APTIK Peduli Mentawai

407
Lokakarya Pembangunan Masyarakat Mentawai. [Dok. Meylani Yo]

HIDUPKATOLIK.com APTIK hadir di Mentawai dalam kerjasama dengan Gereja. Mereka ingin menguatkan sisi pembangunan sumber daya manusia.

“MUSARAINA”, sebuah ungkapan khas orang Mentawai dalam mengungkapkan persaudaraan. Musaraina menjadi kata kunci dalam Lokakarya Pembangunan Mentawai yang diselenggarakan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) Keuskupan Padang.

Lokakarya ini dibuat atas dorongan Gereja dalam melihat keprihatinan soal pembangunan terkini yang sedang dihadapi orang Mentawai. Pada kesempatan ini hadir Bupati Mentawai Yudas Sabaggalet. Penyebab ketidakmajuan sebuah daerah adalah faktor pendidikan.

Yudas dalam pesannya mengatakan, untuk mengubah mentalitas masyarakat maka pendidikan adalah jalan satu-satunya. “Untuk mengubah Mentawai harus meningkatkan pendidikan,” jelasnya. Yudas menggarisbawahi bahwa masyarakat Mentawai jangan menjadi penonton dalam perubahan pembangunan, masyarakat harus jadi subyek.

Dengan demikian, peran penting pemangku kepentingan bekerja bersama-sama mewujudkan masyarakat Mentawai yang lebih berdaya dan mandiri. “Kita berusaha bersama demi Mentawai yang maju dan sejahtera,” ajak Yudas.

Lokakarya yang digelar Senin-Jumat, 6-9/11, menghadirkan beberapa narasumber yang menelisik soal wacana pembangunan orang Mentawai. Pastor Matteus Tatetubun membeberkan sederet pertanyaan mengapa orang Mentawai masih miskin? Apakah orang Mentawai tidak suka pembangunan, kemajuan atau perubahan?

Apakah pembangunan sesuai dengan pola hidup orang Mentawai? Pihak luar memberi stigma “primitif” kepada orang Mentawai. Lebellebel demikian, bagi Pastor Matteus, telah melumpuhkan daya juang orang Mentawai yang mendiami empat pulau besar di seberang Padang: Pagai Selatan, Pagai Utara, Sipora, dan Siberut.

Pemerintah Indonesia dengan Peraturan Presiden (Perpres) –No. 131/2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal (PDT) tahun 2015 – 2019 menyakatan bahwa Kabupaten Kepulauan Mentawai termasuk daerah tertinggal. Kabupaten ini berada pada urutan ke-72 dari 122 daerah Kabupaten yang tertinggal secara nasional.

Pastor Matteus menjelaskan, sentuhan pembangunan Masyarakat Mentawai dimulai sejak tahun 1970 melalui program pemerintah yaitu Otorita Pengembangan Kepulauan Mentawai (OPKM). Usaha ini disusul dengan Program Pembinaan Kesejahteraan Masyarakat Terasing (PKMT) serta Inpres Desa Tertingal (IDT).

Pastor Matteus berharap pembangunan Mentawai tidak berdampak pada tercabutnya orang Mentawai dari akar budayanya. “Tentu yang diharapkan adalah pendekatan pembangunan berbasis pada ‘musaraina’ dan kearifan lokal,” tegas Pastor Matteus.

Lokakarya ini menghasilkan rekomendasi penting dalam tiga bidang kunci, yaitu bidang pendidikan, sosial ekonomi, dan kesehatan. Dalam bidang kesehatan, Kabupaten Mentawai diharapkan membuat kebijakan dan program yang menempatkan keluarga dan komunitas adat di Mentawai sebagai subyek utama.

Pemerintah diharapkan membangun kesehatan yang holistik. Di bidang sosial ekonomi, pelatihan dan pendidikan menjadi rekomendasi untuk pemberdayaan masyarakat. Sedangkan bidang pendidikan mengusulkan dikembangkannya pendidikan vokasi di Kabupaten Mentawai dengan bekerjasama dengan PAPKI.

Peserta lokakarya berasal dari tujuh paroki di kepulauan Mentawai dan melibatkan beberapa lembaga di antaranya LSM Yayasan Cipta Mandiri Mentawai, LSM Fondasi Hidup, PAPKI, PSE Keuskupan Padang, Masyarakat adat Mentawai dan PT anggota APTIK yakni Unika Atma Jaya Jakarta, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, Unika Soegijapranata Semarang, Unika Dharma Cendika, dan Unika Widya Mandala Surabaya.

 

Meylani Yo (Mentawai)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini