Suster Maria Bintang Evangelisasi , 26, dari Ordo Para Hamba Tuhan dan Perawan Matará, memiliki sukacita yang sama itu, meskipun jalannya berbeda. Ia dibesarkan di area Protestan tepatnya di Dakota Utara, dan belum pernah bertemu dengan seorang biarawati pun sampai ia duduk di bangku kuliah. Saat itu, ia sudah dalam perjalanan untuk menjadi seorang penganut iman Katolik. Keputusannya untuk berpindah agama disebabkan oleh perjumpaan dengan sejumlah mahasiswa Katolik yang mengesankan. Pertemuan itu membantunya melihat hubungan antara iman dan akal yang belum pernah dilihat sebelumnya, terutama karena ayahnya adalah seorang yang skeptis. Suster Bintang, begitu ia kerap disapa, mengambil jurusan teknik kimia dan Bahasa Jerman. Dalam angannya, ia menantikan kehidupan yang nyaman dengan pekerjaan yang baik dan keluarga Katolik yang bahagia. Tapi itu tidak terjadi.
Ketika bekerja di FOCUS (Fellowship of Catholic University Students) setelah lulus, ia bertemu dengan komunitas para suster. Ia sangat tersentuh oleh kesucian hidup mereka sehingga dia duduk dan menangis di sudut ruangan hampir sepanjang malam. Awalnya ia tidak yakin bahwa dia memiliki panggilan. “Sudah jelas bagi saya bahwa saya menginginkan kesucian itu,” katanya, tetapi dia masih melihat dirinya menikah, jadi dia memutuskan bahwa dia “hanya akan mengejar pernikahan dengan cara terkudus.”
Ia pun mulai mengikuti pengarahan spiritual dan merasa dirinya semakin tertarik kepada kehidupan religius. Kejadian mengejutkan yang mengklarifikasi keputusannya mirip dengan Suster Ann Kateri – lamaran pernikahan. Seorang pria yang ia kencani di perguruan tinggi tiba-tiba memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengannya lantaran mau menjadi seorang imam, tetapi karena beberapa kejadian tak terduga, ia mengira mungkin telah melakukan kesalahan dan mulai mengejarnya lagi. Dia tidak menginginkan apapun selain menikahi pria itu dan ingin mulai membangun sebuah keluarga. Jadi ketika dia mendapati dirinya tidak tertarik, dia tahu itu adalah pertanda. Kepastian total tidak langsung datang, tetapi itu tidak butuh waktu lama.
Suster Bintang mengatakan bahwa setelah membuat keputusan terakhir untuk masuk biara, dia mengalami kebahagiaan luar biasa yang menunjukkan bahwa dia telah membuat pilihan yang tepat. “Sepanjang hidupku, aku telah menarik rasa diriku dan kepuasanku dari memiliki cinta dan perhatian seorang pria, tapi kali ini, itu adalah Tuhan sendiri yang memberikan kebahagiaan itu kepadaku.”
Setelah beberapa waktu kegalauan itu mereda. Suster Bintang mengatakan bahwa beberapa hiburan awal yang ia alami memang memudar, namun ini penting sehingga dia bisa sepenuhnya yakin dan memilih panggilannya dalam kebebasan penuh, bukan hanya dalam euforia. Dia menyebutkan godaan tertentu yang datang kepadanya pada saat itu, seperti rasa takut bahwa dia akan kehilangan keunikannya karena mengenakan kebiasaan yang sama dan menjaga jadwal yang sama dengan semua suster lainnya di biara. Sebaliknya, Suster Bintang mengatakan ia telah menemukan betapa berbedanya mereka semua. Realitas “eksternal” mereka adalah sama, tetapi alam semesta internal mereka adalah pribadi yang unik. Mungkin yang paling penting, ada kedamaian dan sukacita yang mendalam.
“Jika ada yang memberitahuku betapa hebatnya ini, aku akan menjadi seorang biarawati sejak dulu,” katanya.
Penerjemah: Felicia Permata Hanggu
Sumber: Rebeca Vitz Cherico/Aleteia