HIDUPKATOLIK.COM – Setiap tanggal 18-25 Januari komunitas Gereja Katolik dan Gereja Kristen Protestan berdoa bersama untuk persatuan dan perdamaian. Tema Pekan Doa Sedunia 2019 adalah “Semata-mata keadilan, itulah yang harus kau kejar”.
Pendeta Wipro Prapdito mengungkapkan, “tema Pekan Doa Sedunia tahun 2019 ini sangat tepat untuk berefleksi bersama atas fenomena carut marut peradilan. Berhadapan dengan realitas itu, Gereja sebagai agen perubahan menjadi ujung tombak keadilan.
Melalui doa ini, para Pendeta dan Pastor menjadi penyemangat kehidupan umat untuk mengupayakan terwujudnya kehidupan bersama yang berkeadilan, baik di tingkat lokal maupun kehidupan masyarakat global.
Pastor Eduardus Didik Chahyono SJ selaku Ketua Komisi Hubungan Antar Agama Kevikepan Semarang menjelaskan, “di kota Semarang ini, ibadah bersama ekumene Pekan Doa Sedunia dilaksanakan di Gereja St Maria Fatima Banyumanik, GKI Karangsaru, GKI Gereformeerd Semarang, dan Gereja Santa Perawan Maria Ratu Rosario Katedral Semarang. Selain kota Semarang, pekan doa dilaksanakan di Kudus Kendal, Salatiga, Surakarta, Wedi, Klaten, Magelang, Yogyakarta dan berbagai kota yang lain.
Hal yang menarik dari acara penutupan pekan doa pada 25 Januari 2019 di Gereja Katedral adalah diadakan acara tabur benih yang dilakukan para tokoh lintas agama Kota Semarang dan pentas seni.
Pastor Herman Yosef Singgih Sutoro Pr menyatakan,”pada penutupan Pekan Doa Sedunia ini, para pendeta dan romo diberi benih tanaman sawo kecik dan ikan sebagai simbol untuk “nandur kebecikan” atau menanam kebaikan,” tutur Singgih.
Adapun ikan dipilih sebagai simbol umat Kristiani. Kata ‘ikan’ dalam Bahasa Yunani (ICHTHUS) digunakan sebagai singkatan untuk kata Iesous CHristos, THeou Uios, Soter yang berarti Yesus Kristus, Putra Allah, Sang Penyelamat.
Selain itu, lanjut Singgih, “tabur benih ikan dilakukan sebagai ungkapan nyata seluruh tokoh agama, untuk memperhatikan bumi sebagai rumah bersama yang harus kita jaga keberadaannya agar tetap damai, aman, dan terhindar dari bencana.”
Dalam kesempatan itu Pendeta Rahmat Paska Rajagukguk mengungkapkan kesannya, “perjumpaan umat Kristiani dan tokoh lintas agama dalam perbedaan mampu menepis stigma lama yang membuat keterpisahan. Dengan kegiatan ini, kita dapat mewujudkan jalinan persaudaraan yang dapat menghadirkan semangat kekeluargaan untuk membangun kehidupan bersama menjadi lebih baik lagi.”
Harapan senada juga diungkapkan oleh Pendeta Angga Prasetya, “Kebersamaan dalam perbedaan memungkinkan semua pihak saling belajar dan memperkaya cara penghayatan hidup iman yang dapat berdampak pada kebaikan hidup bersama di tengah masyarakat yang majemuk. Kami berharap kebersamaan ini tidak cepat berlalu.”
Laporan: Eduardus Didik Chahyono SJ/ Bonifasius Melkyor Pando SJ
A.Bilandoro