Dia tak menampik karya ini tak mudah. Banyak umat membutuhkan pelayanan ini. Dia mencontohkan, di Filipina, dalam sehari Pastor Ramon bisa menerima lima permintaan umat untuk memberikan bimbingan retret penyembuhan. Pastor Ramon sering pulang ke komunitasnya dengan tubuh yang sudah loyo. Hal ini juga tak baik untuk kesehatan pribadi, hidup berkomunitas, dan karya pelayanannya yang lain. Karena itu, meski tetap berkecimpung dalam karya tersebut, Pastor Ramon membatasi permintaan. Semua dia lakukan demi menciptakan keseimbangan hidup pribadinya.
Saat ini, Pastor Ramon mengaku, hidup dan karyanya hanya tertuju untuk umat dan komunitasnya. Sama sekali tak ada di benaknya menjadi terkenal atau meraup keuntungan dari segala karyanya. “Saya tak punya akun media sosial seperti Facebook atau Instagram, tapi saya punya e-mail untuk berkomunikasi dengan teman,” ujar imam yang berusia 63 tahun itu.
Dia menambahkan, “ketika membutuhkan sesuatu, saya biasanya kembali kepada komunitas Jesuit. Mereka sangat baik dan kita diajarkan untuk lepas bebas pada misi yang diberikan. Jika bahasa setempat sulit, saya akan menolak, karena saya sudah berusia (lanjut), akan sulit untuk belajar bahasa lagi.”
Hidup Berbuah
Pastor Ramon mengakui, bila dirinya mampu bertahan lebih dari 30 tahun sebagai imam atau 41 tahun lebih sebagai anggota Jesuit, semata-mata bukan karena kekuatannya. Tapi, atas berkat perlindungan dan cinta Tuhan kepadanya.
Tuhan juga yang telah memberikan banyak kesempatan baginya bisa bertemu dengan banyak orang, membantu mereka mengatasi masalah, serta melintasi dunia. “Karya kerasulan yang indah. Uang tidak bisa membeli kesempatan-kesempatan ini,” katanya secara yakin.
Bagi kaum muda yang masih bingung tentang panggilan hidup, Pastor Ramon mengajak mereka untuk terus mencari, menemukan, dan menjalani panggilan hidup masing-masing secara total. “Jika Anda bisa melakukannya, saya pikir, Anda akan berbuah dalam hidup,” pungkasnya.
Antonius Bilandoro
HIDUP NO.45 2018, 11 November 2018