Ketaatan Iman

93
[ilustrasi: thefourcarpenters.com]

HIDUPKATOLIK.com Yer. 23:5-8; Mzm. 72:2,12-13,18-19; Mat. 1:18-24

PERMENUNGAN yang kemarin mendapatkan kisah konkretnya dalam pengalaman Yusuf yang kita dengarkan hari ini. Sebagai seorang yang saleh, pikiran Yusuf berada dalam koridor tata hukum yang berlaku. Ia menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam proses pernikahannya.

Dan secara manusiawi, ia akan berpikir bahwa ketidak-beresan ini kemungkinan besar ada di pihak tunangannya. Oleh karena itu, ia bermaksud menceraikannya secara diam-diam (ay. 19). Tetapi persis pada titik itulah muncul intervensi Allah.

Dalam sebuah mimpi, Yusuf mengalami Allah yang memberikan makna peristiwa itu dari perspektif Yang Ilahi. “Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka” (ay. 21).

Kita tidak tahu apa yang dipikirkan Yusuf ketika mendengar keterangan Allah ini. Bisa jadi
di dalam hatinya, Yusuf belum 100 persen setuju dengan gagasan Allah ini. Tetapi di
hadapan intervensi ilahi ini, Yusuf tidak berbuat lain. Ia menunjukkan ketaatannya, meminggirkan gagasannya sendiri dan menomor-satukan gagasan Allah dengan segala
resikonya. Lalu?

Kepada Allah yang mewahyukan Diri, manusia wajib menyatakan ketaatan iman, demikian ajaran Konsili Vatikan II (DV 5). Kata ‘ketaatan’ dipakai di sini justru untuk direnungkan ketika gagasan manusia dan gagasan Allah terlihat berseberangan. Beranikah kita untuk taat?

 

Pastor Dr. V. Indra Sanjaya
Dosen Kitab Suci Pasca Sarjana Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini