peserta mendapat bantuan berupa perlengkapan make up, dan biaya uji kompetensi.

Namun bantuan ini belum cukup, untuk pengeluaran operasional, hal ini masih menjadi bagian Yovita. Ia juga harus berjibaku menggaji tiga pengajar lain yang ia rekrut untuk membantunya. Beruntung, semua niat mulianya ini didukung penuh suaminya, Antonius Sugeng Widodo. Beberapa perabotan rumah diboyong untuk memenuhi kebutuhan tempat kursus. Urusan pembuatan laporan LKP bahkan digarap oleh sang suami.

Para peserta kursus, kata Yovita, dapat menentukan program yang mereka minati di antara tata kecantikan rambut, kecantikan kulit, serta rias pengantin. Namun, kadang mereka mengikuti program sesuai dengan proposal yang diajukan dan disetujui pemerintah. “Kalau yang kami ajukan dan disetujui adalah tata kecantikan rambut, berarti mereka otomatis ikut program tata kecantikan rambut,” katanya menjelaskan.

Bukan masalah bagi Yovita untuk mendidik peserta kursus dari masyarakat kelas bawah. Karena itu memang tujuannya. Dalam mendidik, ia berusaha mengambil hati mereka. Ia menyayangi setiap anak bimbingnya dan tidak pernah sekalipun keras pada mereka. Ia melakukan ini dengan maksud agar para peserta kursus lebih luwes dalam belajar dan merasa nyaman untuk bertanya apa saja. “Intinya seperti ajaran Gereja untuk memanusiakan manusia.”

Sebagai pendidik, Yovita ingin semua peserta kursusnya lulus dengan kompeten. Tidak hanya mendapatkan sertifikat LKP Ayuningtyas, ia juga mengikutkan peserta kursusnya pada Tempat Uji Kompetensi (TUK). Hingga angkatan yang kesembilan, peserta didiknya selalu lulus 100 persen. Dengan kursus gratis sejak pendaftaran hingga lulus, mereka mendapatkan dua sertifikat, dari LKP dan TUK.

Yovita menuturkan, saat ini hampir 200 peserta didiknya yang telah lulus dari LKP Ayuningtyas. Kabahagiaan terbesar baginya adalah ketika melihat mereka sukses dan bisa hidup mandiri. “Banyak dari mereka yang sudah mempunyai salon sendiri. Ada juga yang menjadi asisten makeup artist,” ungkapnya.

Cinta Kristiani
Di balik aksi sosial yang ia jalankan ini, Yovita menyimpan misi khusus. Ia ingin mengamalkan iman Katolik-nya. Baginya, cinta kasih tidak hanya di mulut, tetapi diamalkan. “Saya ingin memperlihatkan bahwa orang Katolik, walaupun kita sedikit tetapi kita menjadi garam yang bisa dirasakan. Harapannya juga mereka tidak memandang sebelah mata orang Kristiani.”

Dalam diri Yovita memang hidup rasa sosial yang besar. Ia mengarahkan kepeduliannya kepada pendidikan karena baginya itu bisa menjadi modal mereka untuk mandiri dan dapat menciptakan lapangan kerja. Ia juga memberikan kursus rias penganti ini di Gereja Santo Aloysius Gonzaga Cijantung, Jakarta Timur.

Sebagai umat Paroki Cijantung, Yovita terlibat aktif di lingkungan serta dalam kelompok kategorial seperti WKRI dan Legio Maria. Bersama komunitas-komunitasnya ini, ia kerap melakukan pelayanan sosial, antara lain dengan melakukan kunjungan ke rumah sakit dan panti asuhan.

Di tengah kesibukan pelayanannya, Yovita tetap aktif bergabung dengan Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (HARPI) dan Himpunan Seluruh Pendidik dan Penguji Indonesia. Ia tidak ingin tertinggal. Hal ini ia lakukan agar bisa mengikuti perkembangan dalam dunia tata kecantikan. Inspirasi dan prestasinya ini membuat beberapa mahasiswa kerap melakukan penelitian di LKP Ayuningsih.

Kini, sambil mengajar di LKP-nya, Yovita juga menjadi tim asesor serta dosen aspek hukum dan ekonomi di salah satu Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi di Jakarta. Di luar, ia juga bergabung dengan Warakawuri serta kelompok kerja kelurahan,

Yovita Sri Endang Wahyuningsih

Lahir : Purbalingga, 15 Juni 1960
Suami : Antonius Sugeng Widodo
Anak : RR Enggelina Ayuningtyas

Pendidikan :
– SD Pius Purbalingga
– SMP Stella Duce Yogyakarta
– Sekolah Pertanian Menengah Atas Yogyakarta

Penghargaan :
– Juara I Lomba Instruktur Tata Rambut Nasional 2013
– Juara Pertama Lomba Instruktur Tata Rambut tahun 2013 di Batam.

Hermina Wulohering

HIDUP NO.01 2019, 6 Januari 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini