HIDUPKATOLIK.COM – Tragedi Nduga harus dilihat secara komprehensif sebab persoalan di Papua begitu kompleks.
TRAGEDI penembakan yang menewaskan 19 pekerja pekerja pembangunan jembatan di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua pada awal Desember lalu merupakan degradasi nilai-nilai kemanusiaan.
Hal itu diungkapkan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Vox Point Indonesia DKI Jakarta, Norben Syukur, dalam diskusi Ada Apa di Balik Peristiwa Papua, di Sanggar Prathivi, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Sabtu, 12/18.
Menurutnya, Pemerintah harus serius menangani persoalan ini. Motif penembakan oleh pasukan Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat terhadap pekerja tersebut harus didalami. “Pemerintah dan stakeholder terkait perlu duduk bersama. Persoalan ini harus dilihat secara komperhensif dan berdasarkan data,” ujarnya.
Adriana Elizabeth, Peneliti LIPI Khusus Kajian Papua, mengungkapkan masalah di Nduga merepresentasikan seluruh persoalan di Papua yang begitu kompleks. Menurutnya, Papua telah lama mengalami diskriminasi.
“Negara harus hadir di sana, tidak hanya melalui pendekatan infrastruktur tapi juga melalui dialog budaya. “ Lebih lanjut, Adriana mengungkapkan dialog model itu (dialog budaya) yang persis diabaikan Pemerintah selama ini. Papua memiliki nilai-nilai filosofi sebagai kekayaan budaya mereka. Itu yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang harus dikerjakan.
“Negara tidak boleh melakukan represif sebagai solusi atas persoalan ini,” ucapnya. Senada dengan itu, aktivis HAM dan Koordinator Kontras, Haris Azar, menjelaskan, kebutuhan imateriil sangat mendesak bagi Papua.
Kebutuhan tersebut seperti penegakan keadilan, HAM, memberi penghormatan, dan pengakuan atas keberadaaan suku-suku asli Papua. “Kebutuhan tersebut sangat substantif akan tetapi negara seringkali absen soal ini. Tragedi Nduga menunjukkan bertambah buruknya rapor HAM di Indonesia,” tegasnya.
Direktur Papua Circle Institute, Hironimus Hilapok, menyoroti dua hal penting yang harus diperhatikan dalam menyelesaikan persoalan di Papua yakni perlunya evaluasi terhadap Otonomi Khusus (Otsus) dan pelanggaran HAM di Papua.
Faktanya, Otsus tidak membawa kesejahteraan bagi rakyat Papua sehingga seruan merdeka selalu muncul. “Penyelesaian masalah HAM Papua mendesak dilakukan. Dengan cara demikian akan memulihkan kepercayaan rakyat Papua terhadap pemerintah Indonesia,” pungkasnya.
Willy Matrona
HIDUP NO.52 2018, 30 Desember 2018