Pemimpin Bermartabat dan Beradab

392

HIDUPKATOLIK.com Renungan Minggu 21 Oktober 2018 Minggu Biasa XXIX, Yes 53:10-11; Ibr 4:14-16; Mrk 10:35-45

“Karakter hamba Tuhan sebagai pemimpin terlihat dalam kesediaannya untuk berjuang, berusaha memberikan keselamatan bagi orang lain”

UMAT Katolik Indonesia merupakan bagian integral dari bangsa ini mewajibkan diri kita untuk ikut serta dalam pesta demokrasi. Keterlibatan dalam Pemilu bukanlah suatu hal yang opsional, tetapi merupakan kewajiban politis, tuntutan hati nurani, serta hak sebagai warga negara.

Pertanyaan menarik ialah pemimpin seperti apa yang menjadi preferensi pilihannya. Atau bila kita sedang berperan sebagai pemimpin, semangat kepemimpinan macam apa yang harus dimiliki dan tindakan kepemimpinan macam mana yang harus dilaksanakan?

Kami berkeyakinan bahwa bacaan-bacaan Alkitab yang diambil dari Yesaya dan Injil Markus 10:35-45 serta Ibr 4:14-16, membantu kita dalam melakukan discernment, untuk memilih pemimpin kita. Kita diperkaya dengan cara pandang yang tepat tentang seorang pemimpin yang baik untuk mewujudkan kepentingan dan kesejahteraan bersama.

Bacaan pertama yang diambil dari Yesaya menubuatkan tentang seorang Hamba Tuhan. Hamba Tuhan itu adalah seorang yang menjadi juru selamat, memiliki martabat yang sangat luhur, mengemban tugas perutusan yang mulia dan mengalami penderitaan yang berat demi orang-orang yang dilayaninya.

Hamba Tuhan itu adalah seorang pemimpin. Karakter hamba Tuhan sebagai pemimpin terlihat dalam kesediaannya untuk berjuang, berusaha memberikan keselamatan bagi orang lain. Dia rela menderita asalkan orang-orang yang dipimpinnya mengalami keselamatan.

Hamba Tuhan yang digambarkan dalam Kitab Nabi Yesaya sesungguhnya adalah seorang Imam Agung, yakni Yesus, Anak Allah. Imam Agung ini merupakan sang pemimpin yang membawa keselamatan bagi umat manusia. Pemimpin seperti ini sungguh mempunyai sikap solider dan berbelas kasih yang begitu mendalam dengan kemanusiaan kita.

Ia menjadi bagian dari kita, kecuali dalam hal berkaitan dengan dosa. Dia memiliki rasa simpati dan empati dengan orang yang dipimpinnya. Ciri corak kepemimpinan Yesus dipertegas secara jelas dalam Injil. Markus sebagai pengarang Injil memberikan gambaran yang benar dan tepat tentang jati diri seorang pengikut Kristus.

Setiap pengikut Kristus membawa dalam dirinya tugas-tugas sebagai pemimpin berkat baptisannya. Karena baptisannya, setiap orang Kristen menjadi imam, nabi dan raja. Tiga model tugas ini berhubungan erat dengan peran kepemimpinan setiap orang beriman.

Artinya sebagai imam, setiap orang yang dibaptis memimpin sesamanya dalam membangun relasi dengan Tuhan, dalam setiap ibadat serta ritus-ritus keimanan. Sebagai nabi, dia mendengarkan Tuhan, menjadi corong firman Tuhan yang mesti diwartakan dan dimaklumkan kepada orang lain.

Dia menjadi pemimpin dalam mewartakan atau berkata-kata tentang kebaikan dan kesejahteraan hidup bersama. Sedangkan sebagai raja, seorang Kristen dalam bidang kehidupannya masing-masing, menjadi pemimpin yang memerintah dengan semangat melindungi, menjaga, dan membawa kesejahteraan bagi yang diperintah.

Yesus mengingatkan agar orang tidak memimpin dengan kekerasan. Itu bukan cara memerintah yang dikehendaki Allah. Cara memimpin yang dikehendak Allah jelas-jelas diungkapkannya: “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang”.

Semangat untuk melayani kepentingan bersama serta kesejahteraan bersama diwujudkan dalam pekerjaan-pekerjaan yang benar. Pemimpin bukanlah orang yang mencari penghormatan dari orang lain, bukanlah orang yang mengedepankan kehendak sendiri.

Pemimpin Injili tidak melakukan tuduhan-tuduhan yang tidak benar tentang orang lain. Pemimpin Injili memiliki cara pandang positif terhadap orang lain. Ikhtiarnya yang utama ialah mensejahterakan orang lain dengan cara memberikan pelayanan yang tepat dan benar.

Gambaran pemimpin Injili itulah yang disebut sebagai pemimpin yang bermartabat dan beradab. Kita wajib memilih pemimpin seperti ini. Bukan saja wajib memilih pemimpin berkualitas seperti itu, tetapi kita sendiri mesti mengembangkan diri kita agar kita menjadi para pemimpin yang bermartabat dan beradab. Semoga.

 

Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM
Uskup Bogor

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini