St Maria Katharina Kasper (1820-1898) : Wanita “Batu” Pelindung Kaum Miskin

528

HIDUPKATOLIK.com – “Ia adalah wanita yang memiliki iman seperti batu. Ia tidak menyesal dalam kemiskinan tetapi memberi diri untuk orang miskin,” ujar Paus Fransiskus saat kanonisasi Suster Katharina pada 14 Oktober 2018.

Pada dasawarsa pertama abad XIV, daerah Dernbach di Distrik Westerwaldkreis di Rhineland-Palatinate, Jerman merupakan daerah pertambangan. Di tempat ini, orang menambang batu, biji besi, perak, dan timah. Alam Dernbach memang kaya akan mineral. Hal ini juga yang menjadikan sebagian besar penduduk bekerja di sektor tambang.

Namun, mereka nampaknya tidak menjadi tuan di tanah sendiri. Meski kaya mineral, penduduk asli Dernbach hanya sebagai pekerja. Lahan-lahan tambang telah dikuasi tuan tanah yang hanya datang untuk merampas hasil bumi. Mereka, tuan tanah itu, bahkan menjadikan warga buruh harian dengan upah minim.

Dalam kenyataannya, kekayaan alam tidak menjadikan penduduka kaya. Dernbach bahkan terkenal karena kemiskinannya. Dernbacher Schwestern ‘Saudari Dernbacher’, begitu penduduk asli Dernbach disebut. Sebuah panggilan sedikit menghina yang mengacu pada kondisi mereka yang miskin.

Satu daru sekian buruh yang bekerja di Dernbach adalah Maria Katharina Kasper. Ia tak luput dari “kerja rodi” di lahan-lahan tambang Dernbach. Ia menghabiskan masa mudanya bersama butir-butir batu yang harus ia pecahkan demi bertahan hidup.

Wanita Batu
Dalam keluarga, Katharina bukanlah gadis yang diandalkan. Heinrich Kasper dan Katharina Fassel, kedua orang tua menganggap Katharina adalah anak yang jauh dari harapan, khususnya soal kemampuan akademik. Heinrich, sang ayah tiri, menganggap sia-sia menyekolahkan Katharina. Oleh karenanya, Heinrich lebih menaruh harapan pada Peter, Kristin, dan Joseph, tiga anaknya yang lain. Heinrich pun menyekolahkan ketiganya.

Karena tak begitu berpendidikan inilah, alhasil Katharina hanya bisa bekerja sebagai buruh harian. Ia bekerja pada seorang tuan tanah. Sehari-hari, ia bekerja penambang batu di pertambangan milik sang tuan tanah.

Dalam pekerjaannya ini, Katharina harus mencari batu, memecahkannya, lalu menjual kepada para pekerja bangunan di Dernbach dan daerah-daerah sekitar. Dalam perjuangan ini, anak ketiga dari empat bersaudara ini harus menghadapi aneka resiko. Suatu hari ketika sedang memecahkan batu, tangannya terkilir. Oleh karenanya, ia harus berhenti bekerja beberapa hari.

Dalam kesulitan hidup ini, Katharina mengisi hari-hari dengan setia membaca Kitab Suci. Setiap hari, Kitab Suci selalu menjadi buku saku, bagi wanita periang ini. Ia gemar membaca pesan-pesan Tuhan, khususnya terkait hidup dan kematian Kristus. Di sela bekerja, ia akan menyempatkan diri membuka Kitab Suci dan merenungkan pesan Tuhan.

Melihat keutamaan ini, sang ibu berpikir menyekolahkan Katharina meski ia lemah dalam belajar. Namun, maksud ini terkendala masalah keuangan. Katharina pernah dimasukan di sekolah murah milik paroki, tetapi dirumahkan karena kesehatannya yang sering terganggu. Akhirnya memang tak ada hal lain yang dapat diusahakan bagi pendidikan Katharina. Di waktu-waktu tertentu, Katharina hanya berusaha membantu ibunya bekerja di kebun kentang milik tuan tanah.

Lagi-lagi, kesibukan tak menjadikan Katharina lupa pada Tuhan. Ia selalu mengunjungi Gua Maria di pinggir desa. Di situ, ia bisa bebas bercerita kepada Bunda Maria. Di saat tertentu, ia bahkan tertidur pulas di bawah Patung Bunda Maria. Kebiasaan ini ternyata diamati oleh beberapa anak sebayanya. Anak-anak itu pun menjadi sering mengunjungi Gua Maria itu.

Sayang, keceriaan dan kegemaran mengunjungi Gua Maria berhenti karena sebuah musibah yang dialami sang ayah pada 1841. Kematian ini menghancurkan keluarga Katharina. Mereka harus bertahan hidup dengan mengandalkan sang ibu yang harus mengurus Katharina dan saudaranya yang lain.

Lawatan Tuhan
Terpaan ekonomi keluarga yang buruk juga menambah beban pikiran kepada sang ibu. Dalam berbagai pertimbangan mereka memutuskan pindah dari rumah mereka dan menyewa sebuah kamar di rumah Matthias Müller, seorang kaya di desa itu. Dalam masa-masa sulit ini, Katharina mulai intens mencari informasi seputar kehidupan biarawati. Lewat Matthias pula, Katharina bisa mengenal para biarawati dan kehidupan biara. Dari pengalaman ini, Katharina lalu mengungkapkan keinginannya menjadi biarawati. “Saya hanyalah gadis kecil tetapi ketika saya merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup, saya menjadi sama seperti orang besar. Saya adalah pekerja keras tetapi ketika pergi bekerja saya merasakan kehadiran Tuhan dalam hati saya,” ujar Katharina kepada sang ibu.

Beberapa kali Katharina melamar ke beberapa tarekat suster tetapi kerap ditolak. Faktor utama adalah karena tidak ada orang yang bertanggungjawab terhadap biaya hidup di asrama. Selain itu, sekularisasi juga kerap masih dirasakan para biarawati di daerah itu. Banyak biarawati yang menolak kehadiran Katharina, karena intimidasi Protestan yang cukup kuat saat itu.

Lewat banyak usaha, Tuhan menunjukkan jalan dengan membawanya pada sebuah komunitas imam Fransiskan dan Cistersian di wilayah Montabaur. Dari para imam di Montabaur, ia menyaksikan bahwa ternyata iman Katolik juga berkembang di daerah-daerah lain seperti Keuskupan Limburg. Dari pengalaman ini, Katharina yakin bahwa ada jalan Tuhan baginya.

Di saat ketika Katharina berusaha mencari sebuah tarekat, sang ibu meninggal. Namun, peristiwa ini tidak membuat Katharina terus bersedih. Ia melihat pengalaman ini dalam iman. Dalam hatinya, ia yakin sang ibu pun mendoakan panggilannya.

Ketika kembali ke Dernbach, Katharina menjadikan rumah keluarganya sebagai komunitas yang menampung anak-anak seusianya, teristimewa rekan-rekan masa kecilnya yang pernah berdoa bersama di depan patung Bunda Maria. Dengan bantuan penduduk setempat, rumah kecil itu disulap menjadi rumah perlindungan bagi banyak orang. Katharina dan kelompok kecilnya mulai intens melayani anak-anak buruh di Dernbach, yang miskin dan tak mendapat pendidikan.

Kegiatan sosial mereka ini pun mendapat perhatian dari wali kota setempat yang langsung memberi pengumuman agar masyarakat memberi perhatian kepada kelompok gadis-gadis desa ini. Banyak sumbangan pun mengalir kepada kelompok ini. Para imam dari desa tetangga seperti Wirges dan Motabaur diberi informasi soal kelompok ini lalu membawa berita ini kepada Uskup Limburg, Jerman, Mgr Peter Joseph Blum (1842-1884). Tanggapan positif pun datang dari Mgr Blum yang saat itu mencari komunitas pelayanan orang miskin untuk berkarya di wilayahnya.

Pada 15 Agustus 1851, Mgr Blum merestui kelompok ini dan menerima kaul pertama para gadis muda ini. Katharina lalu menamai kelompok itu sebagai Arme Dienstmägde Jesu Christi (Ancillae Domini Jesu Christi/Biarawati Handmaids). Segera setelah pengakuan keuskupan, para suster Handmaids lalu dikirim bermisi pertama ke Belanda tahun 1859. Pada 9 Maret 1860 Paus Pius IX mengabulkan surat permohonan untuk diterima sebagai tarekat misi. Pengakuan ini ditandatangani Paus Leo XIII pada 21 Mei 1890.

Di saat komunitasnya ini intens melayani di Amerika kemudian ke Meksiko dan India, Katharina mengalami serangan jantung mendadak dan meninggal pada 27 Januari 1898. Sr Katharina meninggalkan sebuah tarekat suster yang melayani kaum miskin di banyak tempat di dunia.

Proses beatifikasi St Katharina dibuka oleh Keuskupan Limburg tahun 1928 sampai tahun 1935. Pada 3 Februari 1946, Paus Pius XII menggelari Sr Katharina Hamba Allah. Validasi dokumen beatifikasinya selesai pada 18 April 1953 dan Kongregasi Penggelaran Kudus menyetujui proses ini pada 9 April 1974. Tanggal 4 Oktober 1974, Paus Paulus VI menyetujui dekrit proses beatifikasi Sr Katharina. Misa beatifikasi kemudian dilaksanakan di Lapangan Santo Petrus Vatikan, 19 April 1977. Beatifikasi ini sejalan dengan mukjizat yang dialami biarawati Handmaids Suster Maria Herluka yang sembuh dari Penyakit Tuberkolosis karena doanya kepada Suster Katharina.

Paus Fransiskus kemudian menerima dokumen verifikasi kononisasi pada 2016 dan menyatakan Suster Katharina menjadi orang kudus dalam Misa Kanonisasi tanggal 14 Oktober 2018 lalu. Ia dikanonisasi bersama St Paus Paulus VI, St Vincent Romano, St Nuncio Suprizio, St Oscar Romero, Sta Nazaria Ignacia Marhc Mesa, dan St Francesco Spinelli. “Suster Katharina adalah wanita memiliki iman seperti batu keras dan tidak membiarkan hidup dalam kemiskinan. Dalam kesederhanaan ia memberi diri untuk orang miskin,” ujar Paus Fransiskus.

Yusti H. Wuarmanuk

HIDUP NO.43 2018, 28 Oktober 2018

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini