HIDUPKATOLIK.COM – Ibr. 6:10-20; Mzm. 111:1-2,4-5,9,10c; Mrk. 2:23-28
ALASAN terindah dan terdalam dari pengharapan Kristiani adalah kesetiaan Allah. “Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya’” (2Tim. 2:11-13).
Kesetiaan Allah yang tak terbatalkan itu tampak nyata dalam kisah Abraham. Kepadanya Allah menjanjikan berkat di masa depan dan mengukuhkannya dengan sumpah. Komitmen kesetiaan Allah itu menjadi definitif dengan kedatangan Yesus, karena Dialah yang ditetapkan Allah menjadi “Perintis bagi kita, yakni ketika Ia, menurut tata imamat Melkisedek, menjadi Imam Agung untuk selama-lamanya” (Ibr. 6:20).
Itulah kebaruan Injil yang dipadatkan dalam pernyataan Yesus di hadapan representasi paling legalistik Yudaisme pada masa itu, orang-orang Farisi: “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat. Jadi, Anak Manusia adalah Tuhan, juga atas hari Sabat” (Mrk. 2:27-28).
Dialah yang menunjukkan bahwa hukum ilahi itu membebaskan, bukan malah membuat manusia kehilangan martabatnya.
Pastor Vitus Rubianto Solichin SX
Dosen Kitab Suci STF Driyarkara Jakarta, Doktor Teologi Kitab Suci dari Universitas Gregoriana, Roma