Yesus Juga Lahir di Rumah

1647

HIDUPKATOLIK.com – Menjelang Natal, umat Kristiani biasanya sibuk mengadakan berbagai persiapan untuk menyambut momen yang istimewa ini. Selain persiapan batin berupa pertemuan-pertemuan dalam Masa Adven, dilakukan pula persiapan-persiapan yang bersifat fisik, yakni pemasangan pernak-pernik Natal seperti lampu warna-warni dan pohon cemara yang berselimutkan salju. Yang tidak pernah dilupakan tentu saja gua atau kandang Natal. Ini karena kita semua ingin mengenang sekaligus merasakan suasana serba sederhana yang melingkupi kelahiran Yesus. Di Betlehem, Ia lahir di kandang setelah tidak mendapat tempat di rumah-rumah penginapan (Luk 2:7).

Namun, yang sering luput dari perhatian banyak orang, kisah kelahiran Yesus dalam Injil Matius ternyata berkata lain. Orang-orang majus dikatakan mengunjungi Yesus di sebuah rumah (Mat 2:11). Yesus dengan demikian lahir di rumah, bukan di kandang. Bagaimana perbedaan ini bisa dijelaskan?

Untuk menjelaskan perbedaan antara Injil Matius dan Injil Lukas dalam mengisahkan kelahiran Yesus, banyak orang menyatukan dan menyelaraskan kedua kisah ini. Mengikuti Injil Lukas, Yesus dikatakan lahir di kandang dalam suasana yang penuh dengan keprihatinan. Ia dikunjungi oleh para gembala sebagai tanda bahwa Tuhan hadir pertama-tama untuk menyapa orang-orang kecil yang dipinggirkan. Beberapa waktu kemudian, meskipun tidak dicatat dalam Injil, keluarga kudus dikatakan pindah ke sebuah rumah. Kisah selanjutnya mengikuti alur Injil Matius, di mana di rumah tersebut Yesus dikunjungi oleh orang-orang majus. Yesus saat itu bukanlah bayi yang baru saja dilahirkan, sebab orang-orang itu tentunya memerlukan waktu beberapa bulan sebelum sampai ke Betlehem.

Akan tetapi, penjelasan itu kiranya tidak tepat. Kisah kelahiran Yesus dalam Injil Matius dan Injil Lukas adalah dua kisah yang berdiri sendiri-sendiri. Sejumlah bagian memang sama, tetapi masing-masing kisah dengan jelas menampilkan karakter, nada, jalan cerita, dan pesan yang berbeda. Alih-alih dipaksa untuk melebur menjadi satu, akan lebih baik kalau masing-masing kisah dibiarkan mandiri agar kekayaan pesan dan gagasan teologis yang terkandung di dalam keduanya tidak hilang. Kali ini kita akan berfokus pada kisah menurut Injil Matius, kisah yang salah satu unsurnya – yaitu tentang lokasi kelahiran Yesus – jarang mendapat perhatian dari kita semua.

Kapan dan bagaimana persisnya Yesus dilahirkan rupanya tidak diketahui. Injil Markus sebagai Injil tertua tidak menganggap hal itu penting, sehingga langsung bercerita tentang Yesus yang sudah dewasa dan siap untuk berkarya. Karena tidak ditemukan dalam Injil Markus, penulis Injil Matius dan Lukas yang ingin berkisah tentang kelahiran Yesus lalu mencarinya dalam sumber mereka masing-masing. Masing-masing lalu mengolah kisah yang didapat dan menyesuaikannya dengan gagasan teologis yang ingin mereka sampaikan. Sejalan dengan situasi yang dihadapi jemaat saat itu, kisah kelahiran Yesus dalam Injil Matius tampaknya berkepentingan untuk menegaskan keyahudian Yesus.

Karena itulah kisah diawali dengan silsilah yang membuktikan bahwa Yesus adalah keturunan Abraham dan keturunan Daud (Mat 1:1-17). Tokoh utama kisah ini adalah Yusuf, sebab dialah yang membuat sang Anak Allah secara hukum sah menjadi anak Daud. Sementara itu, kelahiran Yesus dari perawan Maria dinyatakan sebagai penggenapan nubuat Nabi Yesaya (Yes 7:14). Status Yesus sebagai raja Yahudi yang baru ditegaskan oleh kunjungan kolega-kolega-Nya, yakni orang-orang majus yang sering juga disebut para raja dari Timur. Di mana Yesus dilahirkan di Betlehem? Injil Matius tidak merasa perlu menyebutkannya secara khusus, sebab sebagaimana bayi-bayi pada umumnya, Yesus dilahirkan di sebuah rumah.

Demikianlah kisah kelahiran Yesus dalam Injil Matius bermaksud menegaskan identitas Yesus. Dialah Anak Allah, anak Abraham, anak Daud, raja Yahudi yang baru, yang kedatangan-Nya sudah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Merayakan Natal dengan merenungkan kisah ini kita diajak untuk menjadikan Yesus sebagai Raja di hati kita. Bukalah hati kita bagi kedatangan-Nya. Biarkan hidup kita dipimpin oleh-Nya agar kita dituntun di jalan yang benar dan merasakan damai sejahtera. Dua sikap yang saling bertentangan ditunjukkan kepada kita: orang majus yang menyambut Yesus dengan gembira dan Herodes yang menanggapi kehadiran-Nya dengan kebencian. Kita hendaknya mengikuti teladan yang pertama.

Jarot Hadianto

HIDUP NO.51 2018, 23 Desember 2018

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini