Lombok Masih Butuhkan Bantuan

1368
Bagian dalam Gereja St Maria Immaculata Mataram. Dari tiga paroki, Gereja Mataram paling banyak mengalami kerusakan.
[Petrisya Iandri Dapa Mede]

HIDUPKATOLIK.com – Tiga paroki di Lombok turut terdampak gempa. Halaman gereja menjadi tempat pengungsian sementara. Mereka masih membutuhkan bantuan.

Seakan terjadwal, empat gempa bumi berskala 6 dan 7 SR mengguncang Lombok, NTB sejak 29 Juli hingga 19 Agustus 2018. Korban jiwa dan harta benda pun tak terhindarkan. Menurut Aksi Cepat Tanggap (ACT), terdapat 564 orang meninggal. Lebih dari 70 ribu rumah penduduk, ratusan rumah ibadah, dan sekolah mengalami kerusakan parah bahkan runtuh total.

Disebut seolah-olah terjadwal karena keempat gempa tersebut terjadi pada tiga hari Minggu yang berdekatan. Gempa yang terjadi pada Minggu berurutan memberi warna tersendiri bagi pengalaman hidup umat Katolik di dua paroki dalam kota Mataram yakni Paroki St Antonius Padua Ampenan dan Paroki St Maria Immaculata Mataram.

Kisah Minggu
Bencana gempa bumi di Lombok terjadi pertama kali pada Minggu 29 Juli 2018 pukul 06.47 WITA dengan magnitudo 6,4 SR. Saat itu, di Gereja St Antonius Padua Ampenan, di Jl. Majapahit, telah berkumpul sejumlah besar umat yang akan mengikuti Perayaan Ekaristi pada pukul 07.00 WITA.

Di luar gereja terlihat masih berdatangan umat yang akan mengikuti Misa. Namun suasana khusyuk sebelum perayaan menjadi buyar saat gempa mengguncang. Terdengar teriakan tertahan dari sejumlah umat. Sebagian umat berlarian keluar gedung gereja. Namun tidak sedikit pula yang tetap duduk di tempat.

Kepanikan umat tak berlangsung lama. Kondisi bangunan gereja yang tetap kokoh dan episentrum gempa yang cukup jauh di Lombok Timur membuat sebagian umat memberanikan diri untuk duduk kembali di dalam gereja. Perayaan Ekaristi pun tetap dimulai seperti biasa walapun lewat dari jadwal.

Sementara itu, di Gereja St Maria Immaculata Mataram baru segelintir umat yang sudah berada di gereja, mengingat Misa dimulai pukul 07.30 WITA. Jadwal Misa juga bergeser menjadi 07.45 WITA. Perubahan tersebut terjadi karena satu sudut plafon bangunan gereja terjatuh. Bergotong-royong sebagian umat membersikan puing-puing plafon gereja. Alhasil, Perayaan Ekaristi baru dimulai pukul 07.45 WITA. Misa berlangsung seperti biasa. Begitupula dengan kegiatan lain seperti Sekolah Minggu dan pendampingan remaja.

Tepat sepekan kemudian yakni Minggu 5 Agustus 2018, pukul 19.46 WITA, gempa dengan magnitudo yang lebih besar yakni 7,0 SR kembali mengguncang Lombok. Kali ini, situasi penduduk kota Mataram dan pulau Lombok umumnya begitu mencekam bahkan begitu panik. Situasi ini terjadi karena kedahsyatan gempa mengakibatkan padamnya listrik sekota Mataram bahkan sepulau Lombok. Selain itu, adanya peringatan akan adanya tsunami oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika membuat warga berduyun-duyun menjauhi pantai.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini