Bougenville di Jantung Brescia

604

Musim panas di Milan seperti sekarang ini menyengat kulit. Tak susah menemukan alamat Model Agency dimana Sekar bekerja di Milan. Aku tahu hampir semua sudut kota Milan karena sudah hampir enam tahun aku bermukim di kota ini, sebagai seniman instalasi.
“Selamat siang. Saya Sapto. Apakah ada model bernama Sekar Ayu dari Indonesia?” tanyaku.
“Selamat siang. Sekar memang pernah bekerja disini. Tapi sekarang dia sudah pindah,” jawabnya dengan keramahan khas Italia.
“Pindah ke Model Agency yang lain?”
“Bukan. Dia bekerja untuk sebuah biara di Brescia.”

Gagal aku menemukan Sekar di Milan. Sepertinya dia benar-benar terpanggil ‘tuk mewujudkan keinginan almarhum Ibunya?
Tapi aku masih penasaran. Aku terus mencarinya. Kali ini di kota kecil berjarak 81 km dari Milan. Ya, di Brescia. Kuketuk pintu biara tua di pusat kota Brescia. Seorang Suster membukakan pintu dan mempersilahkan aku masuk ke ruang tamu.

“Selamat sore Suster. Saya Sapto. Saya ingin bertemu Suster Sekar dari Indonesia.”
“Selamat sore. Saya Sr Clara, Kepala Biara di sini. Anda kakak dari Sekar?”
“Bukan. Saya teman lamanya.”

Sr Clara mengajak aku ke taman di depan ruang makan. Di tempat itu sudah berkumpul beberapa lanjut usia. Lalu aku lihat dari punggungya, sosok perempuan sedang bernyanyi dan bermain gitar, menghibur para lanjut usia tersebut. Aku masih ingat, suara merdu itu sama persis dengan suara pemazmur di Misa pelajar di SMA ku dulu. Suara itu suara Sekar.

“Sekar, ada yang ingin bertemu denganmu,” Sr Clara menepuk pelan punggungnya.
Dia memutar tubuhnya ke arahku. Binar matanya masih tetap sama seperti dulu. Bening.
“Masih ingat aku?” Sapaku sambil menahan tanganku yang gemetar. Dia meminta aku menuju teras depan ruang makan.

“Kamu yang mengambilkan rosarioku yang ketinggalan di gereja kan?”
“Iya. Aku Sapto. Sudah ga tinggal di Milan?”
Aku mulai membuka percakapan.
“Milan ternyata terlalu bising. Brescia lebih tenang. Sedang liburan di Italia?”
“Aku sudah enam tahun tinggal di Milan.
Karya seni instalasiku lebih dihargai di Eropa. Senang jadi Biarawati di sini?”

Dia terdiam. Tanpa menjawab pertanyaanku, dia menghampiri para lansia itu dan bernyanyi lagi. Sr Clara menemuiku.

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini