HIDUPKATOLIK.COM – PW St. Antonius, Abbas; Ibr. 3:7-14; Mzm. 95:6-7,8-9,10-11; Mrk. 1:40-45
KONSEP kekotoran (Mrk. 1:22), lebih sering merupakan sebuah penilaian budaya. Dalam kehidupan budaya yang majemuk, penilaian terhadap kekotoran ini bahkan sering memunculkan dominasi kebudayaan tertentu. Inilah yang tidak dikehendaki dalam warta Injil Kerajaan Allah.
Maka, kepada orang kusta yang dianggap najis, Yesus “menjamahnya” (ay. 41), artinya “memberi sentuhan yang mengubah”. Melalui jamahan itu, status penderita kusta itu berubah. Ia bisa kembali bergabung dengan masyarakat umum, karena pada dirinya, sudah tidak ada lagi yang harus dijauhi (bdk. Yes. 52:11).
Melalui penyembuhan orang kusta itu, Yesus mengubah hukum kenajisan. Dia lebih menekankan kemurnian moral daripada kebersihan seremonial (lih. Mrk 7:1-23). Paulus pun menafsirkannya secara lebih keras.
Kontroversi melawan ‘jalan hidup duniawi’ ini adalah salah satu karakter Kabar Gembira mengenai Yesus Kristus. Kehadiran dan penyertaan Allah di tengah-tengah kita, telah menggantikan hukum buatan manusia dengan hukum Ilahi, yaitu kasih, keadilan, dan kebenaran Allah.
Itulah alasan orang kusta yang telah disembuhkan tidak mau menaati perintah agama “buatan manusia”. Ia tidak datang “memperlihatkan diri kepada imam dan mempersembahkan persembahan untuk pentahiran … sebagai bukti bagi mereka” (ay. 44).
Bahkan ia mengabaikan peringatan Yesus untuk tidak memberitahukan pengalaman penyembuhannya (ay.43-44). Karya Allah yang begitu besar dan istimewa itu harus disebarkan ke mana- mana, begitu kata suara hatinya.
Markus menunjukkan, misionaris pertama Kabar Gembira Allah adalah seorang eks penderita kusta. Inilah harkat baru hadirnya Kerajaan Allah!
Henricus Witdarmono
M.A. Rel. Stud. Katholieke Universiteit te Leuven, Belgia