HIDUPKATOLIK.com – Pengasuh Yth, nenek kami berusia 94 tahun. Belakangan ini setiap kali bertemu dengan cucu-cucunya, ia selalu minta didoakan agar segera dipanggil Tuhan. Apakah permintaan nenek itu wajar?
Blasius, Yogyakarta
Sdr Blasius yang terkasih, saya kira permintaan nenek Anda bukan hal yang tidak wajar. Tidak sedikit orang berusia lanjut yang antusias menunggu tibanya saat dipanggil Tuhan. Bagi kita yang masih muda, mempercakapkan topik kematian mungkin menimbulkan perasaan tak nyaman. Kendati dunia kedokteran sudah fasih menjelaskan bagaimana itu kematian, tetap saja ada hal yang misterius. Bagaimanapun, perbincangan soal kematian lebih banyak dilumuri opini-opini dan konsep-konsep di ranah kognitif.
Namun, bagi orang-orang berusia kian lanjut, perihal kematian biasanya sudah terhayati sebagai bagian dari dunia batin yang melampaui perasaan dan pikiran. Hal itu semacam alam “ambang” yang tersambung secara hayati dengan kehidupan nyata.
Ada beberapa riset di lapangan psikologi gerontology (usia lanjut) yang menyimpulkan bahwa minat, keinginan, dan kerinduan terhadap kematian seringkali terkait dengan kondisi aktual perkembangan rata-rata kaum berusia lanjut yang akrab dengan kesepian (loneliness) dan juga tiadanya lagi keinginan untuk mencapai sesuatu di dunia.
Beberapa kondisi yang langsung atau tidak langsung berpengaruh adalah: kian terbatasnya kekuatan fisik, melemahnya daya pikir, munculnya gangguan pendengaran, penglihatan, dan sakit-sakitan di berbagai organ tubuh; meskipun itu semua tidak selalu berakumulasi menjadi kondisi sakit yang benar-benar parah.
Secara psikososial, tak sedikit pula kaum lansia yang secara subjektif mengalami perlakuan dimarjinalisasikan dari medan pergaulan. Berbagai kondisi ini bisa menyeret (meski tak selalu) kaum lansia dalam kubangan perasaan bosan hidup dan ingin segera meninggal. Tak sedikit lansia yang kemudian khusyuk berdoa agar secepatnya dipanggil Tuhan.
Namun demikian, tak bisa digeneralisasi bahwa tindakan berdoa memohon segera dipanggil Tuhan selalu karena kondisi kenelangsaan hidup aktual (atau yang lebih spesifik mengalami depresi lansia). Faktanya, tak sedikit kaum lansia yang begitu merindukan segera datangnya kematian dengan terus khusyuk berdoa, benar-benar karena digerakkan oleh sikap pasrah total dan kesiapan spiritual untuk pulang menghadap Tuhan. Kematian dihayati sebagai karunia untuk memasuki kehidupan abadi.
Menurut Hurlock (1992), ahli psikologi perkembangan, salah satu tugas perkembangan masa tua adalah menyesuaikan diri dengan kematian. Kematian adalah fase perkembangan berikutnya dari usia lanjut. Kendati realitas “mati” memang tetap misteri dari dulu kala hingga kini, tetapi kematian itu pasti. Maka, menyiapkan diri menghadapinya merupakan tindakan realistis. Menurut kakek saya yang sudah meninggal, jika hidup ini dapat dipandang sebagai hak yang dikaruniakan, maka kematian bisa juga dipandang sebagai “kewajiban” yang dikaruniakan-Nya. Maka, kerinduan untuk mati pada kaum lansia secara umum tak harus ‘didiagnosa’ sebagai gangguan psikologis-mental, karena faktanya banyak lansia yang sehat dan bahagia di ujung kehidupan semakin kurang tertarik pada kehidupan dunia dan lebih mementingkan kehidupan akhirat.
Iman kristiani mengajarkan bahwa kematian sepenuhnya merupakan kuasa Tuhan. Memenuhi permintaan nenek bukan semata soal “salah” atau “benar”. Ada hal yang lebih urgen dari hal itu, yakni perlunya sikap peduli terhadap apa yang diminta nenek. Anda dan cucu-cucu yang lain, juga anggota-anggota keluarga lainnya, tentu sudah sangat paham dan mengenal siapa nenek Anda. Apa pun alasan yang ‘terbaca’ di balik permintaan beliau untuk didoakan, … memenuhinya dengan Doa Berserah kepada Tuhan adalah tindakan suportif bagi kedamaian batin beliau.
H.M.E. Widiyatmadi
HIDUP NO.06 2014, 9 Februari 2014