Paroki Hati Kudus Laktutus: Kopi untuk Umat

612
Penanaman kopi di lahan milik umat Paroki Hati Kudus Laktutus, Keuskupan Atambua sebagai bagian dari program budidaya kopi di paroki tersebut. [ww.indonesia.ucanews.com]

HIDUPKATOLIK.COM –  Gereja harus semakin menunjukkan wajahnya di tengah umat. Gereja tidak hanya memberi santapan rohani tapi juga pemberdayaan ekonomi umat.  

HAMPARAN sabana yang begitu luas menjadi gambaran alam di Laktutus, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Wilayah yang berada di perbatasan dengan negara Timor Leste ini memiliki panorama alam yang unik. Tepat berada di Kaki Bukit Laktutus berdiri tegak sebuah Paroki Hati Kudus Laktutus.

Sebelum diresmikan menjadi paroki, wilayah ini merupakan stasi dari Paroki Roh Kudus Halilulik yang dilayani oleh Misionaris Sabda Allah (SVD). Tepat pada tahun 2002, Stasi Laktutus menjadi satu wilayah persiapan paroki atau bakal paroki. 

Pada 21 Juli 2004, Uskup Atambua, Mgr Anton Pain Ratu SVD meresmikannya menjadi Paroki Hati Kudus Laktutus. Paroki tersebut kemudian diserahkan kepada Ordo Fratrum Minorum (OFM). Paroki Laktutus memiliki tiga wilayah stasi yakni: Stasi Laktutus, Stasi Weklalenok, dan Stasi Wekmoutis.

Dengan berdirinya paroki ini, umat Laktutus dan sekitarnya tidak perlu lagi menempuh jarak 18 km untuk mengikuti misa di Paroki Halilulik. Sebagian besar umat di paroki memiliki mata pencaharian sebagai petani dan peternak. Hal itu didukung oleh keadaan alam sekitar di mana terdapat sabana yang menyediakan rumput.

Alam juga menyediakan ladang subur bagi mereka. Meskipun demikian, fenomena menarik terjadi di mana cukup banyak masyarakat meninggalkan ladang dan padang untuk memilih bekerja di luar daerah bahkan di luar negeri.

Pastor Paroki Laktutus, Yohanes Kristoforus Tara OFM mengatakan masyarakat setempat banyak yang merantau menjadi buruh di perkebunan kelapa sawit di Kalimantan. Selain itu, banyak yang menjadi TKI dan TKW di Malaysia dan beberapa negara lainnya.

Berpijak dari kondisi umat inilah, Paroki Laktutus mencanangkan program pengembangan pertanian kopi pada akhir tahun lalu. Hal itu sejalan dengan arah dasar Keuskupan Atambua tahun 2017 dengan fokus peningkatan ekonomi umat. Program ini disambut baik oleh Uskup Atambua, Mgr Dominikus Saku dan Bupati Belu, Willybrodus Lay.

Pastor Kristo, begitu akrab disapa, menambahkan program tanam kopi ini sekaligus upaya untuk memutus mata rantai kemiskinan yang membuat umat lebih memilih menjadi imigran. Paroki Laktutus tidak hanya mengajak umat untuk menanam kopi, tetapi memulai kebiasaan itu dari paroki sendiri.

Anakan kopi yang telah disediakan telah ditanam di lahan paroki seluas enam hektar. Lahan ini kemudian akan menjadi lahan percontohan bagi umat. “Telah begitu banyak dari mereka yang menjadi korban perdagangan manusia. Menjadi imigran bukanlah solusi, tetapi menimbulkan permasalahan yang baru,” ujarnya.

Sekitar 30.000 bibit pun telah dibagikan kepada umat. Gereja bersama umat hingga kini terus memperhatikan dan merawat kopi yang ditanam. Pengawasan akan dilakukan terus menerus untuk mencapai tujuan program ini. “Mimpi kami adalah ingin menjadikan wilayah kami sebagai sentra penghasil kopi di Kabupaten Belu,” ungkap Pastor Kristo.

Lebih lanjut, Pastor Kristo membeberkan upaya budidaya kopi ini tidak terlepas dari terjalinnya hubungan baik antara Gereja dan pemerintah, sebagai mitra berkaitan dengan peningkatan ekonomi dan pelestarian lingkungan. 

Gereja pada dasarnya selalu konsisten untuk membangun kebaikan bersama (bonum commune) dan berusaha terus hadir di tengah umat. “Gereja harus semakin menunjukkan wajahnya di tengah umat. Gereja tidak hanya memberi santapan rohani tapi juga pemberdayaan ekonomi umat. Kopi untuk umat sebagai bukti nyata kehadiran gereja,” pungkasnya.

 

Willy Matrona

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini