HIDUPKATOLIK.com – PENGALAMAN manusia itu mengandung makna. Makna itu bukan sesuatu yang mati tercetak dalam teks atau hanya milik penciptanya. Makna itu dilahirkan kembali setiap kali teks itu dibaca atau didaraskan lagi (hal.7).
Itulah sepenggal kalimat yang terdapat dalam novel Tarian Dewi Cinta, yang merupakan karya dari seorang imam Jesuit bernama Pastor B. Bambang Triatmoko SJ.
Novel ini ditulis sebagai pengingat peristiwa reformasi Mei 1998, dimana peran mahasiswa yang saat itu bergerak melakukan aksi perlawanan terhadap pemerintahan, hendak mempertahankan kekuasaan dalam perkembangan demokrasi di Indonesia.
Meski demikian, novel ini bukan hanya memaparkan secara lugas terkait sejarah di masa lampau, melainkan ia tuangkan dalam cerita yang berbeda. Penulis mengangkat kisah Ayuning, seorang gadis penari yang mencoba mengejar mimpinya.
Ia kemudian bertemu dengan Bram dan Glen, dua tokoh pria yang masuk dalam kehidupannya. Dalam novel ini, tarian menjadi kunci utama yang sarat makna. Banyak simbol lain yang turut menghiasi anyaman kata-kata yang digunakan penulis.
Di beberapa bagian, penulis terlihat terlalu berusaha mendeskripsikan sehingga terlihat seperti suatu adegan script film (plot, setting, dan lainnya), sehingga rasa penasaran pembaca kurang tergelitik. Meski demikian novel ini menarik dan ringan untuk dibaca.
Tarian Dewi Cinta bukan sekadar novel yang berkisah tentang relasi antar manusia. Lebih dari itu, novel ini ingin membangun kesadaran bahwa setiap individu memiliki cita-cita, memiliki impian yang berbeda.
Namun persahabatan, solidaritas, dan kesetiakawanan yang diunggah dalam novel ini memberi inspirasi, menuntun terwujudnya kesatuan untuk mewujudkan cita-cita bagi kepentingan orang banyak.
Marchella A. Vieba