HIDUPKATOLIK.com – Dia sempat mengurus bisnis keluarga. Namun, saat peluang untuk menjadi mapan terbuka lebar, dia justru banting stir. Umat kerap memintanya untuk membimbing retret penyembuhan.
Surya telah kembali keperaduan, ketika berjumpa dengan Pastor Ramon Maria Luza Bautista SJ, di Sanggar Prathivi, Jakarta Pusat, Agustus silam. Senyum senantiasa terlukis di wajahnya. Imam asal Filipina itu hadir atas undangan Komunitas Schooled by the Spirit.
Ini merupakan kunjungan perdana Pastor Ramon ke Indonesia. Dia datang untuk memberikan seminar dan bimbingan spiritualitas Ignatian, berupa latihan-latihan rohani yang bersumber pada keutamaan St Ignatius dari Loyola (1491-1556), pendiri Serikat Yesus. Kegiatan tersebut diikuti oleh sejumlah komunitas di Keuskupan Agung Jakarta.
Menemukan Kebahagiaan
Pastor Ramon merupakan anak ketujuh dari 12 bersaudara. Dia lahir dan tumbuh dalam lingkungan keluarga Katolik yang taat. Mereka memiliki tradisi doa bersama di dalam keluarga. Ramon bersama saudara dan orangtuanya berdoa Rosario bersama setiap hari. Pola hidup rohani yang terawat secara baik menumbuhkan panggilan khusus amat subur dalam keluarga Ramon.
Selain Pastor Ramon, adik keempatnya juga terpanggil sebagai imam Jesuit. Tak hanya itu, paman kandungnya juga ada yang menjadi imam, tantenya pun ada yang terpanggil sebagai suster. Sementara saudara dan saudarinya yang lain bergabung dalam komunitas awam religius Opus Dei.
Pastor Ramon mengaku tidak mengalami banyak persoalan dalam merawat panggilannya sebagai seorang “gembala” karena fondasi hidup rohani sudah tertancap amat dalam sejak kecil.
Tradisi hidup rohani yang ia jalani semasa kanak-kanak terus dipraktekan hingga kini. Bila dulu, berdoa bersama keluarga tapi sekarang dia melakukannya bersama anggota
komunitas maupun pribadi.
Pastor Ramon begitu mengingat pesan ayahnya menjelang tahbisan. Suatu hari, dia dipanggil ayahnya, lalu menyampaikan pesan singkat. “Pastikan bahwa kamu tetap di sini, dan kamu tidak keluar,” pinta sang ayah kepada Pastor Ramon, kala itu.
Dia mengaku tak gampang menjaga amanah ayahnya. Sebagai imam, dia harus terbuka kepada penugasan tarekat untuk berkarya di medan lain, termasuk bila diperlukan harus “angkat kaki” dari tanah kelahirannya. Tapi, dia akan sekuat tenaga merawat keputusan hidupnya sebagai imam. “Tuhan telah memberkati saya. Saya selalu yakin dengan rahmat Tuhan (berkarya dalam tahbisan),” ungkapnya. Pastor Ramon ditahbiskan 31 tahun yang lalu.