Siaran Pers SETARA Institute, 14 Januari 2019 Tentang Gangguan Terhadap Jemaat Kristen GBI

307
Suasana protes yang dilakukan oleh warga menjelang peribadatan di GBI Jemaat Filadelfia, Medan, Sumatra Utara. [dok.ist.]

HIDUPKATOLIK.COM – Pada 13 Januari 2019, telah terjadi gangguan terhadap Jemaat Kristen Gereja Bethel Indonesia (GBI) Philadelfia Griya Martubung, Medan, Sumatera utara, saat melakukan ibadah Minggu. Mereka di‘gruduk’ dan dihalangi oleh masyarakat setempat untuk melakukan aktivitas ibadah.

Menurut sumber-sumber terpercaya, khususnya Pengurus Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Medan, GBI Philadelpia awalnya beralamat di Blok 6 (8 tahun), lalu pindah ke Blok 12 (9 tahun), dengan alas hak kontrak bangunan yang berakhir pada 2018. GBI di Blok 8 yang kemarin mendapat gangguan berdiri di atas tanah milik Pdt. Jan Fransman Saragih.

Gangguan yang terjadi kemarin bukan yang pertama. Sejak pertama kali peribadatan dilaksanakan pada 11 November 2018, terjadi penolakan dari beberapa warga Blok 8. Pada 15 November 2018, warga melakukan konvoi dengan menggeber suara sepeda motor mengelilingi gereja pada saat ibadah malam.

Pada 25 November 2018, warga penolak gereja masuk ke dalam gereja, membuat video ibadah jemaat. Jemaat tetap tenang dan tidak melakukan perlawanan sehingga tidak terjadi gesekan. Pada 7 Januari 2019, ada surat tembusan dari Camat Medan Labuhan perihal instruksi penutupan GBI Philadelfia.

Kemudian pada 13 Januari 2019 kemarin, pukul 06.00 WIB dan 09.00 WIB, terdengar pengumuman melalui pengeras suara di sebuah masjid yang mengajak umat muslim di Blok 8 untuk melakukan perang amar ma’ruf ruf nahi munkar terhadap GBI Philadelfia.

Ujungnya, 100-an orang, yang tidak semuanya warga Blok 8, mendatangi Gereja 30 menitan sebelum peribadatan dimulai dan menghalang-halangi dilaksanakannya peribadatan di Gereja yang perizinannya sedang diurus dan terhambat di tingkat kelurahan tersebut.

Terkait peristiwa di atas, SETARA Institute menyampaikan beberapa pernyataan berikut.
Pertama, secara substantif, setiap bentuk pembatasan dan upaya menghalang-halangi aktivitas peribadatan seperti yang dilakukan terhadap Jemaat GBI Martubung di atas nyata-nyata merupakan pelanggaran atas Pasal 29 ayat (2) UUD Negara RI tahun 1945.

Kedua, peristiwa pelanggaran hak konstitusional warga jemaat GBI Philadelfia Martubung dimaksud menegaskan terjadinya penguatan konservatisme keagamaan, pengerasan identitas keagamaan diri (self) dan peningkatan resistensi terhadap identitas liyan (other). Hal itu meneguhkan kecenderungan komunal terjadinya penyangkalan hak-hak minoritas keagamaan oleh kelompok agama mayoritas dengan aneka dalih, mulai dari argumen membela agama hingga alasan administratif.

Ketiga, aparat negara dalam konteks itu, mulai dari lurah, camat, pemerintah kota, hingga pemerintah pusat, harus menunjukkan keberpihakan yang nyata bagi seluruh warga di Kota Medan, khususnya kelompok minoritas agama, untuk dapat menikmati hak beragama dan beribadah menurut agama/kepercayaan masing-masing secara merdeka. Maka, aparat pemerintah hendaknya memfasilitasi pemenuhan hak, bukan malah sebaliknya, menghambat proses perizinan.

Keempat, oleh karena itu, SETARA Institute mendesak aparat pemerintah setempat agar memproses dan memfasilitasi pengajuan perizinan GBI Philadelfia dengan menjadikan ketentuan konstitusi negara sebagai basis bertindak dalam memastikan jaminan hak konstitusional warga.

Selain itu, aparat keamanan hendaknya memberikan jaminan keamanan dan ketertiban secara adil bagi seluruh warga, termasuk kelompok-kelompok minoritas agama. Pada akhirnya, berkaitan dengan tahun politik elektoral, SETARA Institute mendorong Pemerintah Pusat agar mengambil tindakan pencegahan optimal dan mengantisipasi setiap upaya dari pihak-pihak tertentu untuk menjadikan isu agama sebagai instrumen pemantik instabilitas sosial di tahun Pemilu dan Pilpres.

 

Bonar Tigor NaiposposHalili (SETARA Institute)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini