HIDUPKATOLIK.com – Saya, 34 tahun, menikah secara Katolik pada 2005. Sejak anak pertama kami berusia satu tahun enam bulan, suami mulai suka memukul anak. Dia memukul kalau anak merengek. Semula saya berpikir, itu caranya mendidik anak, tetapi ternyata berkelanjutan hingga anak berusia tujuh (7) tahun. Selama ini saya selalu melindungi anak. Mulai tahun ini, suami berani memukul saya. Kemarahannya mungkin karena tekanan pekerjaan.
Suami memang mudah emosi. Menurut cerita mertua, sewaktu kecil dia juga dididik dengan cara dipukul oleh ayahnya. Yang saya takutkan, sekarang dia sudah berani mengambil benda tajam. Mohon petunjuk atas kondisi ini, karena hingga saat ini kami tidak berbicara satu sama lain. Apa yang harus saya lakukan? Kalau terus dipertahankan, saya merasa tidak aman di rumah. Kalau berpisah, saya memikirkan perkembangan anak-anak nanti.
Ika, Jakarta
Ibu Ika yang teraniaya, saya bisa mengerti betapa sedih dan menderita, melihat suami tega melakukan kekerasan terhadap buah hati. Berdasarkan cerita yang Ibu utarakan dalam surat, jelas bahwa pola asuh dengan menggunakan kekerasan adalah satu-satunya pola asuh yang diketahui oleh suami, karena cara itu yang ia pelajari dari orangtuanya, dan ia menilai cara itu efektif dalam mengasuh anak. Ia menilai dirinya menjadi patuh pada orangtua karena kekerasan yang dilakukan oleh orangtua. Tidak mengherankan, ketika ia mengasuh anak, ia akan menggunakan cara yang dianggapnya ampuh.
Hal itu pula yang menyebabkan ia tidak pernah minta maaf kepada Ibu atau anaknya, karena ia tidak merasa bersalah. Sulit mengubah cara didiknya, karena ia menilai apa yang dilakukannya sudah benar. Buktinya, anak menjadi takut dan patuh padanya. Ketika anak menjadi lebih besar dan lebih kuat, ia pun akan makin meningkatkan kekerasan dengan harapan akan memberi efek yang sama dengan ketika anak relatif masih kecil.
Bila Ibu menghalanginya melakukan kekerasan pada anak, atau menghindarkan anak dari tindak kekerasannya, maka ia akan menilai Ibu menjadi penghalang baginya dalam mendidik anak. Tidak mengherankan, bila kemudian Ibu juga dijadikan sasaran agresivitasnya.
Untuk mengatasi masalah ini, salah satu yang bisa Ibu lakukan adalah menyadarkan suami bahwa kekerasan bukanlah satu-satunya cara untuk mengasuh atau mendidik anak. Masih ada cara lain tanpa kekerasan yang bisa digunakan untuk mendidik anak. Apalagi Gereja tidak pernah mengajarkan untuk menggunakan kekerasan dalam berinteraksi dengan orang lain. Tunjukkan bukti-bukti keluarga yang sukses mendidik anak tanpa menggunakan kekerasan. Bisa juga dengan memberi kesadaran bahwa bila ia tidak ingin anaknya bertindak keras seperti yang ia lakukan, maka kekerasan itu harus dihentikan supaya tidak ditiru anaknya.
Stres yang dialami memang bisa menyebabkan seseorang mengalami ketidakstabilan emosi, sehingga emosinya mudah tersulut. Oleh karena itu, kalau memang ada indikasi bahwa tindak kekerasan yang dilakukan terutama terjadi saat suami mengalami stres kerja, maka yang bisa dilakukan adalah tidak menambah beban stresnya dengan memberi tugas mengurus rumah sepulangnya dari kerja. Selain itu, anak-anak juga dibiasakan untuk tidak membuat keributan atau melakukan kerewelan yang bisa menyulut amarah sang ayah. Anak-anak sebaiknya mulai dibiasakan menjaga ketenangan di dalam rumah. Alangkah lebih baik lagi bila Ibu bisa mendekatkan anak-anak pada ayahnya dengan menyuruh mereka memijat kaki atau tangan ayahnya bila sedang kelelahan. Semoga jawaban yang kami sampaikan dapat memberikan pencerahan. Tuhan memberkati.
Drs George Hardjanta MSi
HIDUP NO.12 2014, 23 Maret 2014