Kasih di Atas Aturan Hukum

208
Renungan Harian edisi-43

HIDUPKATOLIK.com Ef. 4:32-5:8; Mzm. 1:1-2,3,4,6; Luk. 13:10-17

MUNGKIN sulit bagi kita, yang tidak hidup dalam suasana keagamaan yang sangat legalistis, memahami latar belakang perdebatan Yesus dengan para pemimpin agama dalam Injil. Beberapa dari perdebatan tersebut sangat mirip dengan diskusi rabinik yang saling menyerang dengan berlandaskan salah satu kutipan Kitab Suci.

“Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat” (Luk 13:14). Demikian kata kepala rumah ibadat yang berusaha mendasarkan diri pada perintah dalam Kesepuluh Firman (Dekalog) untuk menguduskan hari Sabat (lihat Kel 20:8-10; bandingkan Ul 5:12-14).

Kiranya dia memakai alasan Hukum Sabat itu dari Kitab Keluaran yang lebih normatif: “Sebab enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya Tuhan memberkati hari Sabat dan menguduskannya” (Kel 20:11). Tindakan lain tidak mendapat tempat atau akan disebut pelanggaran Hukum.

Tetapi, Yesus melihat rumusan alasan lain dalam Kitab Ulangan yang sifatnya lebih liberatif: “Sebab haruslah kauingat, bahwa engkau pun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh Tuhan, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya Tuhan, Allahmu memerintahkan engkau merayakan hari Sabat” (Ul 5:15).

Tatanan dan aturan dalam hidup keagamaan itu memang perlu, tetapi semangat kasih dan pengampunan (lihat Ef 4:32) lebih penting lagi bagi langgengnya persaudaraan.

St Agustinus mengatakan, “Kasihilah, lalu perbuatlah seperti yang kamu kehendaki.” Pertama-tama haruslah mengasihi, lalu yang lain akan jadi lebih murni.

Romo Vitus Rubianto Solichin SX
Dosen Kitab Suci STF Driyarkara Jakarta, Doktor Teologi Kitab Suci dari
Universitas Gregoriana, Roma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini